Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

FUN #1

Selamat malam. Apakabar di hari ke-15 bulan paling bontot ini? Kali ini, aku bakal bercerita tentang KKN. He he he... Lama ya, cerita edisi KKN nggak keluar. Edisi KKN #1, baru kenalan sama teman-teman KKN. Aku sempat menjanjikan akan bercerita tentang suka dan duka KKN. Nah, inilah saatnya aku memenuhi janji itu. Lebih baik langsung suka dan duka diceritakan atau pilih satu dulu ya? Hmm.. pilih sukanya dulu saja deh ya. Eh, btw setelah aku cek, ternyata aku sudah cerita edisi KKN #2. Hi hi hi... Saking lamanya, aku sampai lupa. Gomene minna. :$ Hal-hal menyenangkan saat KKN... hmm.. apa ya? Ada kok hal menyenangkan saat KKN yang hingga saat ini, detik ini, aku merindukannya. Saat makan bareng teman-teman KKN, berasa banget kebersamaannya. Saat makan, kami bisa bercanda, tertawa bareng, bahkan hingga nge'bully' salah satu dari kami (masih ingat Puput 'kan yang pernah aku ceritain di edisi KKN #1? :D). Kebersamaan banget saat makan itu. Masakan apapun, pasti kami melahapny

KENANGAN

Setiap orang pasti punya kenangan, entah itu kenangan yang menyenangkan atau menyebalkan. Paling jengkel, jika kenangan yang menyebalkan justru terus terngiang-ngiang di ingatan. Kadang merasa aneh juga, kok otak merekam begitu jelas ya kejadian yang sebenarnya nggak penting? Kadang pula, hal yang penting, justru cepat menguap. Pasti ada penjelasannya, cuma aku belum tahu. Searching pasti dapat jawabannya. Pernah merasakan rasa kangen akan kenangan secara tiba-tiba? Rasanya... susah diungkapkan dengan kata-kata. Bukan begitu? Rasanya, ingiiin mengulang kembali kenangan itu, tapi dunia nyata nggak punya Doraemon, nggak ada mesin waktu. Yah.. cuma bisa senyum sendiri mengingat kenangan itu. Tapi saat sudah kangeeen... banget, nggak cuma senyum sendiri, tapi juga menghayati banget setiap potongan memori yang melintas di otak. Jika ada mesin waktu atau mesin pemutar waktu atau apapun namanya yang bisa mengembalikan kita ke waktu tertentu, sepertinya menyenangkan ya? Bisa kembali ke ma

#SatuHariSatuKarya MIMPI SANG KAKAK

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aduuuh… berisik sekali. Bagaimana aku bisa konsetrasi belajar kalau berisik begini? Kak Rully, kakakku satu-satunya, terkadang memang menyebalkan. Nyanyi tidak kenal waktu. Memang, kakakku itu hobi nyanyi. Suaranya, yah.. cukup bagus. Tapi seharusnya Kak Rully ingat waktu. Apalagi sekarang waktunya aku belajar.              Aku keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Kak Rully yang bersebelahan dengan kamarku. Kak Rully masih berdendang dengan gitarnya. Kebiasaan Kak Rully saat tengah bernyanyi, asyik dengan dirinya sendiri sampai tidak menyadari apapun yang ada di sekitarnya. Aku ketuk lagi pintu kamarnya. Kali ini lebih keras.              “Kak Rully... Berisiiik!” teriakku sambil menggedor pintu. Bukan hanya aku ketuk, tapi aku gedor agar Kak Rully sadar suaranya sudah mengganggu konsentrasiku. Tiga menit kemudian, pintu terbuka. Kak Rully hanya menjulurkan kepalanya dari balik pintu. “Ada apa, Ta?” Aku memasang tampang kesal.

#SatuHariSatuKarya BUDAK

Pria bersetelan rapi itu tampak ragu. Hati kecilnya mengatakan tidak, tapi kesempatan yang ada benar-benar menggiurkan. Ia menghela nafas. Jangan.. jangan lakukan . Ia memejamkan mata lalu bersandar di sandaran kursi yang empuk.              Fasilitas yang selama ini ia dapatkan sudah lebih dari cukup. Penghasilan tetap, ruang kerja nyaman dan ber-AC, dan tidak perlu berpanas-panasan di bawah terik matahari. Cukup duduk di kursinya yang empuk dengan komputer menyala yang menampilkan sederet angka. Bukan pekerjaan yang sulit. Memang cukup membuat otak lelah, tapi deretan angka-angka rupiah itu sudah menjadi makanan sehari-harinya sejak duduk di bangku kuliah.              Setumpuk berkas hari ini sudah menunggunya. Ia mengambil berkas pertama yang berada di urutan paling atas. Ia pun melupakan keragu-raguan yang sempat menyerang hatinya. [] “Mak, kenapa nggak jualan di rumah saja?” Bayu duduk di samping Emak yang tengah memasukkan nasi rames dalam wadah mika ke dalam ke

#SatuHariSatuKarya REUNI

Saat aku tengah menunggu angkot sambil membaca Al Qur’an di smartphone-ku, ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku spontan menoleh. Seseorang tersenyum kepadaku. Cukup familiar, tapi siapa? Sepertinya aku pernah mengenalnya. “Hei Bro, masih ingat gue nggak?” Aku mengernyitkan dahi. Wajahnya tidak asing. Aku memang seperti mengenalnya. Aku berusaha membuka kembali memoriku. Mencoba mencari-carinya di sudut otakku. “Herdy?”                       “Ah, jangan belagak kaget lu Bro.” Lelaki bernama Herdy spontan memelukku dan menepuk punggungku. Salam darinya yang masih aku ingat. “Apakabar kau, Her?” “Seperti yang lu lihat. Elu nggak jauh beda ya dengan masa SMA dulu. Tetep alim,” kata Herdy melihat penampilanku dari atas ke bawah. Mungkin karena Herdy melihat baju koko-ku. “Ngomong-ngomong lagi ngapain kau di kota ini? Bukannya lulus SMA, kau kuliah di luar kota?” “Gue juga kangen dengan kota ini. Makanya gue sempetin main. Kuliah lu gimana? Jangan-jangan

#SatuHariSatuKarya MERENGKUH KEADILAN

Lampu merah menyala. Kendaraan mulai menghentikan lajunya. Beberapa ada yang pura-pura tidak melihat dengan menerobos rambu itu. Seorang pria duduk di bawah patung garuda, tidak jauh dari lampu yang menyala merah. Ia berjalan terseok-seok dengan membawa koran using di tangan kanannya yang bengkong. Tatapannya tidak fokus. Bola mata menatap ke segala arah dengan ekspresi yang entah apa. Pria itu menyodorkan koran di tangannya. Orang-orang pura-pura tidak peduli. Ada juga yang melihatnya sekilas, kemudian membuang muka. Pria berkulit cokelat legam dengan kaos oblong yang bolong di sana-sini dan celana pendek putih yang kekuningan itu hanya berdiri di bawah lampu merah. Seseorang berbisik kepada temannya, “Eh siapa sih dia?” Yang ditanya hanya mengendikkan bahu. Lampu merah masih menyala. Timer masih berjalan menuju nyala hijau. Terasa lama sekali. Siang yang panas ini membuat lampu merah yang hanya menyala selama 60 detik itu terasa begitu lama. [] Darmanto setiap ha