PERTEMUAN ORANG-ORANG DARI MASA LALU

"Silaturahim harus dijaga sejak sekarang. Kalau sudah tua nanti bakal susah menyatukan kita kembali." Hisdan, Sang Presiden Direktur Alumni KPI 2011 menuturkan sepatah-dua patah kata. Sebuah kalimat yang ada benarnya. Selagi kita masih ada kesempatan bertemu, kenapa enggak?

Bahkan Halal Bihalal KPI 2011 a.k.a reuni ini benar-benar sengotot itu harus diadain. Makasih, Andy, sudah menyatukan kami, walau hanya sekian orang yang bisa datang dari 300 lebih yang sekarang berada di berbagai tempat.

Sekitar 15 orang mungkin yang bisa datang. Andy, Ifa, Indah, Dupi, Derry, Aris, Akbar, Ahmad, Sidiq, Hisdan, Ina, Nay, Shofi, Farikh dan istrinya, dan tentu saja aku. Ada empat, eh... enam kayaknya yang bukan KPI 2011 tapi ikut memeriahkan pertemuan ini. Teman-teman Andy sepertinya. Salah duanya memecah sunyi dengan nyanyian dan petikan gitar.

Alhamdulillah pertemuan yang layak untuk dikenang-kenang. Aku bersyukur bisa datang. Padahal sempat ada perasaan mager. "Apa aku enggak jadi datang aja ya?" Begitulah sekilas lewat batinku bicara.

Entahlah aku mendadak ada perasaan ogah gitu. Alhamdulillah berhasil aku tangkis karena momen ini adalah kesempatan yang mungkin bisa datang lagi tahun depan. Bahkan mungkin bertahun-tahun ke depan.

Pertemuan kami ini ditemani barbeku dan sukiyaki. Meminjam kantor punya BebasJamKerja HQ (yang dimotori Andy, Aris, and friends), kami berkumpul, melempar canda, tertawa, dan saling bertanya apa kabar.

Enggak ada si superior. Semuanya menyenangkan karena masing-masing paham apa yang perlu ditanyakan dan apa yang sebaiknya cukup disimpan. Reuni skala kecil yang so fun. Apakah kalau reuni besar-besaran (bahkan satu angkatan aja) akan sama-sama se-fun ini? Semoga ya.

Selain ditemani daging-dagingan dan mie-miean dan teman-temannya, ada juga seporsi risol dan pasukan keripik dan cemilan. Kenyang, alhamdulillah. Aku yakin enggak ada yang dibuang walau di akhir masih menyisakan sukiyaki. Semoga sukiyakinya aman dari ancaman pembuangan.

Pertemuan skala kecil begini membuat kami lebih intim. Ada kelucuan yang bisa diketawain bareng. Ada obrolan yang bisa diikuti bersama. Tanpa gap, tanpa sekat, seolah kembali ke masa kami masih menjadi Mahasiswa Strata 1. Ah, lebih pasnya kembali ke masa Semester 1, 2, atau 3. Saat kami belum sesibuk itu dengan urusan perkuliahan. Saat kami masih duduk lesehan bersama di depan kelas setelah dihajar 4 SKS kuliah.

Andy dan Aris yang sedang berkembang bersama BebasJamKerja HQ. Sidiq 'Sukir' yang fokus sebagai author cergam (istilah ini aku ambil dari penjelasan Bumilangit tentang penyebutan komik dari Indonesia, kayak penyebutan manga buat komik Jepang). Derry dengan bisnis barber shop.

Ahmad dengan situs bisangaji.com dan kesibukan di Masjid Nurul Asri. Hisdan dengan kedai kopinya (walau tadi aku enggak nanyain tapi seingatku Hisdan punya bisnis kedai kopi). Akbar, Indah, Ina, Ifa, Dupi, Farikh dengan segala hal, apapun itu, yang menjadi kesibukan. Kami benar-benar memposisikan diri sama tinggi. Bukan si superior walau aku tahu nyata adanya di antara kami. Aku merasa sikap rendah hati enggak perlu koar-koar 'akulah si superior'.

Nyam-nyam yang kami adakan kali ini kayaknya disponsori sebagian sama Farikh. Andy bilangnya begitu. Sebagian sisanya patungan dari kami dengan nominal bebas. Aku lebih suka bilang 'bebas' dibanding 'seikhlas'nya.

Awalnya pas aku tahu patungan bebas, aku membatin, "Kenapa enggak ditentuin aja sekian harga?" Nominal 'seikhlas'nya atau sepantasnya? Aku enggak lihat pantas atau enggak bukan berdasarkan nominal dari teman-teman.

Aku merasa dengan sajian daging-dagingan dan sukiyaki ditambah risoles dan aneka keripik cemilan, 50K adalah best deal. Bisa dibilang lebih murah malah dibanding datang langsung ke resto. Aku lihat sekilas, teman-teman juga memilih nominal 50K. Ada juga yang 100K. Menurutku ini best deal dan enggak kemahalan. Wajar malahan.

Pertemuan singkat. Mungkin tahun depan baru ada lagi sebuah pertemuan. Andy sempat bilang bakal ada pertemuan lagi saat anaknya lahir di Agustus nanti. Tentu beda rasa pertemuan ini dengan pertemuan yang mungkin terjadinya di tahun mendatang.

Sampai jumpa, teman-teman. Tetaplah terhubung. Tetaplah menjadi bagian dari cerita yang suatu hari akan kita satukan kembali.

Jogja, 31 Mei 2022

YANG NAMANYA DIAM-DIAM

Ada yang bilang Maudy Ayunda diam-diam, eh... tahu-tahu nikah sama cowok Korea yang spesifikasinya keren banget. Yakin Maudy Ayunda dan yang lainnya diam-diam terus voila~ jadilah?

Enggak sih. Pasti dibalik itu semua ada perjuangan yang bahkan mungkin berdarah-darah. Perjuangan yang enggak harus semua orang tahu. Kita tahunya ya jalan mulusnya saja yang ditampilkan media sosial.

Wajar banget. Namanya juga media sosial, tentu tiap orang punya kebijakan sendiri mau posting apa. Yang enggak enak-enak mau diposting? Silakan. Buat yang dibilang 'diam-diam terus bla bla bla' adalah orang yang lebih memilih enggak mempublikasikan proses dibaliknya.

Lagian media sosial hanya untuk menampilkan yang bahagia-bahagia, yang menyenangkan-menyenangkan, walau ada juga yang sebaliknya.

Yang dianggap 'diam-diam' bukan berarti tanpa usaha. Apa yang dilakukan juga bukan berarti selalu mudah dan lempeng mulus kayak jalan tol. Maudy Ayunda dan juga Maudy Ayunda lain pasti mengalami naik dan turun mendaki gunung dan lewati lembah dalam menjalani prosesnya.

Kalau ada orang yang julid, "Ih, kok diam-diam bisa ini sih?" Kita sendiri yang ngerasain prosesnya, beneran cuma bisa senyumin aja. Ada yang dianggapnya enggak melakukan apa-apa tapi segala perabot buat di rumah lancar banget datang langsung dari toko.

Ini juga termasuk 'diam-diam' itu sih menurutku. Bukan cuma versi Maudy Ayunda. Orang julid pasti bilang bla to the bla. Dia enggak tahu proses dibaliknya kayak gimana.

Beneran deh kalau ada orang (julid) mempertanyakan 'kok bisa sih' dan seolah menganggap kita 'diam bae' rasanya lucu banget. Enggak semua proses harus diperlihatkan. Enggak semua urusan dibalik media sosial ikut ditampilkan.

Jogja, 30 Mei 2022

RAFTING DI SUNGAI ELO SETELAH SEKIAN PURNAMA

Ini adalah kali kedua aku ikut rafting di Sungai Elo, Magelang. Pertama kali rafting sekian tahun lalu. Ngng... mungkin 2017/2018. Rafting yang kedua diadain sama Jogoboro UPT Cagar Budaya. Lebih tepatnya PT yang menaungi Jogoboro.

Enggak kayak rafting waktu itu, tim W cuma dikasih kuota tiga orang. Awalnya aku ogah ikutan. Masih kebayang siang-siang tengah hari yang panas dikumpulin di tanah lapang dan baris-berbaris. Raftingnya sih seru tapi no thank you buat pendisiplinan baris-berbarisnya.

Ternyata aku salah ingat. Baris-berbaris itu beda kegiatan. Bukan rafting yang kali pertama. Aku oke deh ikutan rafting. Walau ada was-was juga sama kebarbaran pas rafting. Aku enggak bisa berenang. Iya sih pake pelampung tapi tetep aja nyemplung di sungai bikin aku takut.

Selasa, 25 Mei 2022 pagi kami berkumpul dan bersiap berangkat ke area rafting di Sungai Elo. Jogoboro, Tim W, Tim CCTV, Tim Staf, berkumpul di Parkir Abu Bakar Ali. Jam 6.30 pagi berangkat pakai bus tanpa AC. Rencana sih jam 6.30 tapi waktu itu molor deh. Jam 7 pagi kayaknya baru otw ke Sungai Elo.

Perjalanan dari Malioboro ke area rafting Sungai Elo sekitar 1 jam. Mungkin kurang dari itu tapi mendekatilah. Sampai di lokasi, langsung menuju ke satu pendopo yang udah disediakan coffee break. Ada teh manis hangat, setup hangat (minuman dari jambu kalo enggak salah), keripik pisang, gorengan mirip galundeng tapi ada isian sayuran kayak risoles, sama roti yang rasanya kelapa, entah apa namanya.

Abis coffee break sekitar... hmm... 15 menit? Kami siap rafting. Semua berkumpul di lapangan kecil. Pakai pelampung dan helm pengaman. Masing-masing udah siap dengan satu dayung. Ada yang ujungnya warna kuning, ada juga yang biru. Dayungku warna biru.

Persiapannya enggak lama kayak di rafting pertama. Eh, enggak juga deh kayaknya. Sama aja kurang lebih. Setelah semua siap dengan pelampung, helm pengaman, dan dayung, kami berangkat menuju lokasi rafting Sungai Elo naik angkot. Masing-masing angkot ada dua tim. Satu tim ada empat orang.

Kira-kira 25 menitan menuju lokasi rafting dan sampailah di tujuan. Di sini persiapannya agak lumayan lama. Semua udah siap. Tinggal berangkat. Setelah nunggu sekian menit, rafting dimulai. Aku satu tim sama Mas Krishna, Mbak Iham, dan Mas Fikri 'Jogoboro'.

Was-was jadi korban kebarbaran bikin aku enggak nyaman. Berharap banget aku bisa lolos dari cengkeraman ini. Bukan barbar yang sampai melukai dan sejenisnya tapi berlomba menarik satu sama lain biar nyemplung ke sungai. Asal aku enggak jadi korban barbar enggak masalah. Tetap chill.

Alhamdulillah aku aman. Sepanjang rafting, walau ada momen perahu karet timku hampir dibalikin sama tim lain, aku bersyukur banget enggak jadi korban ditarik nyebur ke sungai. TBL... TBL...

Pemandu rafting timku namanya Mas Juni. Enggak 'aneh-aneh' untungnya. Selesai rafting Mas Juni enggak iseng ngebalikin perahu. Fiuuuh... lega rasanya. Pas aku bilang takut ditarik nyebur ke sungai, Mas Juni bilang jangan nunjukin kalo takut biar enggak jadi sasaran empuk tim lain.

Sempat merasakan kebarbaran tapi alhamdulillah masih aman. So far so good. Kenapa sih enggak rafting yang elegan ala jamuan minum teh? Damai tanpa barbar. Cuma dirasa enggak seru kali ya kalo enggak ada yang ditarik nyebur ke sungai.

Rafting ini jaraknya 12 kilometer sekian. Di tengah-tengah rute kami berhenti buat istirahat. Ada kelapa muda, gorengan mirip galundeng dengan isian sayur kayak risoles, dan nagasari. Semua khusyuk menikmati sajian. Sayangnya Pemandu enggak menikmati yang kami rasakan.

Mas Krishna sempat nanya sama Mas Juni setelah istirahat selesai. Kata Mas Juni, rugi nanti kalo Pemandu juga dapat kelapa muda. Cukup air putih, katanya. Agak sedih dengarnya karena enggak sama-sama menikmati kelapa muda. Berasa tega sekali.

Sepanjang menyusuri Sungai Elo, Mas Juni sempat menjelaskan macam-macam. Ada bagian belakang Candi Mendut, bilik mandi warga, alasan warga sekitar masih mandi di sungai padahal kamar mandi di rumah masing-masing juga ada, sampai tentang rumah yang tinggal menunggu waktu buat longsor tanahnya.

Rumah ini serem sih jadinya. Posisinya benar-benar di pinggir sungai yang tingginya udah kayak jurang. Mas Juni bilang, dulu jarak rumah ini sama pinggir sungai lumayan jauh tapi karena longsoran akibat hujan, jadinya pinggiran sungai semakin mendekati rumah.

Rafting yang menyenangkan. Arus jeram? Apa ya namanya? Air yang enggak tenang gitu deh. Kunci dari menguji adrenalin lewat rafting. Masih aman banget arusnya. Bukan yang gede banget tapi bukan yang kecil juga. Cukuplah ngebuat aku deg-degan melewatinya.

Setelah entah berapa jam, ada kali ya satu jam lebih, rafting selesai. Enggak ada Pemandu yang iseng ngebalikin perahu. Makasih, Mas Juni. Sampai ketemu mungkin di lain waktu ya. Tepat di garis akhir rafting ada kolam yang cukup luas. Teman-teman asyik melompat ke kolam. Mbak Iham bahkan sampai santai mengambang pakai pelampung. Aku cukup duduk menikmati dari jarak sekian meter. Ikut merasakan euforia kecipak-kecipuk di kolam walau aku enggak merasakannya secara langsung.

Setelah ngebilas badan dan ganti baju, kami makan siang di pendopo. Ada ayam bakar dan gorengan, kayaknya risol, dan juga lantunan lagu dangdut. Ada dua biduan yang menghibur di tengah makan siang kami.

Rafting kali ini enggak ada tambahan kegiatan kayak waktu itu. Rafting kali pertama kayaknya ada semacam outbond gitu. Permainan beregu dan seru-seruan. Pulangnya sore banget. Lewat waktu maghrib. Sementara rafting kali kedua ini pulangnya menjelang sore. Sampai di Parkir Abu Bakar Ali sekitar jam 15.30.

Menyenangkan. Ada capeknya, telapak tanganku sampai pegal efek mendayung, ada happy, so far enggak ada yang mengecewakan. Alhamdulillah.

Sampai bertemu di rafting selanjutnya. Semoga ya.

Jogja, 26 Mei 2022

TENTANG FILM KKN DI DESA PENARI

KKN di Desa Penari berawal dari thread di Twitter yang ditulis akun bernama @SimpleM81378523. Pertama kali thread KKN di Desa Penari trending di Twitter, enggak perlu menunggu lama juga trending di media sosial lain. Banyak yang membicarakan thread KKN di Desa Penari yang konon berdasarkan kisah nyata.

Awal aku tahu SimpleMan sejujurnya ada rasa greget. Siapa sih dia? Terlihat sangat anonim. Ava Twitternya juga entah sosok SimpleMan yang sebenarnya apa bukan. Bahkan sejak awal aku tahu SimpleMan sampai sekarang avanya enggak berubah.

Boomingnya thread KKN di Desa Penari sampai dijadikan novel dan film. Lumayan berjuang juga film karya Awi Suryadi ini biar bisa tayang. Rencana tayang pertama kali bukan tahun 2022 tapi tahun sebelumnya. Mungkin 2020 atau 2021. Pandemi membuat film KKN di Desa Penari menunda perilisan.

Saking seringnya ditunda enggak jarang warganet yang skeptis sama film horror ini. Ada yang menunggu dengan antusias, ada juga yang tersenyum sinis meragukan film yang ditunda lebih dari satu kali. Rekor kali ya sebagai film yang paling banyak ditunda.

Pasti ada alasan film KKN di Desa Penari ditunda rilisnya, selain karena pandemi. Mungkin pandemi memang alasan utama film ini terus ditunda. Sampai akhirnya di tahun 2022, setelah kondisi semakin menyesuaikan dengan pandemi dan dianggap membaik dibanding sebelumnya, film KKN di Desa Penari resmi rilis.

Mei 2022 menjadi bulan bersejarah buat film (horror) Indonesia. Setelah sebelumnya film Pengabdi Setan menjadi film (horror) terlaris sepanjang masa, kali ini film KKN di Desa Penari merebut rekor. Ya, film yang ditunda terus perilisannya ini resmi menjadi film (horror) terlaris sepanjang masa. Ada 6 juta lebih penonton yang ikut menciptakan rekor baru ini.

Hype yang sangat luar biasa menurutku. Tiket film KKN di Desa Penari selalu habis. Show paling banyak di Theater. Bahkan film Doctor Strange in the Multiverse of Madness bisa dikalahkan film KKN di Desa Penari. Awalnya justru film KKN di Desa Penari diragukan dan banyak yang skeptis karena tayang bersamaan dengan film dari Marvel Cinematic Universe.

Fakta berkata lain. Antusias penonton luar biasa. Bangga juga film Indonesia bisa seheboh dan serame ini bahkan mengalahkan film dari luar yang selalu dianggap superior. Aku menjadi salah satu diantara 6 juta sekian penonton yang ikut membuat sejarah baru perfilman Indonesia.

Menurutku film KKN di Desa Penari worth it ditonton. Enggak sejelek itu. Aku kasih 8/10. Horror yang dibangun tetap membuatku sembunyi dibalik jaket tapi bukan horror yang sangat menghantui penontonnya. Pesan yang aku dapat di film ini juga ngena banget.

Hormatilah setiap aturan di mana pun kita berada. Hormati setiap tempat yang kita datangi. Walau terdengar lelucon, enggak masuk akal, atau apalah itu, menghormati adalah kunci. Jangan sembarangan. Jangan asal-asalan.

Ayu dan Bima yang malang. Widya yang menjadi saksi hidup kemalangan Ayu di dunia lain. Nur yang bisa menarik perhatian "mereka" tapi sosok Mbok Penjaga membuat dia ada dalam situasi "aman". Wahyu yang nyebelin dan pengen aku 'hiiih' rasanya. Anton yang ternyata adalah...

Khusus Anton aku benar-benar enggak nyangka. Calvin Jeremy yang ada dalam benakku bukanlah seperti itu. Calvin Jeremy yang melekat di mataku adalah sebagai penyanyi. Aku suka lagu Berdua. Lagu yang easy listening dan punya lirik yang ngena di hati. Bukan satu kali kiprah akting Calvin Jeremy enggak aku sadari. Sebelumnya di film... Dua Garis Biru? Mariposa? Calvin Jeremy benar-benar bikin aku ternganga.

Ada banyak yang bilang film KKN di Desa Penari begini dan begitu. Lebih cocok jadi film azab di Indosiar dibanding jadi film horror, dialog Bahasa Jawa yang enggak konsisten, dan lain-lainnya. Buatku film KKN di Desa Penari tetap worth it. Pemandangan alam pedesaannya sejuk dan menyenangkan.

Overall, aku suka film ini. Pasti ada kekurangan dan bala-balanya tapi buatku sama sekali enggak sia-sia beli tiketnya. Walau bukan film yang membuatku antusias menggebu-gebu pengen nonton, jujurly aku kena efek hypenya. Good job!

Katanya bakal ada film lain yang mengadaptasi thread SimpleMan. Apakah bakal sebooming film KKN di Desa Penari?

Jogja, 18 Mei 2022

AKHIR DI AWAL

Februari pertengahan kemarin, kalo enggak salah, aku memulai hari pertama sebagai Content Creator di Portal Purwokerto, jejaringnya Pikiran Rakyat. Artikel pertamaku tentang series Stranger Things. Fakta-fakta mengenai series ini.

Mbak Gesti, Editor Portal Purwokerto, bilang artikel pertamaku itu dapat sambutan yang oke. Views-nya bagai gayung bersambut. Aku tentu saja tersenyum bangga mendengarnya.

Artikel keduaku tentang Red Velvet sepertinya. Red Velvet yang merilis single/album baru. Aku bukan fans K-Pop banget tapi aku suka. Masih ingat semangatnya aku nulis tentang Red Velvet.

Pernah juga nulis tentang Bae Suzy yang rilis lagu baru. Ngambil sumbernya di Twitter sama Soompi kalo enggak salah. Eh bukan, tapi media online Korea yang namanya aku lupa. Bukan Soompi deh.

Salah satu aturan menjadi Content Creator PRMN a.k.a Pikiran Rakyat Media Network, sumber tulisan enggak boleh dari media kompetitor. Kompas, CNN Indonesia, Tribun, Republika, dan teman-temannya masuk dalam blacklist. Maksudnya enggak boleh dijadikan sumber artikel.

Nulis tentang kesehatan juga enggak boleh ambil sumber di Halo Dek, eh maksudnya Halo Dok. Sumber yang boleh dan aman sesuai Buku Putih PRMN adalah website luar negeri yang enggak ada versi Bahasa Indonesia.

Soompi, Reuters, Healthline, dan teman-temannya. Betapa pusingnya aku mencari sumber tulisan berbahasa Inggris. Sangat menguras energi. Yah... kemampuan menerjemahku belum serenyah ayam crispy KFC.

Satu-satunya website berbahasa Indonesia yang boleh dijadikan sumber hanya Antara. Aku pernah mengutip beberapa, salah satunya resep makanan ala Jepang. Aku lupa namanya.

Waktu itu aku belum mengandalkan Google Trends dan kueri atau kata kunci. Padahal waktu pelatihan sudah dibahas. Setelah meeting online ke sekian, berkat pengingat dari Mbak Gesti, aku baru mengandalkan Google Trends dan cek kueri.

Harus banget! Apa yang lagi populer? Apa yang lagi dicari warganet? Tulisan tentang apa sih? Kata Mbak Evi, Pemimpin Redaksi Portal Purwokerto, jangan bikin tulisan yang akhirnya jadi "sampah".

Artinya tulisan yang enggak masuk kueri dan enggak berdasarkan Google Trends, ada banget kemungkinan enggak "laku". Jumlah klik sangat menentukan di sini.

Bukan clickbait ya. Bukan sengaja bikin judul tulisan yang membuat orang kena trigger. Makanya Google Trends dan kueri menjadi kunci.

Target setiap hari adalah 10 artikel. Idealnya. Aku belum pernah menulis sampai 10 artikel dalam sehari. Energiku sepertinya enggak cukup banyak untuk itu.

Aku menarget enam artikel sehari. Enggak melulu enam sih faktanya, tapi minimal tiga artikel. Ada hari di mana aku merasa lelah dan memutuskan rehat. Pernah aku rehat Sabtu dan Minggu. Senin adalah hari liburku. Rehat yang panjang.

Gimana enggak panjang? Rehat maksimal itu sehari, kecuali ada urusan tertentu. Perlu izin ke Mbak-Mbak Editor sebenarnya kalo mau rehat sekian hari.

Banyak ilmu yang aku serap dengan menjadi Content Creator di Portal Purwokerto. Banyak cerita yang bikin aku terkenang-kenang. Yah... aku memutuskan mengundurkan diri.

Masih di awal tapi aku memilih untuk mengakhirinya. Aku enggak ingin menulis karena beban. Aku ingin tetap menulis dengan senang. Tanpa tekanan.

Bukan deadline ya. Wajar ada deadline. Bebannya itu lebih ke aku enggak happy. Ada rasa berat yang membuatku enggak merasa ringan.

Bukan alasan ini aja yang membuatku memilih pamit. Aku memilih kesibukan lain. Aku memilih 'rumah' dan cerita lain di luar sana.

Waktu aku izin pamit sama Mbak Gesti dan Mbak Evi, rasanya muncul perasaan lega. Bebanku seolah menghilang. Bukan, bukan aku terpaksa jadi Content Creator. Kali ini tanggung jawab yang baru aku pegang bisa dibilang cukup sampai di sini.

Tetap ada rasa menyenangkan menjadi bagian dari Portal Purwokerto. Walau ceritaku enggak banyak di sini tapi semua kenangannya tetap tersimpan rapi. Sekarang saatnya aku mengenang dan mengingat-ingat masa itu.

Grup WhatsApp Portal Purwokerto masih aku simpan. Aku sudah izin pamit dari grup tapi enggak aku hapus. Biarlah menjadi kenangan yang aku ceritakan suatu hari nanti.

Jogja, 9 Mei 2022