Langsung ke konten utama

TENTANG MEET ME AFTER SUNSET

Satu cerita terpaksa enggak bisa terbit karena kesalahan teknis. Pertama kalinya cerita yang saya rangkai di blog ini sejak Agustus 2017, bolong. Sehari sebelumnya telat terbit. Cerita terposting tepat jam 12 malam. Berasa Cinderella. Pengennya dalam sehari itu ada dua cerita yang saya terbitkan, sayangnya karena kendala teknis, terpaksa satu cerita dibiarkan kosong. Yah.. baiklah. Saya enggak mau berhenti berbagi cerita. Walau ada yang bolong, tapi enggak akan menghilangkan semangat saya. Kali ini cerita tentang film.
(sumber: https://www.bioskoptoday.com/film/meet-me-after-sunset/)
Film drama karya Danial Rifky ini dibuka dengan apik berkat kemunculan 'gadis berkerudung merah' yang misterius. Semakin menarik waktu si gadis menghilang dibalik kabut. Wow! Film fantasi? Drama fantasi? Indonesia? Vino, karakter utama film ini juga sukses bikin penontonnya berteka-teki. Tatapan Vino? Mungkinkah cowok berusia 17 tahun ini punya dunianya sendiri? Film berdurasi sekitar 90 menit ini memberikan adegan pembuka yang manis. Apalagi kehadiran 'gadis berkerudung merah' yang mempermanis film ini. Alam puncak di Jawa Barat, entah daerah apa, juga bikin mata betah. Ada beberapa yang menggunakan animasi tapi bisa dibilang sukses menghadirkan animasi yang indah.
Film 'Meet Me After Sunset' mungkin enggak seheboh film 'Dilan 1990', tapi kalo butuh film dengan cerita yang ringan dan menghibur, film ini bisa jadi pilihan. Jangan kaget buat yang pernah nonton film 'Taiyou no Uta' begitu nonton film 'Meet Me After Sunset'. Bukan, ini bukan film adaptasi kok. Cuma buat yang pernah nonton film dari Jepang ini pasti menemukan benang merahnya.
Saya mengharapkan film ini jadi drama fantasi. Tentang misteri 'gadis berkerung merah' yang hanya muncul saat matahari terbenam. Justru judul 'Meet Me After Sunset' akan terasa berkesan setelah nonton filmnya. Buat yang belum nonton, silakan bertanya-tanya. Sayangnya poster film ini kurang menarik. Terlalu biasa. Terlalu pasaran. Kalo mau membandingkan, poster film 'Dilan 1990' lebih bagus. Kalo poster film 'Meet Me After Sunset' dibikin kayak gini, pasti keren. Bukan mengekor poster film 'Dilan 1990', tapi 'gadis berkerudung merah' dan Vino sudah cukup menggambarkan 'Meet Me After Sunset'. Poster yang dibikin kesannya kayak pengen menuangkan semua bagian penting dalam film.
Enggak ada film (Indonesia) yang jelek. Semua film dikerjakan dengan berdarah-darah. Sama kayak seorang ibu yang berjuang melahirkan bayinya. Ini hanya tentang selera. Kalo merasa kurang atau bahkan enggak puas, berarti memang bukan selera. Membayangkan beratnya perjuangan satu film dibikin sampai bisa ada di bioskop-bioskop. Kita sebagai penonton cuma bisa nyinyir, enggak kasih support, bahkan mengkritik bukan untuk membangun. Kalo enggak 'suka' satu film, bukan berarti film itu jelek. Hanya enggak selera saja. Selera saya, selera kamu, selera mereka, jelas berbeda.
Jogja, 23.02.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan