SISA
20 Agustus 2017
“Ayo nasinya dihabiskan. Nanti
nasinya nangis loh.”
Waktu aku masih bocah, Mamah pernah
bilang begitu. Makanan yang enggak dihabiskan bisa nangis. Setiap orangtua pasti ngajarin anak-anaknya enggak buang-buang makanan. Enggak baik. Pembiasaan yang jadi kebiasaanku sampai sekarang. Sepanjang bisa mengingat, aku
alhamdulillah jarang buang makanan. Bukan berarti enggak pernah loh.
Rasanya sayang gitu, makanan
dibuang sia-sia. Memangnya ada "dibuang tapi enggak sia-sia"? Ada. Dibuang tapi buat
pakan ternak. Asal enggak cuma berakhir di tempat sampah dan setelah itu enggak dimanfaatkan sama sekali. Eh tapi.. kalau dibuang di
tempat sampah, bukannya nanti juga bakal jadi manfaat buat semut, lalat, ulat,
dan kawan-kawan? Berarti enggak ada istilah “dibuang
sia-sia” karena yang dibuang itu ternyata ngasih manfaat bahkan di tempat pembuangan.
Enggak ada yang sia-sia, bukan
berarti bebas buang-buang makanan loh. Sayang ‘kan kalau dibuang? Bayangin, di
luar sana masih ada yang makannya susaaah banget. Buat makan satu kali saja harus jungkir-balik. Enggak segampang langsung ambil di dapur. Rasanya sedih lihat orang enggak menghabiskan makanannya, apalagi makanan yang
diambil sendiri. Bukan sekali-dua kali lihat yang begini di warung makan. Entah karena sudah merasa kenyang apa karena enggak doyan.
Aku pernah kok enggak ngabisin
makanan. Misal, beli gado-gado. Kadang pesananku enggak sesuai
sama yang aku minta. Aku enggak minta ketupat, dikasih ketupat. Enggak minta
gorengan, dikasih gorengan. Enggak minta kerupuk, dikasih kerupuk. Aku minta gratis, enggak dikasih. Aku sisain begitu saja di atas piring. Beberapa kali aku bikin emoticon senyum dari "sisa" makananku itu (yang sengaja enggak aku makan).
Tuh ‘kan.. ternyata diri-sendiri
juga pernah buang-buang makanan. Enggak selalu buang-buang begini kok. Aku lebih sering menghabiskan makananku sendiri. Apalagi kalau disuguhin makanan, misal lagi
bertamu, lagi di suatu acara, aku pasti menghabiskan suguhannya. Kamu pikir aku
rakus ya? Kelaparan? Bukan, tapi ada yang bilang, kalau bertamu dan disuguhin
makanan, ya harus dimakan. Jangan nyisain. Justru yang kasih suguhan bakal
senang suguhannya habis.
Jangan menyisakan makanan daripada nanti dibuang. Kalau bisa dimakan dan dihabiskan, kenapa harus dibuang? Kalau memang enggak mau makan, jangan dimakan apalagi cuma dimakan setengah.
Sayangnya enggak banyak yang punya prinsip menghargai makanan. Kalau cuma
dimakan setengah, sisanya buat siapa? Siapa yang makan? Kalau bukan sisa makanan ustadz, pasti akan berakhir di tempat sampah.
Bisa dibilang ini sesuatu yang
sepele, tapi yang kita anggap kecil-kecil ini bisa jadi pelajaran yang berharga.
Waktu kita bertamu, pasti si empunya rumah
enggak tega ‘kan enggak nyuguhin apa-apa? Paling enggak bakal dikasih
minuman berwarna (baca: teh manis). Sebagai bentuk
penghargaan, kita pasti menerima suguhan itu. Kalau minuman, ya diminum.
Makanan, ya dimakan. Diminum loh ya. Bukan cuma dijadiin pajangan meja. Makanan yang disajikan, semisal jajanan pasar: arem-arem, lumpia, bakwan, tempe
goreng, dan bla.. bla.. bla.. juga dimakan ya.
Kalau jajanan pasarnya satu piring penuh, dihabisin
juga? Seenggaknya suguhan yang disajikan disentuh. Jangan dicuekin. Si empunya rumah sudah mengusahakan suguhan loh.
Rasanya KZL sama orang yang dikasih
suguhan tapi enggak disentuh sama sekali, entah karena
apa. Diminum kek, walau cuma satu sruputan. Dimakan kek, walau cuma
satu potong.
Belajar menghargai dari sesuatu yang kecil.
Jogja, 20.08.2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar