GAME

Kenangan masa kecil yang sampai sekarang masih melekat di ingatan ada nggak? Pasti ada 'kan? Kenangan masa kecilku yang memorable banget salah satunya saat SMP kelas 2. He he.. Nggak kecil-kecil amat sih. Kenangan masa remaja awal lebih tepatnya. :D

Waktu SMP kelas 8, aku adiktif banget sama game PS. Tiap weekend, ngumpet-ngumpet kayak kucing mau ngambil ikan asin, aku datang ke rental PS. Masih di desaku tapi jaraknya lumayan jauh. Aku waktu itu nggak bilang mau PS-an, karena Mamah (terutama) pasti nggak ngebolehin. Lucunya, saking pengennya main PS, aku sampai pura-pura mau beli es teh di warung sebelah yang jaraknya 100 meter. Memang beli es teh, tapi janggal banget. Masa iya, satu jam kemudian (yah.. kurang lebih) aku balik ke rumah dengan es teh di tangan. Ha ha ha.. Kejadian ini diingat sekarang tuh konyol dan janggal banget. =D

Mamah nggak ngebolehin aku main PS karena disamakan dengan judi. Takutnya digrebek polisi. Yang jelas sih, daripada uangnya buat rental PS, mending buat yang lain, yang lebih bermanfaat. Walau Mamah ngelarang, aku tetap aja ngeyel. Sampai suatu ketika, Mamah datang ke rental PS dan menjemputku langsung! Habis deh aku dimarahin. Bla.. bla.. bla.. Panjaaang banget. Rasanya tuh... nano-nano. Setelah kejadian itu, aku yang tadinya adiktif game PS, perlahan mulai mengurangi dan akhirnya nggak adiktif sama sekali. Alhamdulillah...

Aku suka nge-game One Piece Grand Battle dan Digimon Rumble Arena 2, PS1 atau PS2 aku suka semua. Lebih cenderung suka yang PS2. Grafisnya lebih bagus. Tiap PS-an, pasti aku main dua game itu. Pemilik rental, namanya Heri, sampai hafal dengan kebiasaanku nge-game yang satu itu. Kadang main Residen Evil, Metal Slug, dan beberapa game lain yang aku lupa judulnya. Tapi yang lebih sering (banget) aku mainin ya dua game yang aku sebutin pertama itu. Nggak pernah absen deh.

Kangen juga dengan dua game itu. Akhirnya setelah memendam kangen sekian lama (ha ha ha... =D), Senin kemarin, 22 September 2014, aku bisa nostalgia dengan game Digimon Rumble Arena 2. Belum berubah sama sekali. Masih sama dengan yang aku mainkan sekitar 2006 silam. Sayangnya nggak ada One Piece Grand Battle. Pengen main Bloody Roar juga, tapi nggak ada. Ya sudahlah. Lain kali semoga bisa nostalgia dengan game yang belum kesampaian aku mainin lagi. Aamiin. O:)

Kali ini, aku nggak rental PS, tapi sewa 24 jam PS2. He he.. Lebih enak sewa daripada rental. Mainnya 'kan bisa lebih leluasa dan enak di rumah. Pengen beli PS2, someday (walau udah ada generasi ke-3 dan ke-4, but never mind). Ya, suatu saat. :) Aamiin.O:) Oh ya, sekedar info, PS2 yang aku sewa ini, nggak pakai kaset, tapi permainannya langsung dibenamkan di PS2 itu. Banyak permainan tinggal pilih aja. Lebih praktis, tapi aku justru pengennya yang pakai kaset. Lebih berasa nostalgianya.[]

Kebumen, 23 September 2014

MENGABDI UNTUK BERARTI



Wah.. lama nih aku nggak berbagi cerita. Udah berapa bulan? Udah siap lahir belum ya? #ehsalahfokus Baiklah karena baru cerita lagi detik ini, pertama say hi aja dulu ya. (^.^) Halo.. apakabar? Baik? Alhamdulillah... Kabarku juga baik. Baru selesai KKN nih. Nah.. aku mau cerita tentang KKN ya. ;)

KKN a.k.a Kuliah Kerja Nyata-ku di Desa Karangsewu, Dukuh XI Bapangan, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Nggak mau yang jauh-jauh ah (sampai keluar pulau bahkan keluar negeri segala), selain 'berat di ongkos', KKN itu 'kan intinya mengabdi kepada masyarakat. Jadi, di mana pun tempatnya, yang penting harus berbakti, mengabdi, dan berarti.

KKN di Desa Karangsewu ada 17 kelompok, sesuai dengan jumlah dukuh di desa tersebut. Aku di Kelompok 11. Nama kelompoknya 83KP125. Aku kenalin nih sama teman-teman satu kelompokku. Oh iya, hampir lupa. Kelompok 11 ini satu angkatan kuliah semua, Angkatan 2011.

Yang pertama ada Puput Lestari (Puput). Mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya (FAIB) Prodi Bahasa dan Sastra Arab. :D Cewek Banyuwangi ini adalah tipikal orang nggak banyak omong dan 'paling rajin' diantara para cewek dalam kelompok. Karena pendiamnya itu, teman-teman cewek suka nge-bully (baca: bercandain) si Puput (kadang teman-teman cowok juga sih :D). Bahkan teman-teman cewek ngejulukin Puput sebagai Makhluk Astral gara-gara kekalemannya itu. Hi hi hi.. Sabar ya Put. #PrayForPuput :D Aku (dan juga teman lain) kasih Puput gelar 'Chef', gara-gara dia sering masak buat kelompok.

Kedua, Yanu Ariyanti (Yanu). Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Prodi Bimbingan dan Konseling Islam. Cewek pecinta alam yang jadi Sekertaris Kelompok. Tipikal cewek tegas. Pokoknya kalo begini, ya harus begini. Pernah dalam kelompok mau ngadain lomba 17-an. Kalo nggak salah Lomba Sepakbola buat bapak-bapak atau apa gitu, aku agak lupa. Salah satu teman lain khawatir lomba ini nggak bakal jalan, takut antusiasme kurang dan sebangsanya. Tapi cewek Sogan, Wates (cukup 15 menit dari posko ke rumahnya :D) ini tetap keukeuh ngadain. Optimis yang luar biasa. Cocok sebenarnya kalo jadi koordinator.

Lanjut, ada Khotibul Umam (Umam), cowok asal Brebes. Ide-ide mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Prodi Muamalat, Hukum Perdata dan Bisnis Islam ini lumayan banyak. Bahkan sebelum KKN mulai, waktu masih pembekalan dan baru pertama kali bertemu, Umam udah punya segudang rencana untuk KKN. Wow banget 'kan? Cocok jadi Ketua Kelompok. Sayangnya karena kesibukannya sebagai Penjaga Rumah Allah, Umam 'terpaksa' merelakan jabatan itu. Umam tipikal orang yang nggak gampang terpengaruh.

Nopi Indrati (Nopi). Bukan urang Sunda lho tapi Bantul. Mungkin orangtuanya termasuk penganut paham Nopember, makanya dikasih nama Nopi, bukan Novi. Hi hi hi... Suka manggil 'Bebs' ke teman-teman cewek. Penghidup suasana dengan sifat 'ala-ala Syahrini' dan rempongnya. Satu fakultas dengan Umam namun beda prodi. Keuangan Islam, itulah prodi yang digeluti cewek yang aku kasih gelar Tante Rempong ini. Oh iya, Nopi ini orang yang ngenalin bumbu instan ke teman-teman cewek lho. He he.. secara yang masak bagian cewek. Cowok bagian cuci alat makan dkk aja.

Satu-satunya mahasiswa Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) di dalam kelompok, Iqbal Zainul Ardly (Iqbal). Orangnya cuek, ceplas-ceplos, bercandaannya 'cenderung kasar' (bukan kasar sih, tapi orang lain aja yang nggak paham dengan bercandaannya). Walau cuek dan terkesan masa bodoh, tapi Iqbal ini yang paling 'tanggap' lho. Langsung peka dengan kondisi. Lebih memasyarakat. Cowok Magelang ini juga termasuk dekat dengan Kepala Dukuh XI Bapangan, Bapak Widodo yang sekaligus jadi Induk Semang bagi kami.

Awal-awal sih terkesan suka bercanda, tapi ternyata Nafisatun Nihayah (Fifi) agak jutek dan nggak begitu suka bercanda. Mungkin suka, tapi yang standar aja. Mahasiswi Pendidikan Biologi, satu fakultas dengan Iqbal ini yang pertama kali SMS aku saat pembagian kelompok. Jadi yang pertama kali kenalan ya sama si cewek Kediri ini (aku kira nickname-nya Nafisa). Jadi Bendahara untuk kelompok dan dapat gelar Ibu Kost (entah karena apa).

Terakhir ada Akbar Muslim Syarif Asmawarawan (Akbar), satu-satunya pemilik nama terrrpanjang dalam kelompok. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH) ini orangnya selalu punya kata-kata yang makjleb! Hi hi hi… Bukan pedas, tapi sekali ngomong, langsung menarik perhatian. Bagi yang belum kenal, Akbar agak pendiam, tapi kalo udah kenal, cowok asli Jogja ini gokil kok. Berkat KKN, Akbar punya Abah lho. Abahnya Akbar ini pengurus pondok pesantren. ;) Keren ‘kan?

Itu dia teman-teman kelompokku. Bermacam sifat dan karakter yang harus saling mengerti. Apalagi kami tinggal serumah, apa-apa bersama, sifat dan karakter asli pasti muncul. Apa? Aku? Ah, nggak usah dikenalin ya. FYI aja, aku dalam kelompok sebagai Ketua, posisi yang bebannya tuh di siniii. Sebenarnya aku nggak mau jadi ketua, tapi yah.. tau sendiri ‘kan, jabatan terhormat ini selalu dianggap sebagai musibah. :3 Aku berusaha untuk menjadi ketua yang baik, walau faktanya masih banyak banget ‘cacat’ di sana-sini. It’s ok, itulah pembelajaran.

Kali ini baru kenalan aja ya. Selanjutnya, aku bakal cerita tentang suka-duka KKN. See ya. ;)

Yogya, 19 September 2014

Fiksi - Cerpen Terpuji - Foyard (FLP Yogyakarta Award) 2014



MONOLOG SUNYI
▪Adinata
A
ku tidak tahu kapan hari lahirku datang. Jangankan hari lahir, sosok ayah dan ibu saja aku tidak pernah tahu. Ingin rasanya sesekali tahu kapan hari lahirku. Aku ingin merasakan suasana saat itu tiba. Saat hari lahir datang, biasanya akan ada kejutan-kejutan. Pertanda bahwa masih ada rasa sayang untuk mereka yang merayakan hari lahirnya. Euforianya itu, sungguh luar biasa. Mereka bersuka-cita, tertawa bersama, dan pastinya makan sepuasnya.
            Aku sudah pasti tidak bisa melakukan semua itu. Aku hanya bisa bermimpi merayakan hari lahir atau yang orang-orang bilang sebagai ulang tahun. Aku tidak banyak berharap. Ada yang mengucapkan selamat untukku saat hari lahirku tiba saja, itu sudah cukup. Sayangnya, aku tidak tahu kapan hari lahirku. Bagaimana mungkin orang-orang atau siapapun itu akan memberi ucapan selamat ulang tahun untukku?
            Kata mereka yang dengan bangga merayakan hari lahir setiap tahunnya, permintaan yang terucap di hari itu, lebih istimewa. Permintaan pertama di usia yang baru. Bagiku terdengar berlebihan, tapi mungkin sesekali aku harus mencobanya. Aku punya satu keinginan yang ingin sekali aku wujudkan. Mungkin dengan mengucapkan keinginan di hari lahir, permintaan yang mustahil bisa menjadi kenyataan.
            Aku sungguh ingin merayakan hari lahir, sama seperti mereka. Bagaimana caranya aku tahu kapan aku dilahirkan? Aku harus bertanya kepada siapa? Ibu? Ayah? Nama kedua orangtuaku saja entah siapa. Aku benar-benar buntu mencari tahu. Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku. Entah sampai kapan pertanyaan itu akan mendapatkan jawabannya.
            Aku lihat pepohonan, bunga-bunga di semak belukar, bahkan kepada ilalang yang bergoyang. Mereka pasti juga pernah dilahirkan. Sama sepertiku. Apa mereka juga merayakan hari lahir mereka? Apa mereka merayakannya dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh mereka? Kupu-kupu yang hinggap di atas bunga yang merekah indah, semut-semut yang berjajar di tanah berlubang di bawah pohon, burung-burung yang terbang dengan bebas, apa mereka juga merayakan hari lahir? Ah, pertanyaanku terlalu mengada-ada, atau mungkin aku sudah gila karena identitasku yang buram ini?
            “Malam ini datang ya ke pesta ulang tahunku.”
            “Cieee… yang sweet seventeen-an.”
            “Pokoknya kalian harus datang ya. Dijamin asyik pestanya.”
Cewek-cewek berseragam putih abu-abu itu tertawa. Mereka tengah membicarakan perayaan hari lahir. Beruntung sekali mereka, tahu kapan dilahirkan. Apa setiap tahun selalu seperti itu? Merayakan berkurangnya usia dan jatah kehidupan. Pertanyaanku bertambah lagi. Menggantung di kepalaku. Sepertinya aku harus berhenti bertanya kepada diri sendiri.
            Seharusnya tadi aku bertanya kepada mereka, kepada cewek-cewek itu. Mungkin mereka punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Setidaknya jika aku memberi mereka satu pertanyaan, maka satu pertanyaan yang menggantung di kepalaku akan berkurang. Ah, sudahlah. Biarlah pertanyaan ini terus mengakar dalam kepalaku. Suatu saat Sang Maha Mengetahui pasti akan memberikan jawaban atas pertanyaanku.
            Pemandangan seperti cewek-cewek berseragam putih abu-abu sudah sering aku lihat. Ada yang berbicara tentang hari lahir, pesta, hingga urusan cinta-cintaan. Banyak sekali manusia dengan berbagai warnanya yang pernah aku lihat. Pemandangan sehari-hariku yang justru melahirkan banyak pertanyaan. Pertanyaan terbesarku adalah hari lahirku. Sekian banyak lika-liku hidup orang yang aku lihat, justru yang paling menarik hatiku, paling menarik rasa ingin tahuku, tentang hari lahir itu.
            Mereka yang bahagia dan bersuka cita merayakannya. Bahkan aku pernah melihat sendiri cara mereka merayakannya. Banyak orang yang terlihat bahagia, banyak makanan, dan satu kue besar dengan hiasan lilin di atasnya. Lilin berbentuk angka sesuai dengan usia mereka. Lalu akan ada make a wish dengan meniup lilin itu. Sepertinya cara seperti itu sangat mujarab untuk mengabulkan keinginan.
            Kenapa bertambahnya usia dimaknai seperti itu? Pesta, perayaan, bahkan memohon permintaan di depan sebuah lilin yang menyala. Siapa yang memulai semua itu? Tradisi darimana? Apa benar permintaan yang dipanjatkan di depan lilin kue ulang tahun akan pasti terkabul? Mungkin itu salah satu bentuk optimisme terhadap harapan.
Satu usia berkurang, semakin dekat mereka dengan kematian. Masih banyak manusia yang takut mati, tapi saat usia berkurang satu, justru mereka sangat berbahagia. Merayakannya semeriah mungkin, seperti yang pernah aku lihat.
            Aku memang belum pernah merayakan ulang tahun karena aku tidak tahu kapan hari lahirku, tapi aku ingin merasakannya walau hanya sekali. Mungkin dengan begitu, aku akan tahu siapa kedua orangtuaku. Sekali saja merasakannya dan setelah itu aku tidak akan pernah bertanya lagi. Mereka yang punya kesempatan untuk mengingat hari lahirnya, sungguh beruntung karena masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri. Perayaan itu bisa saja bentuk rasa syukur, tapi semoga mereka tidak lupa bahwa kematian semakin dekat.
            Orang-orang masih lalu-lalang di depanku. Taman kota ini memang tidak pernah sepi. Walau aku sendiri, setidaknya aku tidak merasa kesepian. Banyak orang yang datang dan pergi. Aku jadi semacam punya tontonan menarik untuk kesendirianku. Aku pun belajar banyak dari sekilas kehidupan mereka yang kebetulan aku lihat.
            Terkadang aku menanyakan takdirku sendiri. Kenapa Sang Penulis Takdir memberiku takdir seperti ini? Kenapa tidak Kau tuliskan takdir yang sama seperti lainnya? Lahir, tumbuh, berkembang bersama sosok ayah dan ibu. Apa permintaanku terlalu berlebihan?
Apapun caraku memberontak dengan takdir akan sia-sia. Aku belum sempat merasakan arti sebuah kehidupan. Aku belum sempat mengenal siapa yang melahirkanku. Apa aku memang tidak diberi kesempatan untuk itu? Entah dosa apa yang aku berbuat, hingga aku tidak berhak merasakan kehidupan di dunia keduaku?
Belasan tahun silam aku di sini. Sendiri, terkubur di bawah tanah taman kota yang tidak pernah sepi.[]
Yogya, 16 Mei 2014