Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

HARI KE-30

Wah.. enggak berasa sekarang hari ke-30. Sebulan penuh berpuasa eh ngeblog. Bangga juga walau masih merasa banyak kekurangan sana-sini. Belum jadi profesional blogger yang ngasih konten berkualitas didukung data dan fakta di lapangan. Bisa rutin sehari sekali ngeblog saja, rasanya bersyukur banget. Akhirnya blogku bisa hidup setelah sekian lama mati suri. Sedikit flashback awal mula aku memutuskan serius ngeblog ya. Waktu itu beberapa hari sebelum ulangtahunku. Enggak ada alasan khusus, cuma waktu baca-baca postingan sendiri di blog (postingan yang so last year itu), aku langsung punya semangat buat mengaktifkan blog (lagi). Sayang kalau aktifnya cuma berkala, kala-kala posting, kala-kala enggak. Dulu pernah jadi duta shampo lain , eh maksudnya dulu pernah rutin ngeblog. Challenge sih. 30 Hari Menulis Cinta, project dari FLP Jogja. Sayangnya di hari ke-20 apa 25, eh.. apa hari ke-17 ya? Belum 30 hari, aku sudah merasa kehabisan "bahan bakar". Akhirnya macet dan yah..

NAMA

Apalah arti sebuah nama. Hei, nama itu penting loh. Nama adalah doa. Enggak bisa sembarangan memberi nama. Pastinya arti yang positif, sepanjang apapun nama yang diberikan. Dulu, era orangtua kita baru lahir, orangtuanya Generasi 90-an khususnya, pemilihan nama cukup simpel dan tetap punya makna yang positif juga. Kebanyakan satu kata, Suharjo, Sukaesih, Suherman, Sutinah... Let's see nama-nama generasi sekarang, eh.. tunggu.. nama-nama untuk Generasi 90-an juga beda loh. Enggak jauh beda dengan nama-nama generasi sekarang. Mana ada yang namanya cuma satu kata berawalan "-su". Paling enggak, dua suku kata. Mentok, tiga suku kata. Bagus Adisatya, Raisa Andriana, see ? Nama-nama yang diberikan untuk generasi sekarang lebih ribet. Pernah baca satu artikel, tren nama untuk sekarang memang seperti itu. Nama dengan sentuhan Arab, bukan yang semacam Hasanah, Maulana, Fatimah, Ahmad, tapi sedikit lebih ribet. Misal nama "Amira". Bukan ditulis "A-M-I-R-A"

LIBURAN

Libur 'tlah tiba.. Libur tlah tiba.. Hatiku gembira..  Hayooo... ada yang baca sambil nyanyi ya? Oke, kita seumuran. Siapapun pasti semangat banget liburan. Enggak ada yang nolak kesempatan satu ini. Mau liburan ke mana? Maldives? Seoul? Tokyo? Bali? Gunungkidul? Beruntunglah buat yang setiap minggu bisa liburan. Apa? Setiap minggu? Setiap akhir pekan? Really? Iya, setiap akhir pekan. Keren 'kan ? Liburan itu perlu biar enggak panik. Biar enggak sedikit-sedikit sensitif. Liburan itu perlu untuk memperbaiki mood. Apalagi buat cewek yang lagi PMS, perlu banget li-bu-ran. Ayo berlibur! Kerja mulu. Nanti nyesel loh. Manfaat liburan ada segudang, Bro, Sist. Bisa menyegarkan pikiran, ketemu orang baru, kenalan baru, pengalaman baru, semangat baru, semuanya serba refresh . Ibarat komputer, perlu dong shutdown dulu biar enggak hank . Kita juga musti shutdown dulu, musti refresh dulu. Bukan shutdown ding. Mati dong? Destinasi liburan impianmu ke mana? Aku pengen kayak Trin

BUNCIT

Ada yang bilang, cowok yang sudah menikah akan bertambah berat badannya. Sebelum menikah kurus-kering, setelah menikah berubah menjadi cerah-berisi. Enggak sedikit juga cowok yang sudah menikah pelan-pelan menyaingi perut ibu hamil. Akhirnya sebutan “bapak-bapak identik dengan perut buncit” menjadi sangat umum. Apa benar begitu? Apa ada hubungannya? Let’s check! Cowok yang sudah menikah akan berubah posturnya, bisa jadi iya. Pasti ada kemungkinan. Istri jago masak, selalu memanjakan suami dengan cita rasa yang menggoyang lidah. Bisa jadi juga karena kurang memperhatikan penampilan. Mentang-mentang sudah menikah, enggak perlu menjaga penampilan? Enggak semua cowok yang sudah menikah lama-lama akan memiliki perut buncit tapi kalau pola hidup enggak dijaga, ada kemungkinan si perut rata perlahan menjadi semakin di depan. Sehebat apapun istri di ranjang eh di dapur dan suami tetap menjaga pola hidup sehat, bukan enggak mungkin buncit tergantikan dengan atletis. Menjaga penampilan buk

PLASTIK

Setiap orang pasti punya masalah. This is life. Nonsense banget kalau enggak ada masalah. Indonesia punya masalah apa? You know ... beberapa masalah bikin pelik dan kesannya drama banget. Enggak usah disebutin apa saja masalah Indonesia. Sebut salah satu saja deh: sampah. Masalah satu ini di Indonesia sudah ada solusi? Beberapa daerah memang sudah punya solusi buat permasalahan ini, tapi di daerah yang lain justru belum ada. Padahal sampah setiap hari bertambah. Semakin menumpuk, menumpuk, akhirnya menggunung. Pernah melihat gunungan sampah? Dan enggak sedikit dari sampah itu adalah plastik. Butuh waktu berapa lama plastik bisa terurai sempurna? Butuh waktu 10-12 tahun agar sampah plastik bisa terurai sempurna. Sampah kertas akan benar-benar terurai dua sampai enam bulan. Sampah organik a.k.a sampah dari bahan alami seperti kulit buah, sayur, bisa terurai beberapa hari atau beberapa minggu. Paling lama sebulan. Berapa banyak sampah yang kita hasilkan hari ini? Apalagi sampah plasti

POSTUR

Apa kabar atletis? Du du du~ Masih tetap seksi kok. Masih enak dipeluk. Sini.. sini.. Setiap orang punya bentuk tubuh yang berbeda-beda. Ada yang kurus, biasa, gemuk, atletis. Kamu pilih mana? Aku pilih atletis. Mau lihat "roti sobek" di perutku? Bukan roti sobek, tapi roti kasur. Entah aku terdoktrin sejak kapan, bagiku bentuk tubuh ideal yang sangat pas dan tentunya sangat menggoda adalah atletis. Lengan yang padat, bukan bergelambir karena lemak, dada bidang yang padat, perut yang atletis dengan gurat-gurat "roti sobek", entah perut seperti ini keras atau seperti apa, belum pernah pegang. Apalagi kalau ada v-line, mantap, Bro! Cewek normal manapun pasti enggak bisa nolak cowok berbody seperti ini. Atletis yang menarik itu bagiku yang enggak sekering binaraga. Otot-otot yang terlalu bertonjolan bukan lagi suatu keindahan. Maksudnya nilai estetika berkurang. Atletis yang berestetika, atletis yang pasnya segini, mengutip tagline L-Men. Cewek juga ada yang engg

SEMBUNYI

Debat di media sosial bukan jadi sesuatu yang baru. Setiap hari selalu saja ada yang saling merasa benar, saling serang di media sosial. Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain, dan sebagainya. Rasanya jengah dengan komentar-komentar warganet yang enggak sedikit enggak punya etika sama sekali. Kasar, merendahkan pihak lain, fitnah, bebas-sebebasnya. Saking luasnya dunia media sosial membuat siapapun merasa nyaman dan sah-sah saja melakukan apapun, termasuk hate speech , memecah-belah, entah ada tujuan terselubung apa dibalik itu semua. Apa mungkin mereka orang-orang enggak ada kerjaan? Terlalu santai membuat mereka mencari perhatian dengan ujaran kebencian? Entah apa yang di pikiran warganet satu ini. Bikin geleng-geleng kepala lagi, enggak sedikit dari warganet tipe seperti ini yang menggunakan identitas anonim. Menyembunyikan identitas yang sebenarnya. Mereka pengecut. Hanya berani melempar batu, kemudian sembunyi tangan. Beberapa kali aku sengaja kepo akun yang memakai ujar

SAKIT

Rasa sakit apa yang pernah kamu rasakan? Rasa yang paling sakit. Waktu sunat. Diputusin tanpa alasan yang jelas. Digantungin. Friendzone. Ditikung sahabat sendiri. Jadi itu rasa sakit yang paling sakit? Usaha enggak sukses-sukses, banyak hutang pula. Gimana enggak sakit? Sakit, Bro. Sakitnya tuh, sakitnya tuh di sini. Semua rasa sakit itu, rasa sakit yang kamu bilang, masih belum seberapa dibanding rasa sakit seorang perempuan saat melahirkan kehidupan. Melahirkan aku, kamu, mereka, artis, presiden, semua. Seperti apa sakitnya? Seperti seluruh urat dalam tubuh putus dan tercerabut dengan paksa. Bisa dibayangkan seperti apa sakitnya? Sakit yang paling sakit di dunia ini. Perempuan mampu menahan sakit itu. Melewati fase antara hidup dan mati demi bayi mungil yang dinantikan. Perempuan, seorang ibu, yang meninggal karena berjuang melahirkan kehidupan, hanya Surga yang abadi penggantinya. Tanpa hisab, sudah tersedia satu istana di Surga-Nya. Mati syahid. Sungguh mulia seorang perempua

APA INI?

Oke. Sepertinya aku mulai lelah. Waktu terus berjalan dan belum update blog? Apa komitmen yang dibangun waktu itu sudah mulai runtuh? Konsistensiku sudah bagus. Sudah lebih dari 25 hari. Ya, sebanyak itu dan aku akan mengakhirinya begitu saja? Katanya mau jadi blogger? Bahkan aku sudah menuliskan “I’m a blogger” di semua bio media sosialku. Dan sekarang aku mengakhirinya? Selesai? Enggak ada lagi komitmen yang waktu itu yang kokoh tak tertandingi? Semen kali. Aku yang terlalu malas. Kenapa enggak update blog sejak tadi pagi? Terlalu banyak menunda. Seharusnya rencana update blog bukan seperti ini. Sudah di luar rencana. Sedikit berantakan. Semakin berantakan dengan feeling yang menjadi kenyataan. Ya, sebelum aku siaran, aku sempat punya feeling , internet di studio mati. Bagaimana kalau benar seperti itu? Ah, enggak mungkin . Ternyata benar! Internet di studio mati. Update blog harus tertunda sampai menjelang tengah malam. Beberapa jam sebelum berganti hari dan konsistensi satu har

HIJRIYAH

Selamat Tahun Baru Islam 1439 H. Semoga di tahun yang baru ini semakin dimudahkan semuanya. Tentu dimudahkan untuk kebaikan dong. Kok enggak ada euforianya? Bedalah dengan Tahun Masehi. Makna Tahun Islam a.k.a Tahun Hijriyah itu apa sih? Penjelasannya panjang. Aku belum terlalu paham juga. Loh, kok gitu? Miris ya? Bukan beralibi atau semacamnya, tapi yang sama belum paham tentang makna Tahun Hijriyah, bukan cuma aku kok. Ini bukan alibi loh tapi memang faktanya begitu. Jangankan Tahun Islam, bulan-bulan hijriyah saja masih banyak yang enggak paham urutannya bagaimana, sekarang bulan apa, dan lain-lain, dan kawan-kawan. Paling paham pasti bulan Ramadhan, yakin deh mulai dari balita sampai bangkotan pasti sangat paham dengan bulan yang satu ini . Tahun Hijriyah dihitung berdasarkan masa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah. Berbeda dengan Tahun Masehi yang berdasarkan perputaran matahari, Tahun Hijriyah berdasarkan perputaran bulan. Pergantian hari Tahun Hijriyah bukan dimula

GENERASI 90

Tazoz. Tamagochi. Keluarga Cemara. Lupus Milenium. Saras 008. Wiro Sableng. Sailormoon. Power Rangers Mighty Morphin. Kalau disebutin satu-satu bakal panjang banget. Iya ‘kan Generasi 90-an? Hei, apakabar? Lagi sibuk kerja ya? Kuliah? Membina rumah tangga? Begitulah Generasi 90-an sekarang. Generasi fase awal banyak yang sudah menikah dan punya anak. Generasi fase tengah lagi sibuk berkarir. Generasi fase bungsu lagi kuliah. Begitu cepat waktu berlalu. Banyak yang kita rindukan dari waktu itu. Ada sesuatu yang membuat Generasi 90-an baper mengingat kembali masa-masa itu. Pasti enggak sedikit Generasi 90-an yang tetap mengenang apapun dari masa itu. Ada satu kesamaan yang menyatukan walau berbeda usia. Kita generasi yang sama. Bersatu karena kesamaan pengelompokkan yang banyak orang bilang sebagai "generasi". Tiga fase yang sekarang sedang dirasakan Generasi 90-an memang ada benarnya. Aku yang berada di fase tengah merasakan betul. Teman-teman seusiaku sekarang lagi sibu

BLAK-BLAKAN

Kalau manusia punya kemampuan membaca pikiran dan isi hati seseorang, enggak masalah kalau enggak blak-blakan . Apa yang ada di pikiran kita belum tentu sama dengan isi pikiran orang lain. Satu-satunya cara menyatukan pikiranku dengan pikiranmu agar menjadi pikiran kita, ya dengan blak-blakan . Jangan cuma saling diam dan yakin realita akan sama dengan yang ada di pikiran masing-masing. Apa susahnya ngomong? Bukan sesuatu yang negatif 'kan ? Blak-blakan ini juga ada hubungannya dengan sikap saling mengingatkan. Orang bijak bilang, manusia adalah tempatnya lupa. Saling mengingatkan demi mengurangi lupa-lupa itu. Sayangnya ada yang punya prinsip, "Seharusnya dia sudah tahu apa yang menjadi tugasnya." Setiap orang memang memiliki prinsip yang berbeda, tapi masa iya hanya sekedar "saling mengingatkan", enggak mau sama sekali? Pada akhirnya justru berantakan kalau hanya diam dan tetap berprinsip "ah, seharusnya dia sudah tahu". Blak-blakan kesannya ta

TETAP SATU

Berbeda-beda tapi tetap satu jua. Pasti enggak asing sama slogan satu ini. Kita berbeda, tapi jangan sampai terpecah-belah. Rasanya merinding disko saat semua perbedaan bersatu dan saling mendukung, bukan saling menikung. Sekarang banyak permasalahan yang terjadi di antara kita. Isu tentang ini, tentang itu, yang membuat "berbeda-beda tapi tetap satu jua" hanya menjadi sebuah slogan tanpa makna. Sebelum benar-benar pecah berantakan (jangan sampai ini terjadi), ayo satukan lagi. Jangan mudah terprovokasi oknum yang mengatasnamakan apalah itu . Memang enggak semudah membalik telapak tangan, tapi setiap usaha menuju kebaikan, pasti Tuhan berikan jalan. Bagaimana caranya? Pertandingan olahraga. Sadar atau enggak, pertandingan satu ini bisa menyatukan kita tanpa melihat perbedaan. Satu tujuan memberikan dukungan yang sama. Khususnya untuk pertandingan olahraga antar negara. Kalau pertandingan olahraga antar kelurahan, ngng.. Sepakbola, voli, tinju, golf, baseball, dan lain

MERINDU RASA

Dulu membaca buku jadi kegiatan semanis cokelat. Sangat menyenangkan. Masih ingat banget waktu SD sangat antusias saat perpustakaan buka. Apalagi dulu perpustakaan SD-ku enggak setiap hari buka. Waktu SD juga, toko buku adalah "surga yang sangat dirindukan". Masa itu toko buku sekelas Gramedia memang enggak ada di daerahku, atau aku yang enggak tahu?  Ingat juga waktu study club SMA ke Jogja dan pertama kali melihat toko buku Gramedia, wow.. I'm so excited!  Rasanya pengen mampir, pengen beli buku, walaupun waktu itu enggak mampir sama sekali. Apa sekarang kegiatan membaca masih senikmat dulu? Enggak. Apa karena gadget? Iya. Blak-blakan saja, gadget memang sangat memengaruhi kebiasaan membaca buku. Menghilangkan rasa semanis cokelat yang dulu pernah ada. Ah, rasa yang sekarang dirindukan. Dulu membaca buku enggak bergantung penulisnya siapa, rekomendasi siapa, viral atau enggak. Merasa buku itu menarik, langsung dibaca dan tenggelam di dalamnya. Sekarang sangat ber

UANG

Persahabatan bisa hancur karena uang. Pernikahan bisa hancur karena uang. Apalagi yang bisa hancur karena uang? Dunia ini bahkan bisa dikuasai satu orang cuma dengan uang. Gampang sekali bilang ‘cuma’. Uang memang racun tapi tanpa uang apa bisa? Sekarang semua serba uang. Makan, butuh uang. Belanja, butuh uang. Pup juga butuh uang... kalau di toilet umum . Sekarang memang bukan zaman barter. Sangat dimudahkan dengan adanya alat tukar bernama uang. Semua orang bisa menerimanya. Bisa dibayangkan riweuh -nya kalau sekarang masih zaman barter. Jadi ingat kelas Ekonomi di SMA. Uang memang punya dua sisi. Familiar 'kan dengan istilah 'bagai dua sisi mata uang yang saling berdampingan'?  Kebaikan dan keburukan. Positifnya bisa digunakan untuk membantu yang membutuhkan. Uang kalau digunakan untuk kebaikan, pasti bermanfaat. Negatifnya ada yang gelap mata karena uang. Menghancurkan apa yang sudah terbangun hanya demi uang. Berkaca pada ‘drama’ antara dua Youtuber Indonesia, ak

TUJUAN

Kalimat ‘makan untuk hidup’ dan ‘hidup untuk makan’ mengingatkanku dengan lirik lagu ‘Ku Bahagia’ yang dinyanyikan Sherina dalam film Laskar Pelangi. Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senang pun susah..’ Kenapa ‘makan’ dulu baru ‘hidup’? Izinkan aku bertanya dan silakan kamu menjawab. ‘Apa yang kamu pilih, makan untuk hidup’ atau ‘hidup untuk makan?’ Pilihan yang bisa menjebak. Sekilas seperti enggak ada beda. Kita hidup untuk makan. Kita makan untuk hidup. Eits! Kamu terjebak! Kita bukan hidup untuk makan, tapi makan untuk hidup. Masa iya seumur hidup hanya memikirkan isi perut? Hidup bukan cuma tentang makan, tapi makan jelas untuk bisa tetap hidup. Kelihatan sih buat yang jeli, seseorang yang tujuan hidupnya ‘makan’. Bukan arti secara harfiah, tapi arti yang lebih luas lagi. Makan itu nafsu. Nafsu itu ada makan, seksual (apa termasuk keinginan beli ini dan itu, memiliki itu dan ini juga?). Kalau tujuan hidup hanya makan (baca: nafsu), sampai musim semi ada di Plut

BAHAGIA

Kunci hidup bahagia adalah berbagi. Enggak percaya? Coba lakukan, sekecil apapun, pasti ada rasa yang menyenangkan. Hmm.. apa ya? Rasa yang.. Bukan rasa yang bikin nyesek kayak lihat gebetan jalan sama yang lain misal,  tapi rasa yang baik. Ya menyenangkan, menenangkan, apalagi bisa bikin orang lain tersenyum karena sedikit berbagi yang kita lakukan. Ajib bener dah rasanya. Ada tipikal orang yang loyal banget khususnya ke orang-orang terdekat. Orang tipe ini enggak bakal mikir panjang-lebar buat bikin orang terdekatnya bahagia. Cara yang dipikirkan si tipe loyal ini adalah dengan membelikan sesuatu, bisa makanan atau benda, tapi enggak sampai dibelikan surat tanah juga sih . Membahagiakan orang lain enggak cuma dengan materi, tapi siap-sedia saat ada yang butuh bantuan, juga termasuk cara membahagiakan orang lain. Ada juga tipikal gampang tersentuh hatinya. Enggak tegaan begitulah. Melihat orang lain bisa tersenyum walau pun 'bantuan' yang diberikan enggak seberapa, t

RINDU

Rindu yang enggak terkatakan. Ini masih tentang rindu, tapi bukan saat hujan. Salah satu media pengantar rindu ini memang hujan, tapi fokusnya bukan tentang itu. Rindu yang enggak terucap tapi nyata dirasakan. Siapa pemilik rindu ini? Orangtua. Ibu. Ayah. Mungkin Ibu yang paling memendam rindu karena biasanya seorang ibu memiliki ikatan batin yang kuat dengan sang anak. Ayah juga sama menyimpan rindu untuk anaknya, hanya saja sosok lelaki panutan dalam keluarga ini enggak terlalu menunjukkannya. Sama-sama rindu yang enggak terkatakan. Kapan terakhir kali berkabar kepada orangtua? Kemarin? Kemarinnya lagi? Lewat angin yang berhembus di jendela, rindu itu terbang untuk anak-anaknya. Rindu yang benar-benar enggak dirasakan. Dibalik diam, ada kerinduan di sana. Enggak semua ibu dan ayah bisa dengan bebas menyampaikan rindunya. Terkadang hanya lewat obrolan yang justru enggak disadari. Melihat anaknya bertumbuh dan mempunyai kehidupannya sendiri, tentu jadi sesuatu yang membanggakan, t

HUJAN

Ada yang merindukan hujan? Biasanya lama enggak ketemu bisa bikin kangen. Sayangnya, enggak setiap orang rindu hujan. Rindu dalam arti benar-benar merindukannya, bukan mengharapkan karena sudah lama enggak turun hujan. Orang yang merindu hujan pasti punya feel yang beda. Rasa yang cuma bisa dinikmati tapi enggak bisa dijelaskan pakai kata-kata.  Semacam mendadak mellow. Hujan bisa menciptakan kesan yang berbeda untuk setiap orang. Ada yang mendapatkan inspirasi, ada juga yang enggak mendapat apa-apa selain kekesalan karena 'terjebak hujan'. Dikasih hujan, protes. Enggak dikasih hujan, protes. Hujan itu berkah. Kalau ada bencana karena hujan, ya.. salah manusia juga. Salah kita. Enggak sedikit yang justru mengeluh saat hujan turun. Aku berusaha mengubah kebiasaan enggak bersyukur itu. Pelan-pelan. Hujan bukan berarti enggak bisa ke mana-mana. Ada jas hujan, ada payung, selalu ada cara biar enggak kebasahan karena hujan. Heran rasanya, karena hujan, satu pertemuan di

PERSAINGAN

Apa rasanya hidup tanpa persaingan? Sepertinya anyep, hambar, bagai sayur tanpa cabe. Persaingan bisa bikin hidup lebih termotivasi. Kalau enggak bisa survive , siap-siap tergeser. Persaingan itu ada di semua bidang. Enggak cuma dunia kerja, tapi dunia pendidikan, dunia hiburan, kayaknya enggak ada bidang yang enggak ada persaingan sama sekali. Persaingan di dunia kerja lebih kejam. Bukan rahasia lagi, menghalalkan segala cara bisa dilakukan di dalam persaingan dunia kerja. Enggak usah menutup mata. Realitanya ada yang licik. Demi kepentingan pribadi, cara-cara nista pun dilakukan. Setiap tahun selalu ada sarjana baru. Bukan cuma lulusan sarjana, tapi juga mereka yang bersiap menghadapi dunia kerja. Bisa dibayangkan seperti apa persaingannya? Ada jutaan orang yang punya keinginan dan harapan yang sama. Satu diantara jutaan orang itu adalah orang yang beruntung. Lolos seleksi dari jutaan pelamar kerja bukankah jadi satu prestasi yang membanggakan? Enggak sedikit yang berjua

MEDIA

Sekarang media benar-benar bersaing dengan sesamanya. Media cetak bersaing dengan media online. Media online bersaing dengan media online lain yang sejenis tapi enggak sama. Radio bersaing dengan TV. Persaingannya benar-benar gila-gilaan. Kalau enggak ada inovasi, something new something different , siap-siap ada di ujung tanduk. Beberapa media cetak bahkan ada yang memutuskan berhenti cetak karena salah satunya mungkin sudah enggak relevan di era millennials ini. Media berjuang ‘hidup’ agar enggak ditinggalkan. Sayang banget ‘kan kalau media yang sudah eksis berpuluh tahun harus berakhir begitu saja? Walau ‘cuma’ berganti format, misal dari cetak menjadi online, rasanya tetap enggak rela. Perjuangan bisa seperti sekarang, media yang bertahan puluhan tahun ini, sangat-sangat panjang. Menyerah begitu saja? Media yang berganti format ini pasti punya alasan lain mengubah dirinya. Bisa jadi karena generasi sekarang enggak cocok dengan format media seperti ini. Bisa juga karena alasan-

BEKAL

Bukan anak TK, enggak usah bawa bekal. Memangnya bekal identik dengan anak TK? Iya, di Indonesia. Beda dengan negara tetangga, Jepang, di sini bawa bekal jadi sesuatu yang "memalukan". Disamakan dengan anak TK. Aku pernah mengalaminya. Mungkin maksud hati bercanda, tapi merasa sedikit enggak nyaman diledek begitu. Hei, santai dong. Enggak usah dimasukin ke hati. Apa salahnya bawa bekal? Enggak ada. Enggak salah kok. Bawa bekal justru bisa lebih hemat. Bisa lebih bersih juga makanannya kalau yang nyiapin bekal Ibu di rumah. Kalau makanannya beli di warung terus dimasukin ke kotak bekal? Sayangnya Indonesia enggak mencontoh Jepang untuk urusan per-bekal-an. Bukan rahasia lagi, bento a.k.a bekal dari Jepang sangat populer di negaranya. Enggak ada yang merasa malu dan diledek anak TK saat membawa bekal. Sudah jadi sesuatu yang sangat umum. Anak sekolah mulai dari playgrup sampai SMA, anak kuliah, orang kantoran, bawa bekal justru jadi semacam kewajiban. Pernah baca, s