AKU DATANG (SENDIRI)

Sepanjang aku bisa mengingat, pertama kali dapat undangan pesta pernikahan a.k.a kondangan waktu SMP. Anak tetangga yang menikah waktu itu. Walau enggak seumuran tapi aku dan dia bisa dibilang teman main walau enggak lama.

Rasanya deg-degan waktu diundang ke kondangan pertama kali. Aku? Diundang ke nikahan seseorang? Apa artinya aku sudah gede? Begitu yang aku pikirkan kala itu.

Undangan kedua dan selanjutnya tentu enggak semendebarkan itu. Mulai dari undangan kondangan teman sekelas di SMA, teman kuliah satu angkatan, teman kuliah lintas angkatan, teman dari komunitas, teman dari ini... itu... hingga sampailah aku di titik memenuhi undangan ini sendirian.

Bukannya aku enggak ingin pergi bersama tapi waktunya enggak pas. Si A enggak bisa, si B enggak bisa juga, si C masih abu-abu. Akhirnya aku (memberanikan diri) datang ke kondangan sendirian.

Aku tetap menikmati. Bukan berarti aku tersiksa menjalaninya. Aku tahu pasti ada pikiran yang berkomentar ini dan itu. Aku enggak bisa mencegah pikiran orang lain. Biarlah dan (mencoba) bersikap bodo amat.

Datang ke lokasi naik Gojek. Aku enggak paham lokasi kondangannya. Nama tempatnya sih enggak asing. Secret Garden. Daripada aku lama di jalan dan berusaha membaca Gmap sebaik yang aku bisa, aku memilih diantar Gojek. Pasti sampainya.

Sebelum berangkat, aku sempatkan makan malam dulu. Acaranya sore menjelang malam. Walau aku tahu di sana pasti ada makanan tapi seenggaknya perutku enggak keroncongan duluan.

Sampai di lokasi, tentu saja pesta sudah dimulai. Aku melangkah menuju meja tamu. Mungkin aku satu-satunya yang datang sendiri. Rasanya agak canggung tapi aku berusaha menciptakan rasa nyamanku sendiri.

Saat memasuki sesi bersalaman dan mengucap selamat kepada kedua mempelai, aku dengan riang memasuki barisan. Aku berbeda sendiri. Dalam barisan menuju ke kursi dua mempelai, aku enggak kenal siapa pun. Seorang cewek yang mengatur barisan sempat mempertanyakanku sama rombongan cowok di belakangku.

"Bukan. Dia bukan teman kami." Begitu mereka kompak menjelaskan. Ya, aku memang enggak kenal mereka. Biarlah mereka mengomentariku dengan pikiran-pikirannya.

Sampai di hadapan dua mempelai, aku menyapa dengan riang, mengucap selamat, dan menepi. Enggak ada sesi foto karena aku datang sendiri. Enggak apa-apa. Aku tetap menikmatinya.

Beruntung sekian menit setelah sesi salaman dan mengucap selamat, saat aku sudah menghabiskan seporsi Selat Solo, aku bertemu dengan orang-orang yang aku kenal. Aku enggak sendiri lagi.

Sepanjang sisa acara aku bareng mereka. Bella, Halwa, Mbak Ken (yang baru pertama kali kami say hi), Alif, Isna, Tiara Apriani, dan Nuzula (yang aku sempat lupa namanya saat kami saling menyapa). Aku lebih banyak ngobrol sama Alif. Banyak yang kami ceritakan. Dari Rasida, siaran di radio, dan cerita-cerita lalu yang kembali diceritakan hari itu.

Aku beruntung (masih) bisa bersalaman dengan kedua mempelai dan mengucap selamat. Berkat memasuki barisan yang enggak seharusnya aku ada di sana. Bisa jadi langkah yang aku terapkan saat datang ke kondangan sendirian lagi nanti.

Kalau datang sendiri, kalau mau bersalaman dan mengucap selamat memang harus lihat situasi. Ah, enggak apa-apa ding ikut barisan yang enggak dikenal. Tujuannya salaman dan mengucap selamat. Foto bersamanya mau enggak mau skip dulu.

Ini adalah kali pertama aku datang ke kondangan sendirian. Tentu beda rasa kalau dari awal kedatangan aku bersama orang yang aku kenal. Seperti sebelum-sebelumnya.

Nanti kalau ada undangan kondangan (lagi) dan aku (harus) datang sendirian, enggak jadi masalah. Enggak ada salahnya datang ke kondangan sendirian. Enggak merugikan siapa-siapa juga.

Iya, 'kan?

Jogja, 6 Juni 2022

SEBUAH JERAT BERNAMA HUTANG

Sebisa mungkin berusahalah biar enggak terjerat hutang. Jangan sekali-kali mendekati hutang kalau memang enggak mendesak. Jadi kalau mendesak boleh?

Susah sih ya. Susah-susah gampang. Apa sih yang membuat kita terjerat hutang? Kebutuhan? Keinginan? Enggak bisa mengatur keuangan sendiri dengan baik? Ada banyak alasan dan setiap orang punya ceritanya sendiri.

Aku ada seorang teman. Sebelumnya hutang yang dia punya adalah Gopaylater dan beberapa pinjaman ke teman dan saudara. Dia selalu tepat waktu membayar hutangnya. Kalau ada kendala, dia langsung berkabar. Bersyukur banget teman dan saudaranya bisa memahami.

Akhir tahun 2021, keuangan dia berubah. Keuangannya enggak sebanyak sebelumnya. Hutang Gopaylater dan pinjaman ke teman dan saudara berubah menjadi hutang di pinjaman online. Dia mengakui sangat payah mengatur keuangan. Sekarang dia harus rutin membayar tagihan sampai tahun depan. Ada 9x tagihan yang harus dia bayar. Totalnya berkali lipat dari yang dia pinjam.

Dia bilang hutang di pinjaman online sebanyak Rp3 juta dengan cicilan tagihan Rp660 ribu selama 9x. Total ada Rp5 juta lebih. Angka yang mengejutkan karena hutang dia enggak sampai di angka Rp5 juta. Begitulah sistem pinjaman online. Bisnis tetaplah bisnis.

Sekarang dia berusaha mengatur keuangannya sebaik mungkin. Membayar tagihan rutin setiap bulan, menghindari menambah pinjaman, dan berusaha menabung sedikit demi sedikit. Dia ingin punya penghasilan lain sama seperti sebelumnya. Semoga bisa mendapatkan sesuai dengan yang diinginkan ya.

Oh iya dia berhutang dengan tagihan 9x demi membayar hutang. Gali lubang dan tutup lubang. Mungkinkah lingkaran setan ini akan terputus? Semoga ya. Mari kita doakan.

Hidup tanpa jerat hutang pasti sangat mungkin. Bersyukurlah kalau kamu enggak punya hutang. Berusahalah terus agar hutang yang kamu punya bisa lunas. Jangan lari dari tanggung jawab. Membayar hutang itu wajib hukumnya. Jangan main-main.

Cerita dari seorang teman ini membuatku lebih peduli dengan keuangan diri-sendiri. Gimana cara aku mengatur keuangan? Hutang apa saja yang harus dibayarkan? Gimana tabungan? Hidup bukan hanya untuk hari ini. Menabunglah selagi bisa. Sebuah catatan buatku yang susah sekali bang-bing-bung yuk kita nabung.

Semoga kita bisa terhindar dari jerat hutang. Semoga yang masih terikat hutang bisa melunasinya tepat waktu. Jangan coba-coba bermain mendekati hutang. Jangan. Kalau memang siap terjerat hutang, pahami konsekuensinya dan bertanggungjawablah.

Jogja, 2 Juni 2022

PERKENALAN DENGAN EMPAT KATA

S-e-k-s. Kapan ya pertama kali aku mengenal seks? Dalam artian mendapat edukasi tentang seksualitas. Tentang do dan don't yang harus aku tahu.

Entah aku enggak bisa mengingatnya. Sejak kecil aku enggak pernah merasa ingat dapat edukasi seks. Alhamdulillah masa kecil dan masa remajaku berjalan biasa. Normal tanpa ada kejadian yang membuatku syok, traumatis, dan semacamnya, khususnya yang berhubungan dengan seks.

Waktu SMP, aku ingat pas rambut di sekitar penisku mulai tumbuh. Gatal banget! Mungkin terdengar menggelikan. Apa fase ini termasuk bagian dari edukasi seksualitas? Aku menjalani masa kecil belum kenal cinta-cintaan. Belum kenal getar-getar di dada saat melihat dia.

Perubahan bagian tubuh, salah satunya tumbuh rambut di tempat yang sebelumnya enggak ada, mungkin bukan bagian dari edukasi seks tapi edukasi pubertas. Mungkin ya. Waktu itu aku benar-benar melaluinya bersama waktu. Mengalir aja gitu.

Sempat ada rasa enggak nyaman waktu orang lain menyadari bulu kakiku mulai tumbuh. Seingatku sebatas itu. Enggak sampai bikin aku krisis kepercayaan diri yang parah. Sempat ada enggak pedenya sih. Bahkan sampai aku cukur habis bulu kakiku waktu itu.

Masuk masa remaja sudah ada tuh getar-getar cinta. Aku ingat di kelas 7 ada yang membuatku merasakan perasaan yang berbeda. Kelas 8 juga sama. Aku waktu itu enggak menggebu-gebu menerimanya. Let it flow banget. Galau karena cinta mungkin cuma seujung kuku. Entah bisa dibilang galau apa enggak.

Aku enggak ingat dapat edukasi seks apa enggak tapi sepanjang aku bisa mengingat, aku sudah tahu batasan-batasan tentang seksualitas. Aku menjalani masa remaja enggak dengan rasa penasaran yang begitu besar tentang seks. Lagi-lagi aku bilang, "Let it flow banget."

Alhamdulillah aku juga menjalani dua masa ini tanpa rasa trauma yang berhubungan dengan seks. Alhamdulillah berjalan dengan baik. Sekarang aku jadi bertanya-tanya, "Edukasi seks seperti apa ya yang dulu aku dapatkan? Pernahkah aku mendapatkannya?"

Temanku pernah bilang, waktu SMP dia mengira cowok dan cewek tidur bersama, benar-benar tidur dalam arti yang sebenarnya, bisa terjadi kehamilan. Aku enggak pernah terbersit pikiran itu. Semua pemahaman yang berhubungan dengan seks seperti datang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu dan bertambah usia.

Edukasi seks memang penting dilakukan sejak kanak-kanak. Harus tahu mana bagian tubuhnya yang hanya boleh dilihat diri-sendiri dan dilarang disentuh orang lain. Dulu aku enggak dapat pemahaman ini. Mungkin karena aku cupu? Waktu remaja aku enggak menggebu-gebu urusan percintaan. Sementara temanku ada yang jadi gundah gulana karenanya.

Sekarang gimana pemahamanku tentang seks? Yah... aku bukan lagi anak-anak dan remaja. Aku sangat memahami batasan dan yah... begitulah manusia dewasa memandang empat kata: s-e-k-s.

Bukan cabul ya. Pastinya memahami dan enggak lagi banyak pertanyaan. Tinggal menunggu waktu saat itu datang. Ya, menunggu waktu. Waktu apa nih? Yah... sebagai manusia dewasa pasti tahulah ya. Walau enggak semua manusia dewasa juga berpikir demikian ya.

Jogja, 1 Juni 2022