Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

GAJI

Boros adalah teman setan. Ngeri banget ya. Kalau selalu ingat istilah ini mungkin enggak ada lagi yang namanya boros. Gimana cara mengatasi boros? Teorinya gampang. Me-na-bung. Memangnya gampang yang namanya me-na-bung? Gampang-gampang susah. Perlu tekad yang kuat menjadikan tabungan benar-benar tabungan, simpanan, bukan sekedar cadangan yang diambil saat kehabisan uang. Fungsi tabungan memang untuk berjaga-jaga saat menghadapi sesuatu yang enggak terduga, tapi bukan berarti tiap kehabisan uang, tabungan menjadi korban. Bukan juga “menimbun” uang. Teru saja disimpan tapi enggak pernah dipakai. Suatu saat uang tabungan juga akan dipakai, tapi nanti-nanti di masa depan, untuk sesuatu yang lebih penting. Menikah, misal. Cie.. cie.. yang sudah kepikiran me-ni-kah. Setiap baru gajian, enggak sedikit yang menyanyikan theme song Doraemon, “Aku ingin begini.. Aku ingin begitu.. Ingin ini.. Ingin itu.. Banyak sekali..” Sayangnya realita enggak seindah dunia Nobita yang pengen ini-

AMBIL SAJA DULU

Sekarang status sosial seseorang enggak bisa dilihat dari tampilan. Kadang bias antara yang benar-benar status sosial atas dan bukan atas. Bukan bermaksud membeda-bedakan. Jari tengah banget buat orang yang membanding-bandingkan orang lain berdasarkan status sosial. Lagi nyatet data sensus penduduk, Pak? Sekarang semua orang memang bisa menikmati “fasilitas” yang dulu cuma bisa dinikmati status sosial atas. Pengen apa? Rumah mewah? Mobil bonafid? Motor sport? Smartphone prestisius? Enggak perlu nunggu bertahun-tahun buat menikmati semua itu. Sekarang serba dimudahkan. Kenapa enggak dimanfaatkan? Pasti ada yang berpikiran begini ‘kan? Hutang. Kredit. Cicilan. Angsuran. Ada bedanya? Baiklah, mari kita cari di KBBI. Ketemu? Sekarang banyak “agen” yang menawarkan sistem ini. Mau ambil angsuran berapa kali? Berapa tahun? Memang, ini sangat memudahkan. Enggak perlu nunggu karatan, fasilitas-fasilitas mentereng itu sudah bisa dinikmati semua orang, tanpa terkecuali, cuma mau apa engg

MENGENANG

Sekelompok muda-mudi tampak tertawa berderai-derai dengan seporsi makanan siap santap. Bercerita apa saja. Dua jam mungkin menjadi waktu yang mereka butuhkan. Ah, entahlah. Enggak ada satu pun dari mereka yang menghitung berapa lama waktu yang dihabiskan untuk makan bersama diselingi derai tawa. Saat senja berganti hitam, muda-mudi ini mulai merencanakan jamuan makan. “Mau makan di mana kita?” Semua saling pandang. Bukan hanya satu-dua kali ini terjadi. Beruntung, biasanya ada yang menjadi pencetus ide. Entah terlalu malas memikirkan satu rekomendasi tempat makan atau ide si pencetus memang sangat brilian, tanpa menunggu lama muda-mudi ini menuju satu tempat makan. Enggak lagi saling pandang mengharap jawaban. Masing-masing memesan. Bukan tempat makan mewah dengan menu berharga fantastis. Hanya resto kaki lima yang pas untuk ukuran kantong mahasiswa. Ada yang bilang, salah satu yang bikin kangen saat menjadi mahasiswa adalah wisata kuliner setiap malam. Ya, muda-mudi ini m

TERLAMBAT

Setiap orang pasti pernah terlambat, tapi jangan menyerah karena sebuah ke-terlambat-an. Terlambat datang ke suatu acara, terlambat makan, terlambat bangun, terlambat... lulus kuliah, terlambat... ah, enggak mau memikirkan terlambat-terlambat lain. Salah siapa? Kalau mau menyalahkan, salahkan diri-sendiri. Jangan mengkambinghitamkan sesuatu. Instrospeksi saja kenapa bisa ter-lam-bat. Terlambat lulus kuliah, ada. Solusinya tergantung diri-sendiri. Kalau mau lulus kuliah, harus diraih sendiri. Iya, sendiri. By yourself.  Beda dengan kelulusan SMA. Kalau dunia kuliah sama kayak dunia SMA yang lulusnya (harus) bareng dan (harus) serempak, pasti enggak ada istilah “terlambat lulus kuliah”. Bullying , pasti dirasain banget sama seseorang yang terlambat. Apapun itu. Bisa bullying level kacang goreng sampai level Nasi Padang. Buat yang terlambat lulus kuliah, b ullying bisa sekaligus dijadikan motivasi, tapi tergantung sudut pandang sih. Menerima bullying secara positif, pasti bisa ja

SAMPUL

Penampilannya rapi, wangi, dan terlihat berkelas. Sekilas seperti orang-orang yang datang ke pusat perbelanjaan untuk sekedar menghibur diri. Apa yang kamu lihat, belum tentu sama dengan yang kamu pikirkan. Dia bukan seperti orang-orang itu. Dia punya maksud lain datang ke pusat perbelanjaan. Bukan sekedar "cuci mata", tapi melakukan “pekerjaan” nista. Mencuri. Entah apa yang ada di pikirannya saat melakukan aksi pencurian itu. Kenapa di dunia ini ada manusia seperti itu? Hasil pencurian dinikmati sendiri atau untuk keluarganya? Apa keluarga tahu uang yang dihasilkan dari mencuri? Apa si pencuri enggak ada hati sama sekali memberi makan keluarganya dengan hasil curian? Ada jahat, ada baik. Pengennya enggak ada lagi kejahatan di dunia ini, tapi realitanya enggak seindah yang dibayangkan. Kejahatan pasti akan tetap ada, entah sampai kapan. Kebaikan juga pasti akan terus ada. Dua hal yang berjalan beriringan. Kejahatan diimbangi dengan kebaikan. Rasanya miris, nyesek,

NILAI

Rasanya masa SMA dulu, Rp 100 ribu buat seminggu sangat banyak. Waktu itu seminggu uang saku Rp 50 ribu sangat cukup. Sekarang sangat berbeda. Nominalnya sama, tapi nilainya berbeda. Sekarang, Rp 50 ribu cukup buat dua hari. Ngng.. dua hari apa sehari? Kenapa bisa sangat berbeda ya? Oke, tahun yang berbeda, nilai juga berubah. Waktu SMA, harga makan satu porsi Rp 2.500. Entah karena kebaikan Bu Hasyim, pemilik warung atau karena nilainya memang sebesar itu. Nasi, sayur, satu tempe goreng. Dibanding sekarang dengan menu yang sama, cukupkah Rp 2.500? Bukan porsi nasi kucing ya, tapi porsi satu piring standar sekali makan. Belum lagi ditambah minum (air putih biasanya gratis). Aku jadi anak kost sejak SMA. Jarak dari rumah ke sekolah enggak terlalu jauh (sebenarnya). 18 km. Naik motor 20 menit perjalanan. Aku memutuskan kost karena belum bisa naik motor sendiri. Naik angkot bisa jadi pilihan, tapi aku merasa setiap hari harus berangkat jam 05.30 (demi enggak desak-desakan di angk

KEINGINAN

Keinginan setiap orang berbeda. Jangan merendahkan keinginan orang lain yang mungkin kamu anggap klise. Buatmu bisa saja keinginan klise itu sama sekali enggak penting, tapi buat si pemilik keinginan, bisa jadi sangat berharga dan bukan sesuatu yang remeh-temeh. Hanya satu pintanya, keinginan mewujud menjadi nyata. Hidup mengajarkan kita untuk lebih menghargai. Apapun itu. Semakin bertambah usia, semakin nyata kehidupan di depan mata, sikap menghargai itu pasti akan muncul. Hidup yang sebenarnya itu realistis. Apapun pencapaian seseorang, belum tentu kamu bisa meraihnya juga. Hanya dengan menghargai kamu juga akan dihargai orang lain (baca: enggak memandang sebelah mata). Apa kamu punya keinginan menjadi seseorang dengan kemeja rapi, celana bahan, dan berdasi? Sepertinya menyenangkan ya? Aku bukan tipe anti kerja kantoran, tapi bukan juga tipe yang mendewakannya. Hidup ini realistis, Bro. Selagi kamu enggak jadi “beban” dengan status doing nothing -mu, tentu enggak merasa kebe

JANJI

"Gus, kamu kok sekarang kurusan?" Berawal dari 2016, aku berkomitmen untuk berubah. Secara serius. Bukan lagi coba-coba dan berakhir menyerah. Aku enggak bisa begini terus. Aku harus berubah dan hanya aku yang bisa mengubahnya. Aku tahu, kuasa Tuhan sangat menentukan, tapi kalau aku sama sekali enggak berusaha, apa Tuhan akan memberikan kuasa-Nya untuk mengubahku? Enggak ada yang instan “simsalabim” langsung ada dalam sekejap. Ini bukan dunia dongeng, Bro. Harus ada usaha, harus ada proses, sebelum akhirnya bisa menikmati hasil. Aku hanya ingin berubah menjadi seperti yang aku impikan. Aku ingin punya tubuh proporsional. Aku ingin atletis. Aku capek terus bermimpi yang enggak juga menjadi nyata. Bagaimana bisa mimpi berubah jadi nyata kalau enggak ada usaha mengubahnya? Aku berjanji dengan diri-sendiri. Aku ingin berubah menjadi lebih sehat dengan berat badan ideal. Aku ingin menjadikan tubuhku atletis. Sama seperti mimpi yang terus melayang-layang di ang

ADIK KECIL

Waktu memang terus berjalan. Perubahan sudah pasti datang. Aku berubah, kamu berubah. Ada orang yang enggak suka perubahan seseorang. Berubah apa dulu? Kalau baik berubah jadi rese, bikin KZL. Kalau rese berubah jadi makin rese, beuuuh ... KZL tingkat dewa. Kadang aku merasa enggak pengen berubah. Bukan karena takut ngadepin perubahan, cuma... ada rasa pengen terus seperti ini. Tetap seperti ini. Sayangnya kekuatan manusia mana pun enggak akan bisa menghentikan perubahan. Terus saja terjadi tanpa bisa dicegah. Namanya juga hidup, harus ada perubahan dong. More better begitulah. Satu perubahan yang bikin aku kangen banget, masa kecil adikku. Rasanya pengen balik ke waktu itu. Adikku yang masih bocah banget. Belum kenal apa itu malam Mingguan. Belum kenal warnain rambut macam rambut jagung. Dunia yang sangat sederhana yang aku bisa bebas menjahilinya tanpa ada perlawanan. Yah.. beda usia tujuh tahun membuat adikku hanya bisa "pasrah" waktu aku jahilin. Dulu... Seka

JUJUR? MODUS?

Sebungkus tahu bulat dan snack cumi, bukan takoyaki (mas yang jual bilang apa gitu namanya), jadi teman santai siang jelang sore itu. Menunggu waktu, bukan menunggu orang. Paling ampuh diam berlama-lama memang berinternet ria. Waktu enggak berasa karena asyik dengan smartphone yang terkoneksi media sosial aneka rupa. Akhirnya yang ditunggu datang juga. Adzan ashar menggema di udara. Kayak nunggu adzan maghrib ya? Ha ha. Saat itulah seorang bapak, mungkin usia 50, datang menyapa. Bapak yang entah siapa namanya itu menanyakan asalku dan kuliahku. Pertanyaan standar berbasa-basi. Lebih baik daripada diam dan sibuk dengan dunia sendiri. Waktu aku menjawab kuliah di UIN, aku tambahin IAIN, karena dari standar basa-basi yang sudah-sudah, orang-orang seusia bapak itu enggak tahu UIN tapi paham IAIN. Nama IAIN memang lebih melekat buat generasi baby boomers. Bapak itu juga nanya aku semester berapa dan yang jelas aku jawab “lagi skripsi” dengan senyuman dan he he he. Setelah itu si Ba

NETRAL

Memang susah bersikap netral, tanpa ada kebencian atau rasa sensi lain. Apalagi kalau pernah drama sama seseorang. Bakalan makin susah bersikap netral. Selalu mikir negatif tentang dia. Apapun yang dia lakukan selalu dirasa ada cacatnya dan lebih mengedepankan marah-marah. Aku lagi berusaha buat bersikap netral. Mungkin ada yang bilang ini cuma bullshit , tapi aku hanya berusaha melihat seseorang dari sisi baik, sisi positif, bukan cuma dari sisi negatifnya. Setiap orang pasti pernah bikin kesalahan. Enggak perlu naif. Aku juga pernah. Sangat pernah. Cuma... memang susah, sempurna melupakan sisi negatif seseorang yang bikin kita ikutan drama. Enggak semua orang begini loh ya. Aku cuma yakin pasti ada orang yang susah melupakan “drama” seseorang yang bikin kita terlibat di dalamnya. Namanya hidup enggak sendiri, pasti pernah drama sama seseorang. Efek drama ini seringnya bikin baper. Tunggu, jangan bilang alay dulu. Kenapa tiap ada orang bilang baper, dibilang alay? Manusia ‘ka

SISA

“Ayo nasinya dihabiskan. Nanti nasinya nangis loh.” Waktu aku masih bocah, Mamah pernah bilang begitu. Makanan yang enggak dihabiskan bisa nangis. Setiap orangtua pasti ngajarin anak-anaknya enggak buang-buang makanan. Enggak baik. Pembiasaan yang jadi kebiasaanku sampai sekarang. Sepanjang bisa mengingat, aku alhamdulillah jarang buang makanan. Bukan berarti enggak pernah loh. Rasanya sayang gitu, makanan dibuang sia-sia. Memangnya ada "dibuang tapi enggak sia-sia"? Ada. Dibuang tapi buat pakan ternak. Asal enggak cuma berakhir di tempat sampah dan setelah itu enggak dimanfaatkan sama sekali. Eh tapi.. kalau dibuang di tempat sampah, bukannya nanti juga bakal jadi manfaat buat semut, lalat, ulat, dan kawan-kawan? Berarti enggak ada istilah “dibuang sia-sia” karena yang dibuang itu ternyata ngasih manfaat bahkan di tempat pembuangan. Enggak ada yang sia-sia, bukan berarti bebas buang-buang makanan loh. Sayang ‘kan kalau dibuang? Bayangin, di luar sana masih ada y

VIRUS 48

Sekumpulan gadis manis dan cantik dengan rok mini kotak-kotak tampak tersenyum penuh pesona. Sesekali mereka tersenyum ke arahmu, entah benar untukmu atau hanya perasaanmu saja. Pujian bahkan hujatan, dua hal yang selalu ada di sekeliling gadis-gadis muda berbakat ini. Seperti dua sisi mata uang yang selalu berdampingan. Karena pesona gadis-gadis ini, banyak yang menjadi korban delusi. Delusi?  Arti delusi seram juga sih. Salah satu bentuk gangguan mental. Delusi itu sederhananya terlalu berfantasi, antara imajinasi dan kenyataan beda tipis. Kita bisa jadi apa yang kita mau di dunia fantasi kita sendiri ‘kan? Bebas karena kita "sutradara"nya. Gadis-gadis inilah yang membuat makhluk bernama laki-laki khususnya, berdelusi. Mungkin bukan tingkatan yang parah, tapi tetap saja antara angan dan realitas tumpang-tindih. Gadis-gadis manis ini adalah JKT48. Apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran waktu mendengar, membaca, melihat JKT48? Nabilah, Melody? Buat sebagia