Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Behind The Story: Mudik

Mudik menjelang pergantian tahun. Beberapa cobaan turut menemani. Pertama, ban bocor sebelum aku mudik. Hari Minggu, bengkel terdekat dengan kost-ku tutup. Sempet bingung juga. Gimana nih? Untungnya Doni mau bantuin aku. Doni nyari bengkel yang buka dan akhirnya ketemu. Fiuuuh... alkhamdulillah. Kali ini aku makasih banget sama dia. Kedua, mudik terlalu sore. Manusia memang hanya bisa merencanakan, Tuhan yang menentukan. Rencana awal sih mudik jam 1 siang gitu, tapi Live Class Rasida yang cetarrr membahana bareng Lukman Haswara molor sampai hampir jam 3 sore gitu. Buat ujian anak Semester Lima sih. Mudik kesorean, hujan pula. Hujan itu berkah, tapi kalau aku boleh request , hujannya turun pas aku udah di rumah.

Dekat tapi Jauh

Tahun lalu, ada beberapa penghuni De-Ha, my dormitory , yang nggak aku kenal. Bukan nggak dikenal dalam arti aku nggak mengenalnya. Aku tahu namanya, aku tahu sedikit tentangnya, tapi aku nggak akrab dengan mereka. Tahun lalu terjadi sama Mas Zen. Tahun ini terjadi sama Novan dan Richi. Trus kayaknya sekarang ada penghuni baru lagi dan aku nggak tahu siapa. Pengganti penghuni kamar Rois. Mas Arfi pindah ngontrak, kamarnya diambil alih sama Rois. Dan kamarnya Rois diambil alih sama orang lain. Ya, emang ada penghuni baru, kayaknya. Mau nyapa duluan, ah... sebenernya bisa aja, tapi... Hmmm... kaku, awkward . Pengennya sih natural aja. Kenal dan dekat dengan semuanya, tapi apa daya belum bisa juga. Mungkin nanti...

Aku... Istimewa

Kamis, 27 Desember 2012, aku gelisah. Kuliah Periklanan di teatrikal Dakwah belum juga selesai. Waktu semakin merangkak naik dan aku belum sholat ashar! Mulai kuliah jam 3 sore dan aku nggak sholat dulu. Kuliah masih berjalan masih lumayan lama pula. Kuliah terakhir, ngebahas iklan-iklan yang udah di produksi. Aku sempet nggak pede dengan iklan produksi kelompokku. Soalnya setting salah banget. Iklan nanam pohon, seharusnya di tempat yang tandus. Waktu pembahasan bener-bener nggak kepikiran sampe situ. Trus kata Bu Elis, iklan itu belum jleb banget, belum mengena. Bener-bener sempat bikin aku nggak pede. Komen juri gimana ya? Gimana ya? Gimana ya? Iklan produksi kelompokku diputar pas akhir-akhir gitu. Komen yang diberikan Om Surya, pekerja iklan yang memproduksi iklan 76 dan seabrek iklan keren lain, nggak pedesss. Standar. Kata Om Surya, harus lebih banyak belajar tentang fotografi atau apa, gitu. Aku rada lupa. Tentang angle gitu deh. Trus Om Surya bilang, setting banyak rerumput

Yakin Bisa, Pasti Bisa

Benar banget tuh. Kita bisa kalo kita yakin emang bisa. Aku bisa menjadi penyiar radio yang baik jika aku yakin bisa. Memang untuk menuju ke arah itu, dibutuhkan proses yang nggak instan. Harus terus berusaha, berlatih, berusaha, berlatih, berkali-kali. Yang penting itu, komitmen untuk istiqomah. Rutin. Latihan pernafasan diafragma, latihan power , artikulasi, senam wajah, humming , motor boat , semuanya harus rutin dilakukan tiap hari, bukan tiap kali ada kemauan. Malas? Harus dipaksakan! Sesuatu akan menjadi terbiasa jika kita membiasakannya. Begitu juga dengan latihan teknik vokal ini. Aku harus buang jauh-jauh rasa malas. Ingat, tujuan kita apa. Tujuanku latihan teknik vokal ini tentu untuk jadi penyiar radio yang baik, penyiar radio dengan suara bulat, yang pastinya pas siaran nggak terjadi human error . Aku juga harus ingat salah satu keinginanku, part time job sebagai penyiar radio, seperti Lukman Haswara. Aku harus ingat itu baik-baik. "Jangan mencari kambing hitam , tap

(Masih) Tentang Tugas Periklanan

Sekali lagi menyatukan banyak kepala memang susah. Ide masing-masing individu berbeda. Nyatuinnya itu yang susah. Gimana caranya bikin sebuah ide bisa diterima oleh semuanya. Hari ini take tugas Periklanan. Temanya menjaga bumi dengan menanam pohon. Digambarin, seseorang lagi nanam pohon. Setelah itu muncul tagline "Satu Pohon Untuk Sejuta Kehidupan". Simpel banget kan? Randy, Adi, Mutia sih it's oke dengan konsep itu, tapi Nur yang nggak oke. Dia pengennya ada penggambaran pohon yang semakin banyak, banyak, dan banyak. Trus ada tetesan air juga yang bikin pohon itu semakin gede, semakin tumbuh, dan tumbuh. Tadinya mau ke Imogiri. Disana katanya pemandangannya bagus. Ada pohon pinus dan pohon-pohon lainnya. Jujur, aku males kesana. Jauh kayaknya. Ide ini aja udah sederhana. Tinggal edit aja nanti. Setelah nanam pohon, trus muncul tagline , itu udah bagus. Menurut Nur itu kurang mengena. Ah, entahlah. Penilaian orang kan subyektif. Entah apa komen dari juri pas present

Warna-warni Menjelang Nonton

Nekat. Bukan nekat sih, tapi penasaran. Eh bukan penasaran, tapi pengen. Ya, pengen aja. Keinginan sejak 12 12 12 lalu. Mau tahu apa? Nonton 5 cm. Dari kemarin-kemarin tuh pengeeen nonton film adaptasi novel karya Dhonny Dirgantara itu. Iya, kemarin-kemarin. Udah berapa minggu ya? Hitung sendiri ya kalo mau tau udah berapa minggu. Intinya sejak rilis pertama 5 cm tanggal 12 12 12 itu. Pas launching , aku nonton di 21 Amplaz. Mau tau sama siapa aku nonton? Sendirian men. Iya, sendiri. Silakan deh kalo mau ketawa, tapi bagiku nonton sendirian itu nggak aneh kok. Sesuatu yang wajar kali. Waktu itu sih aku pengen ngajak Dinda, Ayun (catatan: bayar sendiri-sendiri ya), tapi aku mikir lagi. Apa mereka bisa? Udah dua kali ajakan nontonku mereka tolak dengan berbagai alasan (nggak apa). Dan saat itu, tiketnya langsung ludes. Aku tunda deh. Mau nyari waktu (dan budjet tentunya) yang pas.
Rempong amat yak ngerjain tugas Periklanan. Beneran rempong banget. Kemarin-kemarin pas harinya masih panjang, nggak ada satu pun dari kelompokku, termasuk aku sendiri, yang ngoprak-oprak buat bikin. Sekarang, dengan waktu yang tersisa 3 hari, mau ngerjain aja rempooong banget.

Aku Pusing!

Nyatuin banyak kepala emang susah. Harus bener-bener mikirin perasaan. Keputusan yang diambil beneran harus sesuai sama hati masing-masing. Jam 10 pagi ini kumpul di Panggung Demokrasi buat ngebahas tugas Periklanan. Gila! Nggak ada yang ontime . Aku juga termasuk nggak ontime . Aku dateng ke Panggung Demokrasi sekitar jam 10.10-an gitu. Yang lain; Nur dan Mutia, belum dateng. Adi nggak bisa dateng, ada kondangan katanya sampe siang menjelang sore. Randy juga nggak bisa, ke Solo katanya. Majid juga ikut-ikutan nggak bisa. Pulkam dia katanya. Gila! Tugas udah di depan mata dan dia pulang? Aku aja sampe batalin rencana mudik karena tugas Periklanan ini. Kalo Senin besok dia nggak ikut take , blacklist . Nggak cuma Majid aja sih, tapi siapapun di kelompokku yang nggak ikut take , bakal di- blacklist . Yang penting itu kan proses pengambilan gambarnya. Ya harus ikut semualah. Mutia tadi nggak dateng. Entah apa alasan dia nggak dateng. Kalo aku dan Nur mau nungguin sih, bisa aja Mutia date

Sunday Night Story

Malam Minggu ini nonton film gratis di Bioskop Kalijaga. Keren-keren filmnya. Jujur, menurutku JCM masih kalah jauh dibanding mereka. Iri, iri banget sama mereka yang bikin film indie sebagus itu. Ada Rainbow Cake dari AKRB, Just an Indigo (Ciko UMY), Daun Pisang 3 (dari kine mana ya? Lupa euy), film dokumenter tentang sosok Ibu dari UKDW a.k.a Universitas Kristen Duta Wacana, terus apalagi ya? Oh ya film Lepas dari Ciko UMY. Ceritanya tuh ibarat cerpen, teenlit banget. Tapi endingnya dapet banget deh. Cinta yang terpendam selama 6 tahun, akhirnya nggak menyatu dan si cewek lebih memilih untuk menikah dengan cowok lain. Emang bener sih apa yang dikatain cewek itu. Walau nggak bisa memiliki, tapi jika perasaan yang membebani hati udah tersampaikan, rasanya plong banget.

Akan Indah Nantinya

Nggak jadi pulang hari Minggu besok. Harus ngerjain tugas Periklanan. Bukan ngerjain sih tapi kumpul buat ngebahas. Kenapa sih pake ribet segala? Nggak usah ribet-ribet. Simpel aja. Kata Mba Nur, butuh jam dinding, penggaris, katanya biar dramatis. Natural ajalah. Nggak usah neko-neko. Kita kan udah pernah yang namanya ngerasain ujian, ya kayak gitu aja yang dilakuin. Tapi kok ya mikirnya rempong amat? Begitulah kerja kelompok. Banyak banget pertimbangan. Harus begini, harus begitu, aksinya belakangan. Iya kalo aksinya tanggap, nggak kelamaan. Tapi kalo kebanyakan ngebahas, aksinya nggak jadi-jadi ya percuma. Sekarang seharusnya take . Pendek ajalah. Simpel nggak perlu neko-neko. Abis itu di-edit. Selesai. Tinggal presentasi Kamis besok. Akhirnya ditunda, take jadinya Senin. Minggu kumpul buat ngebahas. Haduuuh... rencanaku buat pulang gagal total.

Gado-gado Cerita Pertama

"Mulai sekarang, kamu harus terbiasa nulis dengan nyiapin judul lebih dulu biar kamu nggak lemot bikin judul," kata Vita saat kelas Pengantar Jurnalistik. Haduuuh... kata "lemot"-nya itu yang bikin aku gimanaaa gitu. Nulis tapi bikin judul dulu? Aku terbiasa nulis ya langsung nulis aja. Judul belakangan. Trus aku jadi kepikiran, skripsi itu kan harus judul dulu baru isi. Apa kata-kata Vita harus aku iyain? Haduuuh... kayaknya nulis karya ilmiah dengan nulis cerpen, bedalah. Ya emang beda, Gus. Nulis cerpen, judul boleh belakangan. Bikin skripsi, judul harus duluan di ACC sama pembimbing dan kawan-kawannya. "Cepat atau lambat kamu bakal ngalamin juga kok, Gus," kata Mas Vedy saat aku main ke Rasida. Ya, cepat atau lambat aku pasti bakal ngalamin yang namanya bikin skripsi. Sekarang aku Semester 3. Bentar lagi Semester 4. Trus 5, 6. Semester 7 bikin skripsi. Moga aku diberi kemudahan ketika bikin skripsi besok. Amiiin. :)

Lilin ke-17

Antologi Seribu Tanda Cinta, Oktober 2012 LILIN KE-17           Bagiku angka 17 sangatlah penting. 17 menandakan sebuah kedewasaan. Tiga bulan lagi usiaku tepat 17 tahun. Aku ingin merayakannya. Selama ini aku tidak pernah merayakan ulangtahun. Bukannya aku tidak mau, tapi karena tidak ada biaya untuk membuat sebuah perayaan di rumah. Bahkan Ayah dan Ibu tidak pernah mengucapkan selamat kepadaku saat aku ulangtahun. Aku berusaha memakluminya. Ayah dari pagi hingga sore berkutat di jalan dengan angkot milik Pak Damar. Ibu berjualan sayuran di pasar. Sementara mereka sibuk sepanjang hari, aku mengurus adikku, Farhan, yang duduk di kelas 5.           Kali ini aku ingin agar ulangtahunku bisa dirayakan walau hanya sekali seumur hidup. Aku menimang-nimang celengan tanah liat berbentuk jago. Sepertinya belum cukup untuk mengadakan pesta ulangtahun. Setidaknya aku harus mengundang 29 teman sekelasku. Selain itu, tetangga-tetangga dan teman sepermainan juga harus aku undang. Aku perl

Sosok Itu

Dimuat Story edisi 37, 25 September - 24 Oktober 2012 SOSOK ITU             Andrew setengah percaya setengah nggak sama yang namanya cerita hantu. Karena Andrew sendiri belum pernah –dan nggak akan pernah- tatap muka sama yang namanya hantu. Andrew tahu bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna ciptaan Tuhan daripada makhluk lainnya. Nggak sepantasnya Andrew takut sama yang namanya hantu. Andrew cuma takut dengan Yang Satu, Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai manusia yang masih mempunyai rasa takut, Andrew kadang takut dengan sosok yang rata-rata tampangnya menyeramkan itu. Jarang banget deh hantu yang tampangnya kayak model L-Men atau Putri Indonesia . Dan kali ini Andrew benar-benar ketakutan sendiri. Pasalnya Rini bercerita bahwa kemarin ia melihat Andrew di sekolah. Padahal hari itu Andrew nggak masuk sekolah karena demam.

Melodi yang Hilang, dimuat di Majalah Kuntum edisi Mei 2012

MELODI YANG HILANG                 Gerimis tipis turun dari langit. Aku segera mengambil payung lipat berwarna biru di dalam tas. Untung saja aku bawa payung. Sekarang, cuaca sungguh tidak bisa ditebak. Pagi tadi cerah-ceria. Tidak ada tanda-tanda akan hujan, dan pagi menjelang siang ini, tiba-tiba saja mendung datang dan menumpahkan rintik-rintik kecil air.                 Aku lihat sekeliling. Banyak yang tidak membawa payung. Walaupun gerimis, mereka tetap bertahan di tempat masing-masing. Mungkin kalau badai datang, mereka tidak akan peduli dan tetap berdiri di tempat masing-masing. Mereka kesini membawa mimpi. Mereka berkumpul di tempat ini, menunggu dari pagi, hanya untuk merealisasikan mimpi mereka.                 Bukan hanya mereka, tapi aku juga. Aku punya mimpi. Mimpi untuk sedikit saja membalas kebaikan dan cinta kasih Ibu. Membalas? Sepertinya tidak tepat aku katakan bahwa apa yang aku lakukan ini adalah untuk membalas semua yang Ibu berikan. Kasih ibu sepanjan

Purnama yang Tersenyum, Story edisi 32, 25 Maret 2012 - 24 Maret 2012

Ini cerpen duet pertamaku bareng Leanie Nur Komariyah, sobatku. ^ ^ PURNAMA YANG TERSENYUM Purnama yang selalu menyapa sempurna dan senang bercengkerama dengan bintang kini tampak muram. Angin nakal sepoi menghembus wajah dua insan yang tengah terpaku saling membisu. “Apa yang dia lakukan padamu, Arfi ?” Rifai menatap lekat gadis di sampingnya. Gadis yang kini tak seriang dulu. Gadis yang sudah lama membuat rindunya tertahan untuk keluar. “Sudah hampir tengah malam. Sebaiknya kita pulang saja Fai. Takut Ibu mengomel!” Arfi bangkit dari tempatnya duduk. Tanah berumput yang terbuka. Seluas mata memandang hanya hamparan rumput hijau yang tertangkap mata. Lapangan sepak bola. Yah, lapangan yang berada hanya beberapa meter dari rumah Arfi. Tempat favorit Arfi dan Rifai untuk menuangkan resah, gelisah, suka dan duka pada malam hari. “Fi!” Rifai dengan lekas menyigap lengan Arfi. “Kenapa nggak menjawab pertanyaanku?” Arfi menghembuskan nafas panjang, kemudian kembali duduk di samp

Berbuat Baik Itu Menyenangkan, dimuat Yunior Suara Merdeka, 4 September 2011

BERBUAT BAIK ITU MENYENANGKAN ( Judul asli: Kebaikan di Bulan Ramadhan. Judul dan sebagian isi diubah oleh editornya )             Nggak jauh dari rumah Syifa, ada sebuah rumah kecil yang sangat sederhana. Rumah itu berdindingkan anyaman bambu dan beratapkan seng yang sudah berkarat dan ada lubang-lubang kecil disana-sini. Sehingga kalau hujan pasti akan bocor.             “Syifa, tolong antarkan makanan ini ke rumah Bu Lili,” kata Ibu saat sore menjelang berbuka puasa.             “Sebentar lagi buka puasa Bu. Jangan Syifa yang nganter deh Bu,” tolak Syifa yang waktu itu sedang menonton kartun di televisi.             “Ini juga buat buka puasa. Ayolah Syifa tolong Ibu,” pinta Ibu.             “Ya deh Bu.”

Kebersamaan, dimuat Story edisi 15, 25 Otober - 24 November 2010

Ini adalah cerpen pertamaku yang dimuat media. ^ ^ Cerpen tentang kelasku, kelas Bahasa, Ganesha; Generasi Anak Edukasi Bahasa, MAN Kebumen 1. Tapi sayang file cerpen ini hilang kemakan virus. Hiks.. hiks.. dasar virus nakal.

In The Name of Tiara, dimuat Gaul edisi 35, 12-18 September 2011

IN THE NAME OF TIARA             Gendut. Berkacamata. Berkawat gigi. Tiga hal itu yang paling identik sama Ken. Dulu saat SMP Ken itu kurus banget. Atas permintaan Mama –nanti dikira Mama nggak ngasih makan anaknya- Ken mulai membuat program penggemukan diri. Awalnya sih biar sedikit berisi dan nggak kayak tiang bendera lagi. Tapi program itu kebablasan hingga akhirnya membuat Ken gemuk. Sangat gemuk.             Kelas 1 SMA ini perut Ken udah kayak beduk mushola. Lemak bertumpuk di hampir seluruh bagian tubuhnya. Ken juga nggak pernah luba bawa keripik kentang dan cokelat di tasnya.             Saat SMP Ken belum memakai kacamata dan kawat gigi. Karena kurang pandai bergaul –teman Ken di SMP bisa dihitung dengan jari- Ken jadi lebih suka menghabiskan waktu dengan belajar dan membaca buku. Tiap jam istirahat sekolah Ken selalu baca buku. Pergi ke perpustakaan, pinjam buku, baca buku. Di rumah pun sebagian waktu Ken dihabiskan dengan membaca buku –hal ini dilakukan karena Ken n

Seribu Bintang, dimuat Story edisi 24, 25 Juli 2011

SERIBU BINTANG             Cinta itu memang indah ya? Aku baru kali ini merasakan sebuah cinta setelah 17 tahun aku hidup di muka bumi. Cupu ya? Alasannya klasik, Mama belum mengizinkanku menjalin cinta sebelum aku berusia 17 tahun. Kalau soal suka kepada lawan jenis sudah sering aku rasakan. Tapi menikmati indahnya sebuah pacaran baru pertama aku rasakan.             Aku sungguh beruntung memiliki cinta bernama Steve. Dia seniorku di SMA. Cowok itu benar-benar idola di sekolah. Perwakannya yang tinggi dan atletis membuat banyak kaum hawa kepincut padanya. Tak terkecuali aku sebagai gadis normal. Aku kadang berandai-andai jadi pacar Steve. Tapi itu hanya sebuah khalayan. Aku bukanlah gadis yang populer. Bahkan menurutku Steve sama sekali nggak ada minat untuk melirikku.             Tapi khayalan itu menjadi nyata. Steve menyatakan perasaan sukanya padaku tepat di hari lahirku yang ke-17 tahun. Bukan, bukan di pesta ulangtahunku-aku sama sekali nggak membuat perayaan-melaink