JANGAN LUPAKAN AKU

Wuahhh.. lama banget nggak ngurusin rumah virtualku ini. Lebih milih ngurusin diri sendiri (baca: diet). Rasanya nggak konsisten itu.. /(TT TT)\ Padahal aku udah ada tekad buat konsisten nge-blog, rajin singgah ke rumah virtual, tapi lama-lama.. terlupakan. Awal membulatkan tekad, semangat banget! Udah berjalan hampir seminggu, tapi suatu hari (hah! bahasanya) aku nggak post di blog dengan berbagai alibi. Sehari nggak posting, aku mikir, "Ah, besok aja-lah." Besoknya.. ternyata aku nggak posting lagi dengan alibi yang berbagai macam itu.

Jadi.. udah! Selama beberapa hari nggak nulis di blog, nggak posting apa, gitu. Waktu lagi on fire, rasanya emang nikmat banget. Berasa jadi orang yang produktif (emang iya sih..). On fire-nya udah nggak, rasanya nggak produktif dan merasa bersalah banget. Ya udah! Posting, posting aja.

Posting apaan? Lagi-lagi.. harus terus ingat ini: tulis apa yang dekat di sekitarmu. See? Nggak usah terlalu sok gimanaaa, tapi posting aja yang sederhana, dengan dekat duniamu. Sederhana aja.

Ini dilematis juga. Masa iya sederhana-sederhana mulu? Hmm.. (masih) ingat tujuan blog dibikin? Ada banyak macam 'kan?

Ada blog yang isinya makalah, artikel copas, karya-karya sendiri, curhatan, dll, dll.. Ada segmentasinya 'kan? Oke.. menulis.. menulis.. menulis.. Ramaikan blog. Jangan sampai bersarang laba-laba lagi. Produktif lagi~

Tujuan ngeblog?

...

Adaaa...

Jogja, 19 November 2015

#FiksiMini JENDELA-JENDELA

Aku duduk memandang lalu-lalang manusia. Apa yang mereka pikirkan? Terkadang, aku ingin bisa membaca pikiran orang lain. Apa mereka bahagia? Atau justru menderita?

Mataku memandang naik ke sebuah gedung dengan banyak jendela. Mata awasku menangkap tiga sosok yang berada di sebuah balkon dengan jendela besar.

Sosok pertama, perempuan yang menimang anak. Pakaiannya putih. Dia ada di lantai paling atas gedung. Sosok selanjutnya, dua laki-laki yang tampak membicarakan sesuatu. Mereka juga sama memakai pakaian putih.
 
Apa yang mereka katakan? Apa yang mereka pikirkan? Perempuan itu tetap menimang anaknya. Mungkin sambil bersenandung. Sementara dua laki-laki yang berada di bawah balkon perempuan itu, juga masih berbicara entah apa.

Mataku terbelalak melihat perempuan itu melempar anak di pelukannya. Sekian detik berikutnya dia ikut terjun. Ah, sepertinya aku berhalusinasi lagi. Biarlah. Sudah sering orang tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

Aku masih melihat lalu-lalang manusia. Mungkin sekarang aku juga tengah berhalusinasi.[]

Jogja, 4 November 2015

SO LONG



Lama nggak ketemu bisa jadi kaku. Rasanya ada yang beda. Kok justru kayak lagi ada masalah ya? Biar nggak kaku gimana dong? Hmm.. bersikap biasa. Sungkan, wajarlah. Namanya juga lama nggak ketemu. Awal-awal ketemu (lagi) pasti nggak enak rasanya. Mau begini, takut salah. Mau begitu, takut begini...

Kekakuan bisa dicairkan dengan obrolan. Kalo nggak ada interaksi, gimana mau cair? Gimana mau hilang kakunya? Obrolannya bisa apa aja asal nyambung. Salah satu pihak pasti harus memulai obrolan. Bisa jadi nantinya semacam 'interview', tapi kalo nggak gitu, sampai kapan pun bakalan kaku.

Aku tipikal yang memulai obrolan. Pernah ada yang bilang, aku keponya keterlaluan. Salah ya? Nggak ada maksud terselubung, cuma memulai obrolan. Aku pernah baca juga, kalo obrolan mau lancar, salah satu memang harus memulai dan jangan membicarakan diri-sendiri. Tanya terus tentang lawan bicara, tapi.. yang elegan. Nggak bombardir kayak reporter infotainment juga.

Bisa jadi lawan bicara nggak balas nanya, tapi okelah. 'Kan yang penting mencairkan kekakuan. Memulai obrolan. Lama-lama kalo udah makin cair, pasti asyik. Teoritis ya kesannya? Coba praktekin. Apa hasilnya bakal sama kayak yang aku bilang?

Nikmatin aja prosesnya.[]

Jogja, 2 November 2015

APA PERLU AKU...?

Saat mendapat tekanan, seseorang bisa jadi luar biasa. Mau nggak mau 'tekanan' menjadikan seseorang disiplin. Tekanan dalam menulis, misal, efeknya bisa dibilang luar biasa. Beneran kejadian waktu jadi Panitia Empatik II. Pemateri memberikan waktu 15 menit buat bikin tulisan. Yes, 15 menit!

Kalo dalam situasi 'normal', 15 menit bisa menghasilkan tulisan, (agak) mustahil. Otak kayaknya udah ter-setting 'buru-buru'. Kalo masih jauh, santaaai. Justru saat dikejar waktu banget, seseorang bisa maksimal (padahal nggak).

Lebih maksimal yang dikerjakan jauh sebelum deadline, tapi kebanyakan lebih suka yang serba terburu-buru. Padahal kalo dikerjakan jauh sebelum deadline, nggak bakalan tuh kesusahan sendiri. Kalo bisa gampang, kenapa dipersulit?

Kalo tekanan bisa ngomong, bakalan ngomong begini, "Apa perlu aku..?" (kutipan dari seseorang)[]

Jogja, 1 November 2015