INISIATIF



#Day_16

Memulai duluan itu jarang ada yang mau. Kebanyakan nunggu yang lain dulu baru memulai. Yah.. hanya sekedar ikut-ikutan, enggak berinisiatif duluan. Hmm.. enggak bisa digeneralisir juga, karena masih ada kok orang yang selalu punya inisiatif.

Ada juga tipikal yang seharusnya inisiatif tapi lagi-lagi enggak mau memulai dulu, tapi pakai ‘pancingan’ biar ada orang lain yang memulai, barulah tipe ini akan menunjukkan ke-inisiatif-annya. Biar orang-orang enggak melihatnya sebagai yang pertama, karena kadang jadi yang pertama itu justru dihindari.

Pertama bertanya, pertama datang saat janjian, pertama masuk kelas dan memilih bangku di depan dll, dll. Pertama bertanya saat ada diskusi kelas, jarang banget ada yang serentak jadi yang pertama dan membingungkan si penerima pertanyaan karena harus memilih satu diantara yang banyak. Pertanyaan pertama keluar biasanya setelah orang-orang mulai berbisik-bisik, bilang ‘kamu dulu-kamu dulu’ yang akhirnya bikin greget.

Pertama datang saat janjian? Pertama datang telat, iya, disusul telat yang lain. Jarang ada yang sudah ngumpul semua di jam yang dijanjikan. Pasti harus nunggu dia dan mereka. Sesuatu yang serba pertama ini bukan cuma sebatas bertanya di kelas, datang janjian, dan bla to the bla. Memulai berbuat baik, pertama menyapa, pertama memberi salam, pertama menghalalkanmu…

Jangan ragu buat jadi yang pertama. Ada kesempatan pertama, langsung ambil! Ada ide apa, langsung ekseksusi. Jangan nunggu nanti karena kita enggak tahu, ‘nanti’ itu ada atau enggak.[]

22.6.2016
#29HariMenulisCinta

PRIORITAS



#Day_15 

Mana yang akan didahulukan? Sesuatu yang lebih penting, jelas. Kadang ada juga lebih menomorsatukan yang sebenarnya enggak penting. Penting dan enggak penting versi siapa? Diri-sendiri atau orang lain? Pakai logika dan hati biar lebih ‘ngeh’ penting dan enggak penting versi siapa. Versi gue? Versi teman-teman gue?
 
Pilihan selalu ada, enggak cuma di lembar soal ujian. Pilihan itu kadang… rasanya sulit. Harus pilih yang mana? Lebih sulit lagi kalau pilihan-pilihan itu enggak ada yang dihilangkan, tapi harus dilakukan berdasarkan tingkat kepentinngannya, mana yang pertama, kedua, ketiga…

Antara prioritas dan keinginan memang berdampingan. Jelas-jelas paham mana yang pertama, tapi karena enggak sesuai keinginan akhirnya memilih yang seharusnya bisa dilakukan nanti. Beberapa hal memang bisa membuat kita terlena dan mengaburkan antara prioritas dan keinginan. Enggak ada salahnya menahan dulu keinginan dan menunaikan prioritas, daripada memilih pilihan yang enggak tepat dan jadi berantakan. Secara teori memang begitu, tapi prakteknya Gaes yang.. ya begitulah. Berjuang dong.

Batas dua hal ini sangat jelas, tapi banyak yang sengaja mengaburkan. Akhirnya bingung sendiri mau pilih mana yang akan didahulukan. Kebingungan yang dibuat sendiri. Diantara sekian yang berlabel ‘penting’ bahkan bisa diurutkan mana yang pertama, kedua, ketiga. Susah, tapi memang harus seperti itu. Kalau lembar soal harus dijawab yang paling mudah dulu, prioritas dipilih dari seberapa penting untuk dilakukan. Tarik nafas dulu biar enggak panik.

Memang harus benar-benar bijak, bukan hanya karena sekedar keinginan semu diri-sendiri.[]

21.6.2016
#29HariMenulisCinta

MOMEN


#Day_14

Setiap orang punya momen luar biasa dalam hidupnya. Senang, bahagia, semua hal yang menyenangkan akan terukir menjadi momen yang indah untuk dikenang. Setiap hal pasti ada momentum yang tepat untuk dilakukan, termasuk untuk menyatukan yang lama berpisah karena kesibukan.

Ramadhan, salah satunya, jadi momen yang sangat dinantikan untuk menyatukan ikatan yang mulai longgar. Buka puasa bersama di sini.. di sana.. bersama dengan ini.. dengan itu.. Terlalu bersemangat sampai ada yang sengaja mengakhirkan maghrib, karena terlalu asyik ngalor-ngidul, bahkan  ada juga yang justru melewatkannya begitu saja. 

Momen yang tepat di saat yang tepat, memang bisa menyatukan yang sudah lama berpisah. Masing-masing meluangkan waktu demi memenuhi ajakan untuk berkumpul bersama. Selain waktu seperti ini, sepertinya susah buat sekedar ngumpul ber-haha-hihi seperti anak kecil tanpa beban.
Memang harus ada momen tepat yang menyatukan, tapi jangan sampai ‘terjebak’ karena terlalu menikmatinya.[]

20.6.2016
#29HariMenulisCinta

REAL YOU



#Day_13

Benarkah seseorang akan ketahuan seperti apa sifat sebenarnya setelah berurusan dengan uang? Bisa jadi. Uang kadang membutakan segalanya. Uang bikin orang mabuk-kepayang, saling sikut bahkan dengan saudara sendiri. Sudah banyak cerita tentang seseorang membunuh karena uang. Seseorang menghilangkan nyawa ‘hanya’ karena hal sepele. Na'udzubillah...

Uang itu memang racun, berapapun besarnya nominal. Pernah mendengar seseorang membunuh karena uang receh? Hanya seharga sebatang rokok? Dunia memang sudah keblinger. Kemanusiaan bisa dihargai dengan nominal uang.

Hati-hati dengan jerat manis uang yang berduri dibaliknya. Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin manis jerat yang siap menyerang. Coba bayangkan jika kau diserang oleh sesuatu yang justru membuatmu terlena? Apa kau tetap waspada? Atau justru terhanyut?

Maling-maling yang main ‘cantik’ di kursi pemerintahan bukankah dulu, saat menjadi mahasiswa, atau bahkan sesaat sebelum terjerat manisnya uang, adalah orang yang punya idealisme? Mereka, maling-maling itu, paham bahwa mencuri adalah perbuatan nista, tapi mata mereka dibutakan. Sepertinya bagi mereka, kata ‘mencuri’ hanya berlaku untuk sebatang kayu, sebiji cokelat, bukan untuk berlembar-lembar kertas berwarna merah bergambar Presiden pertama RI milik orang banyak.

Miris! Uang bisa memperlihatkan seperti apa dirimu yang sebenarnya. Apakah amanah atau justru khianat? Astaghfirullah...

Uang memang bukan segalanya, orang bijak selalu bilang begitu, tapi mari bicara realita. Kita butuh uang? Iya, butuh. Kita bisa hidup tanpa uang? Bisa hidup, bisa.. tapi jika enggak mengantongi serupiah pun uang, apa bisa ‘hidup’? Jadi bar-bar, iya. Uang memang bisa melenakan, tapi sebagai hamba yang mengharap bisa berkumpul di Tanah Kerinduan, seharusnya benar-benar menjaga hati dari manisnya perangkap bernama uang.

Memang susah, tapi enggak ada yang susah di dunia ini jika terus mengingat Yang Maha Tinggi dan menyerahkan segala perkara tetek-bengek ini kepada-Nya.

Hidup memang selalu ada cobaan. Selalu...

19.6.2016
#29HariMenulisCinta

FOLLOW



#Day_12

Pertemanan bisa berubah hanya karena follow-unfollow. Katanya teman, kok enggak follow balik sih? Follow/ unfollow itu pilihan. Selektif biar enggak cuma jadi spam. Ada satu pilihan lagi, block. Nah.. ini yang susah. Perkara follow dan unfollow bisa dibilang masih lebih gampang, tapi soal nge-block, ini yang susah, kecuali kalau benar-benar benci dengan sesuatu yang pantas di-block.

Biar hidup enggak berasa flat, mengutip jargon salah satu iklan keripik kentang, ‘life is never flat’, perlu follow yang bikin hidup makin asyik. Follow, unfollow, block buat kehidupan nyata tentu perlu banget. Bayangkan kalau enggak selektif, asal follow, wah.. bisa-bisa berantakan. 

Follow yang bikin hidup enggak cuma asyik, tapi juga berkah. Unfollow hal-hal enggak penting dan block hal-hal yang sangat bertentangan dengan tuntunan Sang Semesta.

Follow, unfollow, block buat media sosial, gampang. Just one click and done! Realistisnya sama gampang enggak?

18.6.2016
#29HariMenulisCinta