JEJAK DIGITAL

(pexels.com)
Jejak-jejak apa yang susah dihilangkan? Jejakmu di hatiku. Kriuk! Garing! Menghapus jejakmu di hati memang susah. Apalagi jejak yang sudah terlanjur membekas dalam. Susah-susah sekali. Oke, ini bukan tulisan tentang galau karena cinta. Ini tulisan tentang jejak digital. Hah? Apa? Jejak digital?
Yap! Jejak digital. Sebuah jejak yang sangat-sangat biasa dan banyak terjadi di generasi yang serba digital. Bisa dibilang jejak digital itu kayak museum. Kita bisa menyimpan kenangan, sesuatu yang pernah kita lakukan, tanpa takut kehilangan. Buat sebuah karya, jejak digital perlu dilakukan. Sekarang banyak kreator yang meninggalkan jejak digital di Youtube. Enggak sekarang banget juga sih, tapi sebelum Youtube jadi ladang mencari uang, kreator yang sudah membuat jejak digital di Youtube (lebih dulu) masih bisa menikmati karyanya sampai sekarang. Bahkan kalau dulu pada masanya karya ini benar-benar populer, ada beberapa orang yang juga merekam jejak digital yang sama. Semacam back up tanpa diminta.
Karya-karya lama yang belum dijadikan jejak digital bahkan dibikinin. Perlu sih, mengingat jejak digital adalah "media penyimpanan" yang terjaga. Enggak cuma buat karya, jejak digital juga bisa jadi boomerang buat penyimpangan, kesalahan, sesuatu yang memalukan, dan bla.. bla.. bla.. yang enggak enak. Satu hal yang perlu kita ingat: hati-hati di internet (bukan nama akun loh ya). Sekali kita memposting, apapun, jejak digital langsung terekam. Bisa mengendap sangaaat lama dan bisa muncul ke permukaan di tahun-tahun selanjutnya. Entah itu lima tahun, sepuluh tahun, jejak digital yang tenggelam enggak selamanya terus tenggelam. Bisa loh karena kepentingan tertentu, lebih ke arah kepentingan yang "menjatuhkan" sih, jejak digital kembali dikorek-korek.

Jogja, 27 April 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar