Langsung ke konten utama

HIDUP ITU BERKARYA

Banyak bahan yang bisa dijadikan tulisan. Banyak ide di sekeliling yang bisa diolah menjadi karya. Banyak hal yang bisa bikin pasif jadi produktif. Satu hal yang harus kita tanyakan pada diri-sendiri: mau atau enggak? Dua pilihan ini ada di tangan kita. Kalo mau, berarti harus siap, apapun, termasuk resiko dan sesuatu yang enggak enak. Masa iya mau enak terus? Kalo sebaliknya, menolak a.k.a enggak mau, harus siap juga kalo suatu saat di masa depan kita menyesali pilihan yang udah diambil. Kalo enggak ada penyesalan, baguslah. Semoga ada sesuatu lain yang bisa dijadikan karya, dijadikan sesuatu, dijadikan bermakna dan bermanfaat buat kita. Paling enggak, buat kita dulu.
Mau berkarya, mau produktif, pasti ada tantangannya. Malaslah, enggak mood, (merasa) kehabisan ide, laptop bermasalah, enggak ada internet, tuh... 'kan pritilan hambatan (atau alasan?) banyak bermunculan. Membayangkan manisnya karya, manisnya produktif, ah... enak sekali. Padahal dibalik manisnya itu, ada pengorbanan dan perjuangan yang kalo enggak diperjuangkan bakal jadi sia-sia dan enggak bakal terasa manis di akhir.
Penulis novel best seller, Dee misal. Popularitas, materi, semua yang manis bisa kita lihat sekarang. Siapa yang enggak kenal Dee? Siapa yang enggak tau Supernova yang bahkan udah pernah difilmkan? Dibalik itu semua, Dee banyak sekali berkorban demi karyanya. Riset sana-sini, cari referensi, cari narasumber, cari pelengkap bahan tulisan, cari amunisi. Kata siapa tulisan fiksi enggak pake riset? Jangan kira novel setebal Supernova cuma hasil imajinasi Dee tanpa riset. Proses kelahiran sebuah karya pasti berdarah-darah. Seperti ibu yang melahirkan anak. Pasti butuh perjuangan dan usaha mati-matian sampai penghabisan.
Merasa lelah berkarya? Merasa enggak ada ide? Merasa bingung mau berkarya apa? Bisa jadi kita hanya malas. Enggak mau berusaha. Pengennya enak terus.
Hidup kalo tanpa berkarya, terus buat apa?
Jogja, 03.12.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan