MENGKAMBING-HITAMKAN MEDIA SOSIAL


Banyak yang menganggap media sosial sebagai 'kambing hitam' dari perubahan sikap manusia. Sebelumnya bisa berbaur dengan lingkungan, sekarang individualis. Sebenarnya masih berbaur, hanya saja asyik dengan dunia di seberang sana. Awal penciptaan media sosial bukan untuk menjadikan manusia individualis dan mementingkan dunia maya, tapi just for fun, buat lingkup yang lebih kecil. Bukan sarana kenalan dengan stranger atau bahkan saling menghujat.
Facebook pertama kali dibikin cuma buat mahasiswa Harvard, begitu kata Wikipedia. Enggak lama Facebook menyebar ke Ivy League dan Universitas Stanford di Boston. Akhirnya banyak mahasiswa di kampus lain yang pake Facebook dan mulai menyentuh siswa SMA sampai siapapun dengan usia minimal 13 tahun.
Twitter berawal dari diskusi yang membuat sarjana dari Universitas New York, Jack Dorsey, berpendapat tentang layanan pesan singkat yang bisa digunakan buat komunikasi dengan kelompok kecil. Pertama kali Twitter dibuat, Jack Dorsey yang menjadi CEO Twitter dan di tahun 2008, posisi CEO diambil alih Evan Williams dan Jack Dorsey menjadi pimpinan eksekutif.
Instagram berasal dari kata 'insta' yang artinya 'instan', mirip kamera polaroid yang bisa menghasilkan foto secara instan. Kata 'gram' berasal dari kata 'telegram' yang artinya membagikan informasi buat orang lain secara cepat. Tahun 2010, sebuah perusahaan bernama Burbn, Inc, fokus mengembangkan aplikasi buat ponsel. Awalnya aplikasi ini terlalu banyak fitur, tapi akhirnya Kevin Systrom dan Mike Krieger mengurangi fitur yang ada dan fokus pada foto, komentar, dan tombol 'menyukai' sebuah foto. Terciptalah aplikasi yang sekarang kita kenal sebagai Instagram.
Media sosial bisa memberikan kebaikan dan keburukan buat penggunanya. Tergantung kita sebagai pengguna. Mau diapakan media sosial yang kita bikin. Ada pengguna yang memposting masalah pribadi lewat media sosial (hanya) karena memiliki banyak followers. Padahal kalau bicara secara langsung, permasalahan bisa diselesaikan tanpa harus mengumbarnya di media sosial. Sementara pengguna media sosial yang lain bisa membantu orang yang membutuhkan dengan lebih cepat dan banyak. Memang pilihan ada di tangan kita.
Sekarang media sosial menjadi satu dunia tanpa batas. Apapun ada di sini. Kebaikan, keburukan, keindahan, kejelekan, semua berjejer siap kita pilih. Rasanya seperti perahu kertas yang terombang-ambing di laut lepas waktu mengikuti gejolak pengguna media sosial yang yah.. begitulah. Pengguna yang bijak (masih) ada, tapi pengguna di luar kata 'bijak' ini juga enggak kalah banyak. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.
Media sosial sekarang bukan lagi dunia yang sederhana. Bisa dibilang dunia yang kompleks lengkap dengan permasalahan mirip di dunia nyata. Ada yang bilang, Twitter di awal kemunculannya, menjadi satu dunia untuk saling berbagi tawa dalam kemerdekaan. Enggak ada yang menganggap pelecehan, penistaan, dan kawan-kawannya. Semuanya berubah sejak Negara Api menyerang.
Lepas dari media sosial (sebenarnya) bukan sesuatu yang susah. Kita hanya sudah terlalu bergantung padanya, jadi susah melepaskan. Sekarang (dan seterusnya) kita sendiri yang harus bijak bermedia sosial kalau memang susah meninggalkannya. Banyak menebar manfaat buat sesama dan remember, just for fun.
Jogja, 01.02.2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar