CERITA TENTANG LURIK

Lurik identik dengan budaya Jawa. Lebih sempit lagi, lurik identik dengan Jogja. Turis asing yang dolan ke Jogja, selain beli blangkon, pasti ada juga yang memasukkan lurik ke dalam list belanja. Kain bergaris ini memang sudah ada di Indonesia jauh sebelum batik eksis. Dikutip dari cnnindonesia.com, lurik sudah ada sejak abad ke-9, dibuktikan dengan penemuan prasasti masa Hindu Mataram. Lurik biasanya dipakai hanya pada momen tertentu. Yah... sangat jarang orang di masa sekarang kesehariannya pakai lurik. Batik saja yang jadi warisan dunia, enggak setiap hari dipakai, apalagi lurik yang kebanyakan orang mengidentikkan dengan (budaya) Jawa.
Lurik memang wastra atau kain yang dibuat secara tradisional asli Indonesia. Haruskah kita memakainya setiap hari sebagai bentuk kebanggaan? Biasanya baju lurik memang buat cowok. Kebaya lurik? Belum pernah lihat tuh. Coba datang ke kirab dari Kraton Jogja. Cowok-cowok (baca: bapak-bapak) pasti ada yang pakai lurik.
Motif lurik juga banyak, sama kayak batik. Walaupun hanya garis, tapi enggak semuanya seragam. Total ada 88 motif lurik di Indonesia. Ada satu motif lurik, namanya Kumbokarno, kombinasi merah, biru gelap, biru terang, abu-abu, dan putih punya makna laki-laki yang pakai kain ini berjiwa ksatria, pembela kebenaran, tegas, berani, dan kuat. Enggak heran, lurik kebanyakan dipakai cowok.
Satu motif lagi nih, Liwatan dari Jawa Tengah. Kata 'liwatan' langsung mengingatkan sama kata 'liwet', 'menanak nasi' dalam Bahasa Jawa, enggak? Kain kombinasi benang warna ungu, putih, hijau, dan biru gelap satu ini biasa dipakai sebagai selendang atau kemben liwatan pada upacara tingkeban, tradisi yang dilakukan saat kehamilan ibu masuk usia tujuh bulan pada kehamilan pertama. Upacara ini dilakukan dengan harapan ibu dan anak terhindar dari bahaya dan penyakit. Ternyata kain lurik enggak semuanya buat cowok. Ada 88 motif cuy!
Fungsi lurik sama kayak motifnya yang banyak, enggak cuma dijadikan pakaian khas cowok, khususnya di Jawa Tengah dan Jogja. Kantor pemerintahan dan sekolah di Jogja ada yang menerapkan aturan memakai pakaian tradisional di hari tertentu. Ada yang berkebaya dan paling banyak cowok pakai lurik. Sebenarnya enggak cuma lurik, tapi yang simpel ya lurik, dibanding pakaian tradisional buat cowok lainnya. Biasanya pakaian lurik yang beredar memang punya bahan sederhana. Bukan bahan yang tebal dan mewah.
Berdasarkan sejarah, lurik enggak cuma dipakai dalam kegiatan sehari-hari, tapi juga dalam upacara-upacara kerajaan. Sekarang juga sama tapi bedanya cuma dipakai saat momen tertentu, kayak kirab di Kraton Jogja. Dulu, pakaian orang-orang Kraton, justru serba lurik, cuma setelah Perang Dunia II, ada pembeda. Lurik ningrat, yang dipakai orang-orang Kraton, bahannya dari sutera, ada aksen emasnya, sementara lurik jelata enggak semewah ini.
Sama kayak warisan tradisional asli Indonesia lainnya, lurik juga harus kita jaga biar tetap eksis. Iya, kita. Siapa lagi?
Cara menjaganya? Salah satu yang paling sederhana, enggak anti lagi memakai pakaian tradisional. Tenang, enggak bakal kelihatan kuno kok. Hanya anak kecil yang berpikiran seperti itu. Kamu bukan anak kecil lagi 'kan?
Jogja, 06.02.2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar