Langsung ke konten utama

BIOSKOP

(pexels.com)
Satu hiburan yang susah didapat di daerah, salah satunya bioskop. Kayaknya kasihan bioskopnya juga sih kalau daerah kecil ada bioskop. Seberapa tertarik sih orang-orang di daerah kecil nonton film bioskop semacam Empire XXI? Belum dicoba, tapi siapa tahu justru minatnya gede. Who knows? Nonton film di bioskop buat sebagian orang adalah hiburan. Benar-benar cara buat menghibur diri-sendiri. Ada yang menjadikannya tempat kencan, PDKT, jadian, hangout, dan enggak bakal terpisahkan dari gaya hidup perkotaan.
Jaringan bioskop terbesar di Indonesia, XXI, selalu memberikan kenyamanan buat penontonnya. Suasana yang menyenangkan, pelayanan yang ramah, tampilan yang menarik, sofa di theater yang empuk, makanan yang enak dan beragam, semua ini membuat orang-orang menjadikan XXI sebagai "candu". Ada rasa ingin kembali, khususnya waktu ada film baru.
Bioskop-bioskop yang dulu pernah berjaya kayak XXI, banyak yang sekarang tinggal nama dan kenangan. Kalau masih ada yang bertahan, hanya golongan ekonomi menengah ke bawah yang menjadi penikmatnya. Jangan mengharapkan sofa empuk, ruangan beraroma khas, dan macam makanan yang bebas dipilih (dan dibeli) sesuai selera. Bioskop-bioskop kalah saing ini masih mencoba bertahan, walau dengan film-film lawas dan harga tiket kayak bayar parkir mobil. Entah apa alasannya. Mungkin susah move on?
Jogja juga punya cerita dari bioskop-bioskop kalah saing yang sekarang jadi kenangan. Mulai dari bioskop Regent, Ratih, Senopati, sampai Indra dan Permata, dikutip dari celebrity.okezone.com. Ada yang tutup karena kebakaran, ada juga karena kalah persaingan. Paling hits pada masanya adalah bioskop Indra. Lokasinya yang strategis di Jalan Malioboro, membuat bioskop ini menjadi primadona waktu itu. Sekarang cuma kenangan. Bioskop Permata juga enggak kalah sama bioskop Indra. Satu-satunya bioskop yang tetap bertahan menayangkan film di tengah gempuran bioskop baru yang lebih modern walau kalah juga sih. Sekarang enggak ada lagi bioskop-bioskop yang pernah populer era 1970-1980, bahkan 1990. Bioskop lama yang menjadi cerita dari generasi Baby Boomers.
Jogja, 02.04.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan