Langsung ke konten utama

AMBIL SAJA DULU

Sekarang status sosial seseorang enggak bisa dilihat dari tampilan. Kadang bias antara yang benar-benar status sosial atas dan bukan atas. Bukan bermaksud membeda-bedakan. Jari tengah banget buat orang yang membanding-bandingkan orang lain berdasarkan status sosial. Lagi nyatet data sensus penduduk, Pak? Sekarang semua orang memang bisa menikmati “fasilitas” yang dulu cuma bisa dinikmati status sosial atas.

Pengen apa? Rumah mewah? Mobil bonafid? Motor sport? Smartphone prestisius? Enggak perlu nunggu bertahun-tahun buat menikmati semua itu. Sekarang serba dimudahkan. Kenapa enggak dimanfaatkan? Pasti ada yang berpikiran begini ‘kan?

Hutang. Kredit. Cicilan. Angsuran. Ada bedanya? Baiklah, mari kita cari di KBBI. Ketemu? Sekarang banyak “agen” yang menawarkan sistem ini. Mau ambil angsuran berapa kali? Berapa tahun? Memang, ini sangat memudahkan. Enggak perlu nunggu karatan, fasilitas-fasilitas mentereng itu sudah bisa dinikmati semua orang, tanpa terkecuali, cuma mau apa enggak.

Kemudahan ini cuma bisa dinikmati buat mereka yang “mau”. Rela setiap bulan menyisihkan gaji demi melunasi angsuran. Ikhlas memangkas (mengerucutkan sih a.k.a ngirit) beberapa kebutuhan demi bisa survive sampai gaji berikutnya. Ada orang yang bilang, hidup tanpa “hutang” itu anyep, enggak ada rasa. Enggak ada asam-asamnya gitu. Justru dengan adanya “hutang”, bikin seseorang bisa lebih semangat kerja, semangat hidup. Kata orang loh ya.

Apa alasan seseorang sukarela berhutang demi menikmati fasilitas high ini? Salah satu alasannya karena gaya hidup. Karena kebutuhan? Oke, kebutuhan versi masing-masing. Sekarang ada kok (enggak bilang “banyak” loh ya) yang mau berhutang ini dan itu demi menaikkan level gaya hidup. Tinggal di perumahan elit, ke mana-mana naik motor sport, selalu bawa smartphone paling baru dengan layar lebar-lebar dari merk-merk kelas atas, bukankah jadi cara menaikkan level status sosial?

Seseorang dengan rumah mewahnya pasti akan “dilihat” sebagai orang kaya. Seseorang dengan motor sport pasti akan “dilihat” begini.. begitu.. bla.. bla.. bla.. Bangga berhutang, bangga berkredit, bangga mengangsur, demi gaya hidup. Kok sensi banget sama sistem cicil-mencicil ini? Bukan sensi kok. Kalau mau, silakan berkredit. Enggak ada yang melarang. Asalkan bisa membuatmu bahagia, lakukan. Toh, enggak melanggar hukum juga ‘kan? Daripada beli rumah mewah tapi hasil korupsi.

Idealnya, menikmati fasilitas wow itu langsung tunai. Lebih oke lagi ‘kan? Bukan sekedar gaya-gayaan, tapi secara finansial memang nyambung sama status sosial. Ada enggak ya horang kaya yang nyicil rumah elit?  Mungkin ada. Seseorang dengan penghasilan berjuta-juta rupiah (bahkan lebih) pasti punya kebutuhan ini dan itu. Biar bisa bagi-bagi sama kebutuhan lain (apa keinginan?), sistem kredit jadi solusi.

Karena hidup tanpa “hutang” enggak ada rasanya. Katanya.
Lebih baik enggak usah berhutang sih.

Ini pilihan.


Iya, pilihan.

Jogja, 30.08.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan