AKU DAN KAMU YANG BERBEDA

Indonesia punya banyak keragaman, tapi aku dari dulu justru hidup berdampingan bukan dengan keragaman, tapi keseragaman. Lingkunganku benar-benar homogen. Bukan cuma seragam secara agama, tapi dari ras pun, sama. Sejak SD sampai perguruan tinggi, aku terbiasa dengan keseragaman. Belum pernah ngerasain ikut bersukacita saat seorang teman Natalan, Waisak, Galungan, Imlek.
Sekarang, sampai tulisan di blog ini diketik, aku enggak punya banyak teman yang berbeda secara keyakinan, ras, budaya. Kuper? Enggak juga. Lingkungan yang selalu sama membuat lingkaranku juga selalu dipenuhi kesamaan. Walau terbiasa di lingkungan homogen, tapi aku bersyukur bisa jadi tipikal orang yang menerima perbedaan. Bukan memuji diri-sendiri, tapi mensyukuri. Pengen punya banyak teman dari berbagai agama, ras, budaya. Pasti menyenangkan. Pikiran kita jadi terbuka. Sikap toleran kita bakal lebih terasah. Bukan cuma lingkaran pertemanan yang berbeda, tapi aku juga pengen hidup di lingkungan yang bhineka tunggal ika. Indah banget tuh.
Aku enggak mempermasalahkan perbedaan. Setiap orang punya keyakinannya masing-masing. Bukan cuma keyakinan tentang ketuhanan loh, tapi apa pun yang bikin aku dan kamu punya prinsip dan keyakinan yang berbeda. Tetap menghormati keragaman tanpa harus merendahkan yang lain. Hidup ini indah kalo kita bisa berdamai dengan perbedaan 'kan? Lagipula Tuhan menciptakan bumi dan seisinya dengan keragaman, bukan keseragaman. Hamba Tuhan mana pun, kita yang sadar betul dengan keimanan, pasti membenci perpecahan karena perbedaan.
Saat perbedaan enggak jadi perpecahan. Saat perdamaian menyatukan semua. Kapankah saat itu datang? Kita yang berusaha, kita yang memperjuangkan. Sekarang juga.
Jogja, 25.12.2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar