ADIKTIF

Adiktif. Pernah ngerasain? Enak? Adiktif apa dulu? Adiktif yang negatif, janganlah. Na'udzubillah... Adiktif yang positif, good... Rasanya adiktif positif itu nikmat banget. Sekali nggak ngelakuin, rasanya ada yang beda. Pastinya nggak bikin rugi.

Perlu dikembangin tuh adiktif positif. Lebih tepatnya dibudayakan. Adiktif nulis, adiktif berkarya, adiktif menebar kebaikan, adiktif baca Al Qur'an, subhannallah.. indah banget.

Adiktif negatif, jangan harap bakal merasakan kenikmatan yang sesungguhnya. Adiktif negatif, nikmatnya cuma semu. Setelah itu bakal menderita. Rugi diri-sendiri.

Setiap manusia pasti pernah adiktif negatif. Aku waktu SMP pernah adiktif main PS. Selalu bela-belain datang ke rental PS sepulang sekolah. Uang jajan, bukannya buat jajan, tapi buat main PS. Mamah marah banget. Nikmat, tapi ya cuma sesaat.

Jadi, main PS bisa jadi adiktif negatif? Bisa. Manfaat main PS apa? Media menghibur diri-sendiri tapi kalo berlebihan, jadinya nggak baik. Beda kalo adiktif positif, makin adiktif, makin baik.

Terus gimana cara menumbuhkan adiktif positif? Paksa diri-sendiri. Pasti selalu ada hambatan waktu mau ngelakuin hal baik. Ingat lho, memaksa diri-sendiri bukan berarti nggak enjoy, lebih tepatnya mendisiplinkan diri-sendiri. Susah? Nggak juga. Gampang? Nggak juga. Susah-susah gampang apa gampang-gampang susah?[]

Jogja, 31 Oktober 2015

ARUS

Memang pada dasarnya bukan tipe orang yang mengikuti arus. Orang-orang melakukan ini, justru sama sekali nggak ikut-ikutan. Giliran orang lain nggak melakukannya, justru dilakukan. Melakukan sendiri tanpa mengikuti arus. Memang orang banyak macamnya.

Ada yang latah ikut arus, ada juga yang tetap cool. Mengikuti arus (mungkin bisa dibilang 'kekinian'?) sama saja nggak punya pendirian. Ikut-ikut saja apa yang lagi ngalir. Arus ke kanan, ikut ke kanan. Arus ke kiri, ikut kiri. Gimana kalo melawan arus? Melawan arus?

Beda.. beda.. Melawan arus dengan nggak ikut-ikutan arus, jelas beda. Melawan arus jelas bikin chaos. Namanya juga melawan. Nggak ikut-ikutan arus, tetap di jalur yang sama, cuma nggak ikut 'jalan'. Berhenti di tepi sambil mengawasi. Bukan berhenti di tengah dan ganggu.

Mengikuti arus ke arah positif? Dianjurkan. Bisa jadi niat awal mengikuti arus karena, ya.. mengikuti orang lain, biar dilihat mata manusia, belum tulus, tapi hati manusia bisa dibolak-balik. Nantinya pasti juga bakalan berubah. Bukan semata demi dilihat manusia, tapi demi sesuatu yang lebih. Ya, lebih.

Jogja, 30 Oktober 2015

SEMANGAT



Kadang naik, kadang turun, kadang maju-mundur. Semangat mah gitu. Kalo lagi naik, bagus, bikin bergairah hidup, tapi kalo lagi turun, beuuh.. nggak pengen melakukan apa pun.

Semangat udah jadi bagian dari hidup. Melakukan apa pun, pasti ada semangatnya. Kadar semangat tiap orang jelas beda. Tiap orang juga punya cara sendiri buat mengolah semangat.

Merasa stuck dengan semangat yang gitu-gitu doang? Naiknya jarang, turunnya sering. Cari mood booster. Bentuknya bisa apa pun. Intinya yang bikin gairah hidup jadi ON. Nggak perlu sesuatu yang 'wah' karena masing-masing punya cara beda memandang dan merasakannya.

Semangat naik-turun, wajar, tapi jangan ababil juga. Bentar-bentar naik, bentar-bentar turun. Pertahanin konsistensi semangat. Nggak asyik kalo semangat gampang naik & gampang turun.

Semangat bukan berarti gairah meletup-letup terus jadi heboh (sendiri), tapi bisa berarti 'kemauan kuat' buat menjalani apa yang di depan mata. Mau tantangan, rintangan, zona nyaman, apa pun, oke-oke aja.

Menjaga semangat biar stabil memang susah-susah gampang...

Jogja, 29 Oktober 2015

#Cerpen PERTEMUAN


Aku sudah tidak sabar menanti pertemuan ini. Sudah sejak lama aku hanya melihatnya dari jauh. Sekarang saatnya aku melihat sosoknya secara nyata, mewujud di depan mataku.

Jam 2 siang di sebuah pusat perbelanjaan. Itulah tempat dan waktu yang dia sebutkan untuk pertemuan perdana ini. Pertemuan singkat yang membuatku tidak bisa tidur semalaman.

Aku benar-benar mempersiapkan pertemuan ini. Aku tidak boleh terlambat. Beberapa jam sebelum pertemuan kami, dia mengirim pesan padaku, meminta tolong untukku mengirimkan sesuatu. Mataku terbelalak. Apa dia serius? Apa dia tidak salah kirim pesan?

Dia serius dan setelah itu menarik kembali ucapannya. Aku sepertinya sudah dibutakan oleh pertemuan pertama yang sebentar lagi terjadi. Aku bersedia secara sadar dan senang hati memenuhi permintaannya.

Saat aku memperjelas permintaannya, aku sengaja meneleponnya, tapi tidak ada respon. Oke, kita belum saling mengenal banyak. Saat aku menanyakannya via jejaring sosial, dia menjawabnya singkat dan mengatakan, menarik kembali ucapannya dan anggap saja dia sama sekali tidak pernah meminta tolong.

Aku bilang, ini hadiah dariku. Dia pun tidak menolak. Aku justru senang bisa bermanfaat baginya. Waktu pertemuan kami semakin dekat. Aku sudah tidak sabar.

[]

Aku tidak pernah bertemu dengannya. Dia seolah hanya mimpi bagiku. Janji pertemuan itu, dia dengan mudahnya mengingkari. Janji? Ah, terlalu berlebihan kalau mengatakan ini adalah janji.

Dia sudah kembali menjauh. Jauh di seberang sana bersama dengan kehidupannya dan membuatku semakin tenggelam di matanya.[]

Jogja, 28 Oktober 2015

BERUBAH


Perubahan pasti selalu ada. Nggak ada seorang pun yang bisa menghindari perubahan. Mau nggak mau memang harus berubah. Perubahan bisa ke arah yang baik, bisa juga sebaliknya. Berubah ke arah yang baik, siapa nolak? Berubah ke arah nggak baik, katanya nggak ada yang mau, tapi faktanya ada kok yang berubah ke arah yang lebih buruk. Bisa jadi menyadari perubahan, tapi sengaja mengabaikan.

Perubahan yang mau nggak mau harus berubah adalah karena waktu. Nggak mungkin 'kan menolak berubah hanya karena waktu yang terus berjalan? Nggak ada seorang pun yang dapat menghentikan waktu, kecuali memutuskan buat menghentikan waktunya sendiri.

Perubahan yang bisa diterima atau ditolak adalah perubahan dari diri-sendiri. Kita ingin berubah, hanya diri sendiri yang bisa mengubahnya. Berubah positif atau justru negatif, tergantung dari kita menyikapinya. Kalo sudah usaha keras, nggak nyerah, pasti bakal ada hasilnya. Kalo nggak usaha, hanya diam menyilangkan kaki dan tangan, gimana mau menghasilkan?

Siap menerima perubahan? Perubahan karena waktu, aku nggak selalu siap. Terkadang aku justru ingin kembali ke masa lalu, karena di beberapa hal, masa lalu terasa lebih baik dari sekarang (mungkin aku hanya kangen masa lalu).

Berubah ke arah yang lebih baik, jelas aku mau, tapi semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya. Banyak godaan buat berubah ke arah yang lebih baik. Aku nggak menyerah. Aku berusaha membuat perubahan positif dalam diriku walau susah dan tertatih-tatih.

Jogja, 27 Oktober

KATA (DALAM) HATI

Rindu tapi nggak terkatakan. Mungkinkah? Terkadang sesuatu yang besar dan nyata begitu dekat, nggak disadari (atau sengaja nggak menyadari?). Kalo seseorang bisa membaca hati dan pikiran orang lain, pasti nggak ada yang namanya menerka-nerka. Nggak setiap orang mau mengatakan apa yang ingin dikatakan. Sebagian yang lain lebih memilih menyimpan sendiri apa yang ingin dikatakan.

"Aku nggak apa-apa," katanya sambil tersenyum. Benar nggak apa-apa? Atau ada kata tersembunyi dari sederet kata yang menenangkan itu? Selalu, selalu ada kemungkinan. Seseorang yang mengatakan bahagia, belum tentu dia bahagia. Apa ada rasa sebaliknya? Nggak bahagia tapi sejatinya bahagia?

Dipikir, pasti ada rasa sebaliknya itu. Kelihatannya nggak bahagia, tapi sebenarnya bahagia. Bilang "aku baik-baik saja" semoga memang baik-baik saja. Dibutuhkan kepekaan? Ya, seharusnya begitu.

Lisan yang menutupi apa isi hati bisa jadi adalah kode. Hanya seseorang yang punya kepekaan, bisa merasakan dan menerjemahkan kode itu. Ada yang bilang, diam menciptakan berjuta makna, bukan?[]

Jogja, 26 Oktober 2015

(SENGAJA) LUPA


Rasanya dilupakan gimana? Pernah ngerasain? Bikin baper? Nyesek? Pengen teriak di hutan belok ke pantai?

Pernah melupakan sesuatu nggak? Pernah? Wajar. Manusia. Ya begitulah, nggak semua hal selalu diingat. Pasti ada aja yang dilupakan (atau sengaja melupakan?).

Satu hal yang selalu dilupakan adalah bersyukur. Banyak banget kenikmatan yang diberikan tapi jaraaang banget ingat dengan syukur. Padahal semakin manusia bersyukur, maka nikmat-Nya akan bertambah. Faktanya, saat menikmati kenikmatan, justru lupa bersyukur.

Sedih rasanya saat ingat membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Bilang dia begini, dia begitu.. Setiap orang punya kenikmatan masing-masing. Jangan selalu melihat ke atas, tapi lihatlah apa yang ada di sekitar. Lihatlah yang kekurangan, ketidaksempurnaan, dan aku yakin bakalan langsung bersyukur dengan apa yang diberikan dan dimiliki.

Bersyukur itu mudah, tapi ngelakuinnya yang "susah". Ya, susah.. karena nggak setiap kenikmatan dan yang dimiliki selalu disyukuri.

Jogja, 25 Oktober 2015

PASANGAN



Gula dan semut. Bunga dan lebah. Penulis dan buku. Segala sesuatu pasti ada pasangannya. Penulis bisa dipasangkan dengan apa? Buku. Ada nggak penulis yang dipasangkan dengan batagor? Pizza? Cewek cantik? Bisa juga. Jadinya penulis yang lagi makan batagor di samping cewek cantik yang lagi jualan pizza. Bukan dipasangkan begitu, tapi penulis ya pasangannya, buku.

Belum "dianggap" penulis kalo belum bikin buku. Kamu setuju nggak dengan pernyataan ini? Aku nggak. Penulis nggak selalu menulis buku, tapi yang jelas penulis pasti nulis. Kalo nggak nulis, artinya fake. Status palsu.

Orientasi penulis memang berbeda-beda. Ada yang fokus nulis buku, ada juga yang fokus nulis buat media massa. Penulis yang nggak (atau belum lebih tepatnya) menulis buku nggak layak disebut penulis? Nggak layak mengatakan bahwa dirinya penulis?

Aku jadi ingat perkataan seseorang. Penulis disebut penulis bukan karena sebutan dari dirinya sendiri tapi "pemberian" orang lain. Pemusik disebut pemusik karena orang lain yang mengatakan begitu. Menulis buku bagi seorang penulis memang penting (dan perlu), tapi nggak pun, nggak masalah. Bukan berarti nggak bikin lho. Hei, sebuah buku bisa tercipta dari kumpulan tulisan. Suatu saat, tulisan yang berhasil lahir dan berkeliaran di media massa, bisa juga berubah menjadi bentuk buku.

Terpacu membuat buku karena merasa "terbakar" dengan pernyataan "bukan penulis kalo belum nulis buku"? Bagus. Kamu ada semangat untuk memacu diri-sendiri menghasilkan karya.

Kamu suka nulis 'kan? Nulis saja terus. Nulis.. nulis.. nulis.. nulis terus.. terus nulis..

Jogja, 24 Oktober 2015

HEI.. TUNGGU..


Aku pernah bangun tidur sebelum adzan subuh mengangkasa demi nggak telat. Telat apa? Bukan telat shalat subuh, tapi biar nggak telat datang ke sekolah. Sepagi itu? Are you kidding me, Gus? No, I'm serious. Wajarlah, waktu itu mau study tour. Harus ngumpul di sekolah jam 4 pagi apa jam 3.30 pagi, agak lupa. Intinya sih pagi banget dan belum adzan subuh. Waktu itu Bapak yang nganterin aku.

Takut telat. Ya, takut banget telat ketinggalan bus. Takut telat shalat di masjid nggak? *jleb* Shalat jamaah di masjid ibarat naik bus. Iqamah kayak tanda bus udah mau jalan. Saat shalat tengah berlangsung, bus berjalan. Emang nggak semua orang merasa takut ketinggalan shalat jamaah di masjid tapi masih banyak yang lebih takut ketinggalan bus saat study tour. Efek ketinggalan shalat jamaah di masjid emang nggak kelihatan, sementara efek ketinggalan bus waktu study tour itu terasa banget dan rasanya nyesek.

Sering banget merasa takut ketinggalan. Takut ketinggalan bus saat study tour, takut ketinggalan kereta saat bepergian, takut ketinggalan ini.. takut ketinggalan itu.. tapi takut ketinggalan shalat jamah di masjid? Masih banyak yang harus aku perbaiki. Aku nggak sempurna dan bukan berarti aku sok sempurna nulis tentang "ketinggalan" ini. Aku hanya menyadarkan dan mengingatkan diri-sendiri.

Aku juga masih takut ketinggalan bus saat study tour, masih takut telat datang saat nonton film, masih takut ketinggalan...

Takut ketinggalan shalat jamaah di masjid nggak? *jleb*

Jogja, 23 Oktober 2015

IT'S EASY


Produktif itu gampang kok. Nikmat banget kalo udah jatuh cinta sama "produktif". Nggak ada yang namanya wasted time. Setiap waktu adalah uang. Kesempatan. Apapun itu, intinya penting dan bermanfaat. Orang yang udah ngerasain nikmatnya produktif nggak bakalan bingung mau melakukan sesuatu. Selalu ada hal yang bisa dilakukan dan dikerjakan. Pastinya nggak sia-sia.

Pernah merasa waktu yang ada jadi sia-sia nggak? Itu artinya nggak produktif. Coba deh, tiap ada waktu luang dimanfaatin buat do something (yang bermanfaat). Masih merasa waktu jadi sia-sia?

Ngomong produktif itu gampang, emang "gampang" kok. Prakteknya juga gampang. Serius. Apa ada syarat dan ketentuan yang memberatkan buat jadi produktif? Justru, syarat dan ketentuan itu kita sendiri yang bikin. Masalahnya ada di dalam diri masing-masing. Selalu aja ada "masalah" buat jadi produktif 'kan? Masalah itu ya diri-sendiri. Hanya kita yang bisa menyingkirkan masalah-masalah itu. Masalah terbesar.

Kalo menyalahkan sesuatu dari luar dirinya, artinya nyari pelampiasan tuh. Alibi. Bilang "nggak bisa" karena ini.. karena itu.. Sejatinya karena diri-sendiri. Masalah terbesar buat jadi produktif adalah kita sendiri. Ada di dalam sini. *nunjuk diri-sendiri*

Jogja, 22 OKtober 2015

KATANYA...

Heran.. Katanya suka, katanya cinta, tapi.. Ya gitu.. Seorang teman pernah bilang, "..karena nggak menjadikan 'itu' sebagai prioritas." Ada benarnya juga. Bukan prioritas, makanya susah, walau katanya suka, katanya cinta. Hei, 'itu' apa maksudnya? Jangan ambigu dong. Bisa-bisa gagal paham dan jadi salah paham.

'Itu' yang aku maksud adalah... *nelen ludah* me-nu-lis. Yes, menulis. Jadi.. kamu gitu, Gus? Bukan aku yang jadi bahasan kali ini, tapi orang di sekelilingku. Oke.. aku memang belum jadi penulis yang produktif. Penulis? Apa kamu pantas memakai gelar itu, Gus? Mana tulisanmu? Mana bukumu? Lain kali aku bakal ngobrolin tentang tulisan dan buku.

Heran. Masih sangat heran. Mungkin karena aku sendiri juga nggak produktif. Nulis masih berkala, kala-kala iya, kala-kala nggak. Lagi semangat nulis, ya nulis. Nggak semangat, tetap nulis.. tapi di Twitter. (-__-)

Ganjalan hatiku tentang orang di sekelilingku yang katanya suka, katanya cinta dengan dunia me-nu-lis. Seharusnya, teorinya, nggak masalah dengan "tantangan" me-nu-lis yang diberikan, tapi faktanya.. bermasalah sangat. Sangat bermasalah. Entah apa yang salah. Entah salah siapa. Aku nggak mau nyari kambing hitam. Aku nggak mau nyari pelampiasan. Aku cuma heran. Itu aja.

Solusinya? Jadi pengingat. Terus mengingatkan, tetap mengingatkan, dan begitu terus. Koreksi diri juga, Gus, jangan cuma heran-heran tapi doing nothing. Mending ke laut aja kalo gitu~

Baiklah. Aku akan menjadi pengingat. Mungkin hanya itu yang bisa aku lakukan untuk orang di sekelilingku yang katanya suka, katanya cinta, sekaligus pengingat buat diriku sendiri.

Jogja, 21 Oktober 2015