Banyak bahan yang bisa dijadikan tulisan. Banyak ide di sekeliling yang bisa diolah menjadi karya. Banyak hal yang bisa bikin pasif jadi produktif. Satu hal yang harus kita tanyakan pada diri-sendiri: mau atau enggak? Dua pilihan ini ada di tangan kita. Kalo mau, berarti harus siap, apapun, termasuk resiko dan sesuatu yang enggak enak. Masa iya mau enak terus? Kalo sebaliknya, menolak a.k.a enggak mau, harus siap juga kalo suatu saat di masa depan kita menyesali pilihan yang udah diambil. Kalo enggak ada penyesalan, baguslah. Semoga ada sesuatu lain yang bisa dijadikan karya, dijadikan sesuatu, dijadikan bermakna dan bermanfaat buat kita. Paling enggak, buat kita dulu.
Mau berkarya, mau produktif, pasti ada tantangannya. Malaslah, enggak mood, (merasa) kehabisan ide, laptop bermasalah, enggak ada internet, tuh... 'kan pritilan hambatan (atau alasan?) banyak bermunculan. Membayangkan manisnya karya, manisnya produktif, ah... enak sekali. Padahal dibalik manisnya itu, ada pengorbanan dan perjuangan yang kalo enggak diperjuangkan bakal jadi sia-sia dan enggak bakal terasa manis di akhir.
Penulis novel best seller, Dee misal. Popularitas, materi, semua yang manis bisa kita lihat sekarang. Siapa yang enggak kenal Dee? Siapa yang enggak tau Supernova yang bahkan udah pernah difilmkan? Dibalik itu semua, Dee banyak sekali berkorban demi karyanya. Riset sana-sini, cari referensi, cari narasumber, cari pelengkap bahan tulisan, cari amunisi. Kata siapa tulisan fiksi enggak pake riset? Jangan kira novel setebal Supernova cuma hasil imajinasi Dee tanpa riset. Proses kelahiran sebuah karya pasti berdarah-darah. Seperti ibu yang melahirkan anak. Pasti butuh perjuangan dan usaha mati-matian sampai penghabisan.
Merasa lelah berkarya? Merasa enggak ada ide? Merasa bingung mau berkarya apa? Bisa jadi kita hanya malas. Enggak mau berusaha. Pengennya enak terus.
Hidup kalo tanpa berkarya, terus buat apa?
Jogja, 03.12.2017
Komentar
Posting Komentar