YANG PALING BANYAK TERTAWA

Benarkah anggapan orang yang paling banyak tertawa adalah orang yang paling banyak sedih? Bisa iya, bisa juga enggak.

Ada kok yang memang tertawa benar-benar murni menertawakan sesuatu yang lucu. Bukan untuk menutupi perasaan kesedihannya.

Ada juga memang yang tertawa untuk menutupi kesedihan. Aku pernah punya teman seperti ini.

Aku melihatnya dari perspektifku sendiri ya. Bisa jadi yang aku lihat enggak sepenuhnya benar.

Waktu SMA, aku ada seorang teman. Cewek. Namanya... Perlu sebut nama? Anonim saja ya.

Dia selalu bikin ketawa teman-teman di kelas. Capek kalau sama dia. Capek ngetawain tingkah kocaknya.

Satu hari terdengar kabar, dia punya masalah di rumah. Katanya, dia mendapatkan pelecehan dari ayahnya sendiri.

Aku lupa ayah kandung atau bukan, tapi waktu itu sempat beredar kabar seperti itu. Dibalik cerianya, ada satu momen yang aku ingat secara samar, tatapan matanya kosong.

Entahlah aku enggak terlalu ingat, tapi kayak pernah ngelihat dia dengan kondisi begitu. Dia juga pernah pingsan waktu ikut kegiatan ekskul.

Aku enggak tahu sakitnya apa. Sepanjang aku kenal dia, enggak ada tanda-tanda dia sakit. Apa mungkin sakitnya karena psikologis?

Aku melihat temanku dari perspektifku. Sangat subjektif. Bisa jadi salah apa yang aku lihat. Bisa jadi ada benarnya walau enggak sepenuhnya.

Aku juga ada seorang teman. Cewek juga. Personanya adalah ceria. Semangat dan keceriaan sudah menjadi image yang melekat pada dirinya.

Aku tahu dibalik personanya itu, dia menyimpan luka. Dia kuat banget. Sanggup bertahan selama ini dengan luka yang mungkin akan seumur hidupnya dia rasakan.

Hanya pertemuan di alam selanjutnya yang membuat lukanya sembuh. Sekuat itu bertahan. Pasti ada alasan yang menguatkan.

Enggak cuma seorang teman, tapi aku punya seseorang terdekat yang juga sama kuatnya. Aku rasa orang lain belum tentu sekuat itu.

Tertawa enggak selamanya menutupi kesedihan. Tetap ada hal-hal bahagia yang dilengkapi dengan tawa.

Untuk yang menutupi kesedihannya dengan tertawa, aku harap kamu bisa baik-baik saja. Aku harap kamu kuat.

Jogja, 30 Maret 2022

CERITA YANG SEBENARNYA

Ada banyak versi dari setiap cerita. Kalo enggak mengalami sendiri, siap-siap menerima versi yang berbeda.

Ada yang memang valid ceritanya, ada juga yang berdasarkan sentimen pribadi. Enggak ada yang 100 persen putih atau hitam.

Rasanya semua menjadi abu-abu. Perpaduan antara putih dan hitam. Ada sisi baik dari sebuah sisi jahat.

Ada juga sisi jahat dari sebuah sisi baik. Sesuatu yang kita enggak tahu dari seseorang sebaiknya enggak perlu dicari tahu.

Khususnya tentang masa lalu seseorang. Sepanjang saat kita bersama dia enggak ada hal-hal yang merugikan, buat apa mengorek masa lalu yang mungkin akan mengubah sudut pandang?

Setiap orang punya masa lalu. Baik dan buruk. Aku menerima versi seseorang yang sekarang tanpa harus cari tahu masa lalunya. Asal hubungan kami enggak ada yang dirugikan.

Normal aja kayak hubungan manusia kebanyakan. Beda cerita kalo dia manipulatif, penjilat, egois, dan sederet sikap lain yang justru menancapkan pisau dari belakang.

Cerita siapa yang harus dipercaya? Berada di posisi tengah mungkin bisa jadi pilihan, tapi mengambil sikap untuk berada di salah satunya juga enggak ada salahnya.

Aku hanya harus ingat enggak ada putih yang benar-benar putih. Enggak ada hitam yang benar-benar hitam.

Manusia selalu punya sisi.

Jogja, 28 Maret 2022

ALASAN BERTAHAN

Sejak jadi content creator di sebuah media daring, semangatku naik dan turun. Sebelum mulai nulis aku semangat. Pasti bisalah nulis 10 artikel per hari.

Aku udah ngebayangin rencana-rencananya. Pembagian waktunya. Ah, indahnya. Nyatanya tidak berjalan semulus itu.

Sampai cerita ini aku tulis belum pernah aku bikin 10 artikel dalam sehari. Alasannya lelah. Membatasi diri sebenarnya.

Aku bisa bikin 10 artikel sehari. Cuma diri sendiri enggak menguatkan. Menargetkannya malah di bawah 10 artikel.

Gimana bisa melewati tantangan kalo diri-sendiri aja udah bikin batasan? Awalnya aku target enam artikel sehari.

Abis itu berubah jadi lima artikel. Akhirnya justru lebih sering enggak nyampe lima. Tiga paling mentok.

Ada aja alasannya. Sumber artikel juga lumayan bikin pening. Nyari sumber di mana? Media ini kompetitor. Media itu kompetitor.

Solusinya cari sumber di media luar negeri yang enggak ada versi Indonesia. Paling aman begini. Cuma aku pusing nerjemah sendiri. Pusing merangkai kata yang enggak kaku.

Media berbahasa Inggris ya. Bukan bahasa yang lain. Bahasa Inggrisku pasif dan PR banget menerjemah, apalagi di media online yang bahasannya berat.

Semacam apa yang sedang terjadi pada dunia. Pusing! Artikel yang aku bikin, 'kan berpedoman sama Google Trends.

Tiap ada trend yang menarik, media-media kompetitor banyak yang ngebahas tapi mereka dapat dari mana? Kalo enggak dilarang ngambil sumber dari kompetitor mungkin aku enggak sepusing itu.

Lagian kompetitor juga ngambil dari media lain, 'kan? Mungkin media daring luar negeri. Cuma lebih sering pas aku baca media kompetitor enggak ngasih keterangan sumber tulisan.

Alasanku (masih) bertahan di sini karena aku percaya pelangi itu akan datang. Akan ada pelangi setelah hujan.

Ibaratnya semangatku kayak roller coaster. Ujian nih. Aku bisa apa enggak melewati hujan ini? Bisa bertahan enggak?

Kalo aku tetap bertahan pelangi itu pasti ada. Datangnya bisa cepat atau sebaliknya. Aku hanya perlu terus berharap pelangi itu benar-benar datang.

Otw, oke tunggu wae.

Sekarang aku ngerjain apa yang bisa aku kerjain. Pembatasan diri dan sejenisnya biarlah. Yang penting aku enggak maksa banget.

Pasti ada rasa 'maksa' itu, cuma kadarnya beda. Aku juga 'memaksa' diri-sendiri tapi masih dalam batas aku mau melakukannya dan enggak berat.

Beda sih kalo aku ngerasa berat ngejalaninnya. Mending enggak usah sekalian.

Jogja, 27 Maret 2022

CERITA YANG DILEPASKAN

Kayaknya cuma di sini aku bisa bercerita lepas. Yang baca ya aku sendiri. Bisa sih dibaca siapa pun tapi entah kapan dan gimana caranya.

Bisa kok kalo bener-bener diseriusin. Monetisasi. Cuma sekarang aku enggak fokus ke arah ini. Ya udah cerita aja lepas tanpa beban.

Enggak sih enggak selepas itu juga. Aku tau tulisan ini ada di ruang publik. Siapa pun bisa baca. Makanya aku enggak benar-benar lepas cerita semuanya. Sedetail-detailnya.

Tetep jujur kok. Cuma ada bagian cerita yang aku simpan buat diriku sendiri. Aku enggak tau nantinya bakal aku ceritakan di sini apa enggak.

Satu keadaan yang menurutku menyebalkan adalah saat kehabisan uang, gajian masih sekian hari lagi, minjam ke orang (yang biasanya aku pinjam) enggak enak, minjam ke orang tua juga enggak enak sebenarnya.

Aku benci keadaan ini tapi selalu terulang lagi dan lagi. Apa yang sebaiknya aku lakukan? Berhemat seperti apa yang enggak bikin aku berputar di lingkaran yang menyebalkan?

Aku tau solusinya tapi enggak mau ngelakuinnya. Masak. Coba masak sendiri. Bisa lebih hemat, 'kan dibanding tiap makan beli di warung?

Satu menu buat makan seharian, misal oseng-oseng kacang panjang sama tempe goreng. Mungkin Rp10 ribu udah bisa dapat dua bahan ini. Dimasak bisa buat sehari penuh. Sarapan, makan siang, makan malam.

Makan di luar bervariasi harganya. Ada yang sekali makan Rp12 ribu. Ada yang Rp15 ribu. Rp20 ribu juga ada. Bervariasi banget tergantung aku makannya di mana.

Aku enggak pernah makan sehari di warung yang sama. Pasti selalu ganti. Misal sarapan di warung jajanan pasar. Makan siang di Warung Rata-rata. Makan malam di warung ayam goreng dan teman-temannya.

Makan di Warung Rata-rata bisa dibilang lebih hemat tapi aku enggak mau tiap makan di sana terus. Menunya enggak pernah ganti. Bisa mati rasa ini lidah.

Di rumah juga masaknya itu-itu aja tapi, 'kan beda. Itu-itu aja tapi variatif. Enggak ngebosenin. Menu di Warung Rata-rata dan hampir setiap warung makan sih pasti menunya sama terus. Bosan.

Kapan ya bisa terbebas dari lingkaran menyebalkan ini? Sejak aku enggak siaran di tempat kedua efeknya berasa. Sekarang udah ada penggantinya tapi bukan siaran.

Penggantinya ini tergantung traffic. Kalo rame bisa cuan. Kalo sepi ya makan tuh ala kadar. Ada loh yang dapat lebih dari yang pernah aku dapat dari siaran di dua tempat.

Kok bisa ya? Kok bisa dia dapat traffic? Aku emang masih baru di sini. Dibanding mereka yang selalu dapat traffic jelas sangat beda. Bahkan aku diantara yang sama-sama baru juga ada di ururan terakhir yang dapat traffic.

Jadi gimana? Apa aku menyerah aja? Antara iya dan enggak. Iya karena aku merasa enggak dapat sesuai yang ekpektasi. Eh, belum ding. Fee pertama di sini aja belum keluar. Enggak tau sih dapatnya sesuai ekspektasi apa enggak.

Harapan jelas pengen sesuai ekspektasi tapi aku sadar diri. Traffic-ku paling rendah dibanding yang sama-sama baru. Apa ekspektasiku bakal jadi nyata?

Memilih tetap bertahan karena aku masih baru di sini. Bertahan dulu sampai sekian waktu. Sampai aku merasa ekspektasi yang aku inginkan enggak tercapai mulu. Siapa tau dengan aku tetap bertahan nantinya aku bisa ngerasain dapat traffic tinggi.

Semoga. Sangat berharap. Tergantung usaha keras juga.

Jogja, 26 Maret 2022

CERITA TENTANG PERPISAHAN

Namanya hidup pasti ada macam-macam fase. Lagi-lagi aku bercerita tentang perpisahan. Kenapa ya?

Waktu masih sama-sama, masih bisa ketemu, dan main bareng, aku enggak ada kepikiran cerita. Sekarang mendekati perpisahan jadi pengen cerita.

Seenggaknya aku bercerita tentang kenangan-kenangan yang pernah kami lalui.

Awal April 2022, aku harus melambaikan tangan sama seorang teman. Namanya Lyn.

Banyak momen yang kami lewati. Walau enggak sebanyak itu, tapi lumayan banyak. Ada momen yang sengaja kami sempatkan waktunya untuk dibikin bersama.

Kebanyakan momen yang aku dan Lyn buat tentang makanan. Mencoba berbagai kuliner yang melintas di timeline Instagram.

Kami pernah jauh-jauh ke Kulonprogo demi Mie Ayam Pakde Wonogiri. Mie ayam yang topping ayamnya penuh sampai tumpah-tumpah.

Seniat itu!

Pernah juga kami datang ke Malioboro nyobain jajanan ala India. Pemilik kedainya asli orang India. Jangan dibayangin jajanan India yang serba pakai tangan itu ya.

Ini beda. Macam jajanannya sih sama, tapi enggak serba pakai tangan secara langsung.

Nobar a.k.a nonton bareng juga pernah. Terakhir kami nonton film Eternals. Semoga bukan benar-benar terakhir.

Nyobain marugame udon, ramen, kantin ala Jepang di Jalan Magelang, kantin ala Jepang yang penuh banget di sore itu, banyak cerita yang aku lewati bareng Lyn. Akhirnya cerita kami harus berhenti dulu.

April nanti Lyn mau ke Jepang. Bukan liburan tapi melanjutkan hidup. Banyak mimpi yang bakal Lyn wujudkan di Negeri Sakura, salah satunya jadi vlogger.

Rencananya awal April nanti aku sama Lyn kembali bercerita. Ada satu tempat makan namanya Kimukatsu yang bakal jadi saksi cerita perpisahan kami.

Aku berharap suatu hari nanti bisa cerita-cerita sama Lyn lagi. Bisa dapat rekomendasi jajanan dan kuliner yang dikirim Lyn lewat DM Instagram.

Semoga.

Jogja, 25 Maret 2022

JADI CONTENT CREATOR

Bisa enggak ya? Bisa enggak ya? Awalnya aku ragu buat ikutan pelatihan content creator dari Pikiran Rakyat Media Network.

Pikiran Rakyat? Terdengar enggak asing, tapi apa? Waktu Mbak Dessi, temanku, ngajakin ikutan pelatihan, aku sempat mikir, berhubungan sama politik, 'kah?

Tentu saja tidak. Pikiran Rakyat adalah sebuah media online yang enggak kalah sama Kompas, Detik, Tempo, dan kawan-kawan. Kenapa enggak kalah?

Cukup bisa diperhitungkan kok. Bukan sekedar media online biasa-biasa. Mungkin secara ranking, bukan yang menjadi nomor satu.

Bisalah sejajar sama media online lain. Eh, ini pernyataan subjektif banget ya. Bukan berasal dari data. Menurutku sih Pikiran Rakyat enggak kalah keren.

Sebelumnya Pikiran Rakyat adalah koran harian. Semacam Suara Merdeka di Semarang, Harian Jogja di Jogja. Tahun berapa gitu, koran Pikiran Rakyat harus menutup lembaran.

Beralihlah jadi media online. Semakin berkembang dan berproses, Pikiran Rakyat enggak cuma satu, tapi banyak partner-nya, salah satunya Portal Purwokerto.

Di sinilah aku mendaftarkan diri ikut pelatihan. Makasih, Mbak Dessi, udah ngajakin aku. Enam hari penuh dari jam 8 pagi sampai 11 siang buat Sesi 1. Lanjut dari jam 2 siang sampai 5 sore buat Sesi 2.

Capek-capeknya dan bosan-bosannya ikut pelatihan pasti aku rasain. Bahkan aku hampir memilih buat menyerah. Aku mau rebahan dan chill aja deh, pikirku waktu itu.

Berkat tekad dan semangat, aku tetap ikutan pelatihan sampai hari terakhir. Rasanya legaaa... banget. Selangkah lebih dekat jadi content creator di Portal Purwokerto, bagian dari Pikiran Rakyat Media Network.

Sejujurnya aku deg-degan. Aku bisa enggak ya? Ada semacam kekhawatiran. Oke, tenang. Bisa kok. Yuk bisa yuk.

Apa yang bikin aku khawatir? Writer's block. Gimana kalo ini... kalo itu... Tolong, jangan berpikir bla bla bla dulu sebelum menjalaninya.

Aku memang sempat ragu jadi content creator Portal Purwokerto, tapi sekarang di sinilah aku. Sudah lebih dari 100 artikel aku tulis. Walau enggak semuanya di-publish karena kendala bla bla bla.

Semangat naik-turunnya ada banget. Kadang semangat, kadang melempem. Bakal jadi semangat kalo artikelku udah berhasil di-publish.

Capek ngetik dan nyari referensi tulisan serasa terbayarkan. Ada kepuasan tersendiri.

Tantangan ada banget. Sukanya juga ada. Dukanya ya sama ada juga. Nano-nano deh rasanya. Semoga nanti aku bisa menghasilkan rupiah yang lebih kayak mereka.

Bukan semata demi rupiah, tapi, 'kan ini bagian dari hakku juga sebagai content creator.

Jogja, 24 Maret 2022