Langsung ke konten utama

MEDIA SOSIAL SI KECIL

(pexels.com)
Sekarang jadi sangat biasa, bayi-bayi lucu punya akun media sosial sendiri. Bukan keinginan si bayi tentu, tapi hasrat mamak-bapaknya yang ingin berbagi ke seluruh jagad kelucuan-kelucuan buah hati mereka. Enggak sedikit juga bayi yang jadi selebgram. Endorse kenceng. Banyak orang yang memberikan pujian dan kekaguman.
Enggak selalu negatif, bayi atau balita atau anak punya akun media sosial sendiri. Enggak sedikit juga yang postingannya justru tentang parenting. Cara-cara luar biasa yang dilakukan seorang ibu, khususnya, mendidik buah hatinya. Walau ada juga yang menjadikan media sosial khusus si kecil ini jadi semacam daily journal dengan bumbu-bumbu endorse efek selebgram.
Zaman milenial begini memang kenceng banget yang namanya berbagi lewat media sosial. Enggak cuma orang dewasa, tapi bayi juga ikut eksis. Hasrat orang tuanya sih. Enggak ada salahnya juga share everything khususnya tumbuh-kembang anak di media sosial, tapi harus siap juga sama efek negatif yang mungkin bisa terjadi.
Pertama, foto-foto yang diunggah ke media sosial bisa disalahgunakan oknum enggak bertanggungjawab. Jadi korban penculikan? Ini salah satu efek negatifnya.
Kedua, keasyikan mamak-bapaknya menciptakan kelucu-lucuan si kecil sampai lupa menciptakan komunikasi yang dekat demi pertumbuhannya. Lagi begini, share di media sosial. Lagi begitu, unggah di media sosial. Kapan ngajak anak ngobrol? Penting juga loh biar kemampuan berkomunikasinya baik dan terasah.
Ketiga, tanpa disadari bisa mengeksploitasi anak, khususnya buat yang jadi selebgram. Tuntutan endorse ini dan itu, mau enggak mau bikin si anak juga harus begini dan begitu. Orang tuanya bisa saja bilang, endorse-endorse itu enggak memaksakan si kecil. Kalo pake produk tertentu, si kecil memang mau memakainya. Bandingkan sama anak yang enggak ada tuntutan pake ini-itu demi endorse. Lebih "bebas" yang mana?
Menjadikan si kecil selebgram sebenarnya bukan pilihan yang bijak. Kalau pengen mengabadikan setiap momen tumbuh-kembang, haruskah di media sosial? Bukannya kebahagiaan ini cuma milik kita?
Jogja, 13.04.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan