SISA

“Ayo nasinya dihabiskan. Nanti nasinya nangis loh.”

Waktu aku masih bocah, Mamah pernah bilang begitu. Makanan yang enggak dihabiskan bisa nangis. Setiap orangtua pasti ngajarin anak-anaknya enggak buang-buang makanan. Enggak baik. Pembiasaan yang jadi kebiasaanku sampai sekarang. Sepanjang bisa mengingat, aku alhamdulillah jarang buang makanan. Bukan berarti enggak pernah loh.

Rasanya sayang gitu, makanan dibuang sia-sia. Memangnya ada "dibuang tapi enggak sia-sia"? Ada. Dibuang tapi buat pakan ternak. Asal enggak cuma berakhir di tempat sampah dan setelah itu enggak dimanfaatkan sama sekali. Eh tapi.. kalau dibuang di tempat sampah, bukannya nanti juga bakal jadi manfaat buat semut, lalat, ulat, dan kawan-kawan? Berarti enggak ada istilah “dibuang sia-sia” karena yang dibuang itu ternyata ngasih manfaat bahkan di tempat pembuangan.

Enggak ada yang sia-sia, bukan berarti bebas buang-buang makanan loh. Sayang ‘kan kalau dibuang? Bayangin, di luar sana masih ada yang makannya susaaah banget. Buat makan satu kali saja harus jungkir-balik. Enggak segampang langsung ambil di dapur. Rasanya sedih lihat orang enggak menghabiskan makanannya, apalagi makanan yang diambil sendiri. Bukan sekali-dua kali lihat yang begini di warung makan. Entah karena sudah merasa kenyang apa karena enggak doyan.

Aku pernah kok enggak ngabisin makanan. Misal, beli gado-gado. Kadang pesananku enggak sesuai sama yang aku minta. Aku enggak minta ketupat, dikasih ketupat. Enggak minta gorengan, dikasih gorengan. Enggak minta kerupuk, dikasih kerupuk. Aku minta gratis, enggak dikasih. Aku sisain begitu saja di atas piring. Beberapa kali aku bikin emoticon senyum dari "sisa" makananku itu (yang sengaja enggak aku makan).

Tuh ‘kan.. ternyata diri-sendiri juga pernah buang-buang makanan. Enggak selalu buang-buang begini kok. Aku lebih sering menghabiskan makananku sendiri. Apalagi kalau disuguhin makanan, misal lagi bertamu, lagi di suatu acara, aku pasti menghabiskan suguhannya. Kamu pikir aku rakus ya? Kelaparan? Bukan, tapi ada yang bilang, kalau bertamu dan disuguhin makanan, ya harus dimakan. Jangan nyisain. Justru yang kasih suguhan bakal senang suguhannya habis.

Jangan menyisakan makanan daripada nanti dibuang. Kalau bisa dimakan dan dihabiskan, kenapa harus dibuang? Kalau memang enggak mau makan, jangan dimakan apalagi cuma dimakan setengah.

Sayangnya enggak banyak yang punya prinsip menghargai makanan. Kalau cuma dimakan setengah, sisanya buat siapa? Siapa yang makan? Kalau bukan sisa makanan ustadz, pasti akan berakhir di tempat sampah.

Bisa dibilang ini sesuatu yang sepele, tapi yang kita anggap kecil-kecil ini bisa jadi pelajaran yang berharga.

Waktu kita bertamu, pasti si empunya rumah enggak tega ‘kan enggak nyuguhin apa-apa? Paling enggak bakal dikasih minuman berwarna (baca: teh manis). Sebagai bentuk penghargaan, kita pasti menerima suguhan itu. Kalau minuman, ya diminum. Makanan, ya dimakan. Diminum loh ya. Bukan cuma dijadiin pajangan meja. Makanan yang disajikan, semisal jajanan pasar: arem-arem, lumpia, bakwan, tempe goreng, dan bla.. bla.. bla.. juga dimakan ya.

Kalau jajanan pasarnya satu piring penuh, dihabisin juga? Seenggaknya suguhan yang disajikan disentuh. Jangan dicuekin. Si empunya rumah sudah mengusahakan suguhan loh.

Rasanya KZL sama orang yang dikasih suguhan tapi enggak disentuh sama sekali, entah karena apa. Diminum kek, walau cuma satu sruputan. Dimakan kek, walau cuma satu potong.


Belajar menghargai dari sesuatu yang kecil.

Jogja, 20.08.2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar