Yuk lebih banyak bersyukur dengan hidup yang kita punya. Rasanya pasti damai banget kalo kita enggak lupa bersyukur. Bukan rahasia lagi, kita sering enggak mensyukuri hidup. Kenapa aku begini? Kenapa aku begitu? Terus membanding-bandingkan dan terus mengeluh. Kalo kita buka mata lebih lebar, hidup kita bisa lebih.. lebih.. lebih baik dari hidup orang lain. Jangan melihat ke atas terus. Ada batu, kesandung, jatuh, luka, dan berdarah. Sakit. Lihat ke bawah juga. Pasti kita akan tersadar, betapa hidup yang kita punya (masih) lebih baik.
Pengingat ada di mana-mana, kalo kita menyadarinya. Pernah lihat ada loper koran cilik? Bandingkan dengan kita waktu seusia loper koran itu. Kita masih lebih baik karena bisa menikmati masa kecil tanpa harus memikirkan "aku harus kerja biar dapat uang". Pernah lihat penjual cemilan cilik? Keranjang dengan aneka macam cemilan ringan. Satu bungkus Rp 5 ribu. Waktu kita seusia penjual cemilan cilik ini, apa kita juga keliling bawa keranjang menawarkan cemilan ke orang-orang? Betapa, kita harus banyak bersyukur, apapun keadaan hidup kita sekarang.
Teori doang gampang, tapi prakteknya enggak segampang teori. Rasanya klise buat orang yang berpikiran negatif macam ini. Teori ada buat dipraktekin. Enggak ada kata susah kalo kita mau melakukan. Kalo kita malas, pikiran negatif terus, teori apapun selamanya cuma jadi teori. Bersyukur itu harus, biar hidup terasa damai. Teorinya memang begitu. Prakteknya, jangan sedikit-sedikit mengeluh bahkan membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Tanpa kita sadari, sering banget kita lupa betapa indahnya hidup yang kita punya. Terlalu sibuk melihat di luar sana, bikin kita lupa melihat diri-sendiri, melihat sekeliling, melihat yang terdekat.
Aku juga pernah merasa "kok rasanya gini amat ya?". Siaran, ya begini, selesai siaran, ya begitu. Rasanya flat banget. Waktu itu aku langsung disadarkan sama penjual cemilan keliling di Malioboro. Bukan anak-anak, tapi remaja cewek. Aku selintas mendengar yang dia bilang sama temannya yang sama jual cemilan keliling, "Belum ada yang laku e dari jam 1 siang." Waktu dia bilang begitu, sekitar jam 7.30 malam. Bayangkan! Capek? Iya. Menyerah? Kalo iya juga, kelar hidup. Aku yang tadinya mengeluh tentang siaran di Widoro Malioboro yang mulai terasa membosankan, langsung tersadar. Aku masih lebih baik. Seenggaknya aku enggak perlu keliling ke sana-sini dari jam 1 siang. Seenggaknya aku enggak capek jalan ke sana-sini bawa keranjang berisi cemilan. Bukan berarti jadi penjual cemilan keliling adalah sesuatu yang rendah. Bukan, bukan begitu. Aku hanya membandingkan rutinitasku dengan rutinitas penjual cemilan keliling itu. Aku harus lebih banyak bersyukur. Setelah itu, terbukti aku merasa lebih baik dan enggak merasa siaran yang jadi rutinitasku adalah sesuatu yang membosankan. Aku punya semangat baru.
Aku sekarang belum six pack, lemak perut masih menggantung, tapi aku sehat. Aku bisa siaran, bisa pergi ke sana-sini, bisa menikmati hidup. Bersyukur terus, nikmat dari Tuhan pasti akan bertambah.
Jogja, 02.12.2017
Komentar
Posting Komentar