Langsung ke konten utama

RAFTING

Rafting?

Wow! Pengalaman baru buatku. Enggak bisa renang emang "aman" ikutan rafting? Agak dilema juga. Ikut apa enggak ya? Kalau enggak ikut, sayang juga. UPT Malioboro ngadain piknik, men. Ini momen yang bisa jadi cuma setahun sekali (saking enggak pernah ngagendain piknik bareng). Kalau ikut, ya.. karena enggak bisa renang itu. Rasanya deg-degan, campur-aduk, tapi bukan antusias. Lebih ke khawatir, takut dkk (padahal dijalanin juga belum).

Oke, ini momen yang jarang bisa dilakuin. Selasa pagi, di hari ke-8 bulan ke-8, dipilih jadi satu hari buat momen itu. Rafting sekaligus fun games, cuma karena jiper duluan sama rafting, fun games enggak berasa "ada".

Jam 06.30 mulai berangkat dari Parkir Abubakar Ali (molor~ :3) pakai bus pariwisata yang enggak gede-gede amat (bukan minibus juga). Tujuan pertama sebelum rafting: Candi Mendut. Bukan, bukan mengamati relief, candi, atau mempelajari sejarah tentang Candi Mendut tapi buat fun games.

Sampai di lokasi, kumpul di lapangan yang jadi satu komplek sama Candi Mendut. Sebelum fun games, pemanasan dulu (yang sungguh sangat garing tapi, sekali lagi, bisa menyatukan kami). Mungkin sekitar 30 menit.

Fun games dimulai! Pertama, beneran ini klise sekali. Pemandu bilang "becak" (mendekat ke satu orang), "mobil" (mendekat ke dua orang). Tau 'kan games ini? Misal bilang "becak", cepat-cepat mendekati teman di kanan-kiri jadi satu kelompok. Begitu seterusnya. Klise 'kan? Buat yang "enggak beruntung" bakal dicoret pakai adonan tepung di wajah.

Fun games yang garing, klise, tapi bisa menyatukan kami. Enggak ada games yang menantang adrenalin (atau games apa gitu yang enggak berasa "anak ospek"). Standar. Fun games dikasih sama beberapa pemandu (entah siapa namanya).

Seru, ya... seru, tapi kurang "menggigit". Games yang terlalu biasa. Di luar ekspektasi. Basah-basahan main air bahkan enggak ada. Enggak bisa dibilang "main air" juga walau ada games yang pakai air-air.

Fun games sejam lebih sekian menit, setelah itu lanjut makan siang di hotel. Ini yang ditunggu semuanya. Jarak lapangan dan hotel (lebih mirip homestay) kira-kira 100 meter. Makan siang ada di lantai dua. Ekspektasinya macam-macam. Menu yang disediain ternyata... nasi pecel! Agak gimana gitu, tapi okelah. Ekspektasi menu: ayam goreng, makanan ala-ala prasmanan nikahan yang "wow". 

Ada baiknya juga menu makan siang nasi pecel. Sayur, hmm.. love it!

Selesai semua perut terisi, saatnya rafting. Deg-degan. Satu kelompok ada enam orang. Duh.. sama siapa ya? Kalau enggak dapat kelompok gimana? Kebanyakan pasti sudah punya kelompok. Kekhawatiran enggak terbukti. Nyatanya tetap dapat kelompok kok, bareng tim radio.

Akhirnya masing-masing justru cuma sama timnya. Radio sama radio, CCTV sama CCTV, Jogoboro sama Jogoboro, staf kantor sama staf kantor. Enggak campur jadi satu. Tetep aja "lo, lo, gue, gue".

Oh ya piknik ini diikutin semua bagian di UPT Malioboro, mulai dari Jogoboro, radio, CCTV, dan tentunya staf kantor. 

Perjalanan rafting lumayan makan waktu. Musti naik angkot dulu. Enggak kok, bukan angkot di pinggir jalan, tapi udah disiapin sama panitia. Perjalanan sekitar 30 menitan. 

Sungai Elo yang jadi lokasi rafting enggak satu komplek sama hotel. Sebenarnya dekat sama hotel, pulangnya aja jalan kaki beberapa meter dari garis finish rafting, cuma karena start-nya jauh, makan waktu deh.

Pertama kali pakai pelampung. Duh.. makin deg-degan. Takut terjadi ini.. itu.. Sebelum mulai rafting, pemandu, namanya Sulis (mas-mas loh), ngasih instruksi, termasuk cara penyelamatan kalau ada yang tenggelam. Duh.. dengar itu jadi makin deg-degan. Enggak mungkin batal ikutan. Sudah sampai sejauh ini, 'kan sayang kalau enggak jadi ikut.

Waktu rafting sekitar 2-3 jam. Bayangin! Selama itu harus mendayung. Pegal-pegal deh tangan, tapi ternyata enggak berasa. Rafting ini sukses bikin fun semua.

Sungai Elo enggak ekstrim. Arusnya enggak meliuk-liuk kayak jalan ke Gunungkidul. Kalau enggak ada saling "perang", saling dorong dan tarik (just for fun loh ya), bakal bikin ngantuk. Katanya, rafting di Sungai Elo itu buat pemula karena arusnya yang enggak ekstrem itu.

Perahu karet jalan beberapa meter, masih merasa deg-degan dan takut. Lewatin arus pertama juga sama. Lama-lama justru menikmati, tapi tetap deg-degan juga. Sekedar ciprat-cipratan air enggak masalah, tapi karena kami "perang", ada yang narik dari belakang buat diceburin ke sungai, rasanya buat yang enggak bisa berenang, bukan sesuatu yang menyenangkan. Iya sih pakai pelampung tapi tetap saja merasa deg-degan.

Paling drama waktu perahu karet tim radio nyungsep di rumpun bambu yang lumayan lebat. Menegangkan! Serius! Bagaimana ini? Bahkan salah satu dari kami ada yang hampir terjepit di rumpun bambu. Alhamdulillah bisa lolos dari rumpun bambu dengan selamat. Pemandu sigap meloloskan kami dari bahaya ini. Jelas! Kalau pemandu ikutan panik, apa jadinya?

Di tengah perjalanan disediain rest area. Kami berhenti di sini. Ada kelapa muda, gorengan dan jajanan yang sudah siap santap. Sekitar 30 menit di rest area, rafting dilanjutkan. "Perang" juga masih berlanjut cuma enggak sesemangat di awal. Banyak yang capek.

Satu lagi dramanya (selain nyungsep di rumpun bambu), perahu karet kami beberapa kali nyangkut di bebatuan. Enggak ngeri-ngeri amat, cuma memang perlu usaha lebih buat bisa lolos dari bebatuan dan melancarkan laju perahu karet. Sebelum sampai finish, arusnya bisa dibilang cukup ekstrim. Cukup lumayan dibanding arus lain yang biasa-biasa.

Dibalik rafting dan fun games ini, ada pesan terselubung: kerjasama. Kalau dilakuin bareng, pasti enggak bakal susah. Justru asyik banget. Enggak cuma buat yang fun, tapi juga semuanya. Teamwork gitu. 

Harapannya rafting dan games ini bisa lanjut ke kinerja. Bisa bikin lebih kompak. Yah.. harapannya begitu, tapi nyatanya.. ngng.. enggak juga. Belum. Rasanya menyamakan dua hal yang berbeda (main, bersenang-senang dan bekerja) susah juga. Seperti dua sisi mata uang yang enggak akan pernah bersatu.

Berkat fun games dan rafting ini, kami jadi merasa lebih dekat satu sama lain. Kekompakan yang dipengenin sepertinya masih jauh panggang dari api, tapi seenggaknya one step closer. Better than never.

Ps: rombongan kami dikasih nama Jogoboro, bukan UPT Malioboro. Padahal yang ikutan piknik ini bukan cuma Jogoboro, tapi ada radio juga CCTV.

Jogja, 15 Agustus 2017
Seminggu setelah piknik...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan