Ini cerpen duet pertamaku bareng Leanie Nur Komariyah, sobatku. ^ ^
PURNAMA YANG TERSENYUM
Purnama yang selalu menyapa sempurna dan senang bercengkerama dengan bintang kini tampak muram. Angin nakal sepoi menghembus wajah dua insan yang tengah terpaku saling membisu.
“Apa yang dia lakukan padamu, Arfi ?” Rifai menatap lekat gadis di sampingnya. Gadis yang kini tak seriang dulu. Gadis yang sudah lama membuat rindunya tertahan untuk keluar.
“Sudah hampir tengah malam. Sebaiknya kita pulang saja Fai. Takut Ibu mengomel!” Arfi bangkit dari tempatnya duduk. Tanah berumput yang terbuka. Seluas mata memandang hanya hamparan rumput hijau yang tertangkap mata. Lapangan sepak bola. Yah, lapangan yang berada hanya beberapa meter dari rumah Arfi. Tempat favorit Arfi dan Rifai untuk menuangkan resah, gelisah, suka dan duka pada malam hari.
“Fi!” Rifai dengan lekas menyigap lengan Arfi. “Kenapa nggak menjawab pertanyaanku?”
Arfi menghembuskan nafas panjang, kemudian kembali duduk di samping Rifai.
“Oh yah, sejak kapan kamu memanggilku Arfi? Dari kecil kamu biasanya memanggilku tembem,” Arfi berusaha menghindar dari pertanyaan Rifai.
“Sejak kamu tumbuh menjadi gadis cantik dan jelita.” Sejurus senyum Rifai mengembang.
“Jangan menggombal!” Arfi tertegun. Menatap mata Rifai tanpa senyum. Rifai menangkap sorot matanya. Sorot mata yang penuh luka, tak sebening dulu. Dimana mata bening itu? Mata bening yang selalu bisa menyeret jiwa Rifai terhanyut oleh kenyamanan.
“Ayolah Fi, jawab pertanyaanku!” katanya memohon.
“Pertanyaan?” Arfi pura-pura tak mengerti
“Iya. Apa yang dia lakukan padamu? Sampai hampir setiap hari kamu terlihat murung, bahkan aku hampir tidak mengenalimu”.