BUKAN KELUARGA CEMARA

 Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih.

Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini?

Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana.

Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yang tercetus spontan dan langsung disambut oleh kami. Kata Rina, Geng Cemara si paling satset tanpa wacana. Alhamdulillah rencana-rencana yang kami lontarkan bisa terealisasi berbekal semangat dari masing-masing. Tentu saja karena semangat ini, nggak ada tuh yang namanya wacana. Satset hayuk begitu.

Jam 6 pagi kami janjian ketemu di Jalan Jlagran. Mbak Dwi sudah siap dengan mobil warna limenya. Aku, Mbak Iham, dan Rina jalan kaki dari parkiran di Stasiun Yogyakarta menuju Jalan Jlagran. Sementara Mbak Yatimah diantar Mas Miyanto dari Posko Jogoboro. Sebelum berangkat kami sempat menikmati apa ya itu namanya? Bubur kacang hijau tapi bukan. Airnya aja gitu. Apa sih namanya? Ada juga cireng, arem-arem, piscok yang dibawa Mbak Iham dan Rina.

Perjalanan menuju Pantai Goa Cemara alhamdulillah lancar. Nggak ada kemacetan. Aku sempat ngebayangin gimana kalo macet? Apalagi long weekend. Aku main air di pantai, Mbak Dwi foto-foto, Rina yang jadi fotografer untuk Mbak Dwi, Mbak Iham yang rekam-rekam aksi yang niat hati ingin anggunly tapi apalah daya kenyataan nggak seanggun itu. Kami berlima duduk dengan kaki telanjang di atas pasir hitam, eh... kayaknya aku doang yang lepas alas kaki pas lagi lesehan. Kain lebar bergambar tengkorak punya Mbak Iham, kami jadikan tikar.

Kami santai dan tertawa lepas sembari menikmati cilok gajahan dan jajanan yang dibawa Mbak Iham dan Rina, juga sestoples kastangel dari Mbak Yatimah. Sebelum jarum jam menunjuk angka 10 pagi, kami melanjutkan perjalanan dan berhenti di Jembatan Baros. Jembatan yang kata Mbak Yatimah banyak yang nongkrong di sini yang diaminkan kesaksian dari Mbak Penjual Corndog. Tepat di bawah jembatan ada sungai yang lumayan besar dan ada kano... eh, iya bukan ya namanya? Ada kano yang bisa disewa untuk merasakan sensasi menyusuri sungai. Yah... bolehlah untuk experiencenya. Jangan membayangkan seluas Sungai Progo ya.

Dua tempat ini adalah saksi dari lahirnya Geng Cemara. 4 Juni 2023. Bisa tuh dijadikan sebagai anniversary Geng Cemara. Perlu dirayakan dan diingat untuk anniversary yang pertama tahun depan? Pastinya cerita tentang jalan-jalan dan piknik akan terus ada di Geng Cemara.

Next mau ke mana lagi ya kita?


Jogja, 4 Juni 2023