BUNUH DIRI DAN FENOMENANYA

Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama.
Setiap orang pasti enggak ingin akhir hidupnya terjadi secara enggak terhormat. Meregang nyawa karena dikeroyok, menghembuskan nafas terakhir karena ditusuk begal, dan sederet penyebab seseorang meninggal secara enggak wajar. Seperti apa meninggal secara wajar? Grow old with someone, menutup usia ditemani orang-orang terdekat, bukan karena mengakhirinya secara tragis.
Hidup ini indah, tapi hidup di alam keabadian yang bermuara di Surga jauh lebih indah, tapi bukan berarti kita mengakhiri hidup dengan cara yang salah. Bilang salah atau benar buat cara seperti ini, serba salah juga. Kalo dipikir secara akal sehat, jelas salah, tapi saat seseorang berada di titik bawah, apalah arti akal sehat. Salah dan benar menjadi kabur. Jangan menyalahkan seseorang yang mengakhiri hidupnya secara salah. Mana empatimu? Doakan saja semoga dia mendapat tempat yang lebih indah di sana, sesuai bekal yang dipersiapkannya selama hidup di dunia.
Korea Selatan terkenal bukan cuma karena k-pop idol, tapi juga karena, bisa dibilang, banyak yang mengakhiri hidup dengan cara yang salah. Kita bisa bilang salah karena akal sehat masih jalan. Berdasarkan kutipan data dari health.kompas.com, Korea Selatan menempati posisi pertama di antara 10 negara dengan angka bunuh diri tertinggi. Jepang yang juga punya angka bunuh diri tinggi, masuk di posisi 8. Indonesia, untuk kategori angka bunuh diri di Asean, ada di posisi 8 dengan peringkat 114 di dunia. Tenyata, bunuh diri jadi penyebab utama kematian kedua di usia 15-29 tahun, dan enggak menutup kemungkinan buat usia-usia di atas ini. Kenapa seseorang mengakhiri hidupnya seperti ini? Secara sengaja menghilangkan masa hidupnya karena alasan tertentu.
Petinggi negara di Tiongkok mengakhiri hidupnya karena terjerat kasus, bisa korupsi/ kehilangan nama baik. Jepang punya istilah harakiri, ritual bunuh diri yang dilakukan samurai untuk memulihkan nama baiknya setelah kegagalan melaksanakan tugas. Memilih mati secara terhormat daripada hidup menanggung malu?
Banyak alasan seseorang mengakhiri hidupnya bukan dengan cara yang terhormat. Rasanya pelabelan ini terkesan kasar, terkesan enggak berempati, tapi setiap orang berhak berpendapat 'kan? Bukan karena enggak berempati, tapi hanya berpikir secara sehat, bunuh diri bukanlah cara yang baik untuk meninggalkan kehidupan dunia.
Idola di Korea Selatan enggak sedikit yang mengakhiri hidupnya seperti ini. Bukan cuma di Korea Selatan, tapi juga idola di negeri-negeri seberang (termasuk Indonesia?). Idola hanya sebagian saja dari mereka yang berpikir praktis meregang nyawa. Masih ada petinggi negara, warga sipil, siapapun bisa punya pikiran seperti ini saat (dirasa) menghadapi titik terberat dalam hidupnya. Na'udzubillah...
Jangan, jangan sampai ada pikiran untuk mengakhiri hidup dengan cara yang enggak terhormat. Jangan! Hidup ini indah kalo kita mau menikmatinya dengan bahagia. Ah, naif sekali, tapi ada benarnya 'kan?
Hidup di dunia ini memang kadang berat, tapi lebih berat lagi kalo kita mengakhiri hidup justru enggak bawa bekal apa-apa. Na'udzubillah...
Jogja, 20.12.2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar