KEINGINAN

Keinginan setiap orang berbeda. Jangan merendahkan keinginan orang lain yang mungkin kamu anggap klise. Buatmu bisa saja keinginan klise itu sama sekali enggak penting, tapi buat si pemilik keinginan, bisa jadi sangat berharga dan bukan sesuatu yang remeh-temeh. Hanya satu pintanya, keinginan mewujud menjadi nyata.

Hidup mengajarkan kita untuk lebih menghargai. Apapun itu. Semakin bertambah usia, semakin nyata kehidupan di depan mata, sikap menghargai itu pasti akan muncul. Hidup yang sebenarnya itu realistis. Apapun pencapaian seseorang, belum tentu kamu bisa meraihnya juga. Hanya dengan menghargai kamu juga akan dihargai orang lain (baca: enggak memandang sebelah mata).

Apa kamu punya keinginan menjadi seseorang dengan kemeja rapi, celana bahan, dan berdasi? Sepertinya menyenangkan ya? Aku bukan tipe anti kerja kantoran, tapi bukan juga tipe yang mendewakannya. Hidup ini realistis, Bro. Selagi kamu enggak jadi “beban” dengan status doing nothing-mu, tentu enggak merasa keberatan ‘kan menjadi pekerja kantoran? Dan yang terpenting, bukan pekerjaan yang menyalahi agama dan norma.

Orang sukses adalah mereka yang berkemeja rapi, bercelana bahan, dan berdasi. Berangkat jam 7 pagi, tapi seringnya datang last minute, pulang jam 4 sore (dan jam 3 sore jadi satu waktu yang sangat enggak produktif, biasalah mendekati jam “pulang” pasti kendor semangatnya dan hanya memikirkan pu-la-ng). Mungkin ini doktrin. Ya, bisa jadi ini doktrin. Orangtua mana pun (kecuali orangtua milenials yang jelas sekarang belum jadi orangtua) melihat kesuksesan adalah mereka yang berkemeja rapi, bla to the bla.

Apa iya?

Hidup ini pilihan. Mau jadi apa kamu nantinya, pilihan ada di tanganmu. Ingin mendobrak doktrin sukses = berkemeja rapi, bla bla itu? Bisa. Sangat bisa. Berjuanglah dengan pilihan yang kamu ambil. Pertahankan dan buktikan kamu bisa sukses dengan pilihanmu sendiri. Mereka yang termakan doktrin sukses = berkemeja rapi bla bla pasti akan sadar, sukses itu bisa didapatkan dengan berbagai cara tanpa harus berkemeja rapi bla bla.

Sepertinya menyenangkan menjadi pekerja kantor. Berangkat pagi, pulang sore. Jam 12 siang datang beramai-ramai ke warung makan di depan kantor. Asyik-masyuk dengan seporsi gado-gado di piring masing-masing bersama rekan kerja. Sabtu - Minggu libur. Bisa dimanfaatkan buat liburan.

Terbersit keinginan untuk merasakan itu semua.


Setiap orang (memang) punya keinginan (yang berbeda). Hargailah setiap keinginan itu. Apa aku ingin menjadi seorang pekerja kantoran dengan gambaran yang aku bilang sebelumnya? Apa menjadi pekerja kantoran benar-benar menyenangkan?

Aku pernah mengamati seorang pekerja kantoran. Rutinitas yang itu-itu saja sepertinya membosankan. Bahkan karena terlalu sering melakukan hal yang sama, akhirnya bukan lagi bekerja karena dedikasi tapi bekerja karena "cuma" mengharapkan materi.

Yah.. enggak munafik, seseorang bekerja pasti mengharapkan materi. Ayolah.. kita bicara pekerja dari sudut pandang umum. Bisa dibedakan pekerja yang membawa dedikasi ke dalam pekerjaannya dengan pekerja yang hanya mengharapkan gaji. Bukan lagi asal pekerjaan selesai, tapi benar-benar melakukan pekerjaan itu dengan serius. Bukan asal-asalan. Pernah melihat pekerja yang seperti ini 'kan?

Mungkin karena jenuh. Terlalu sering menghadapi pekerjaan yang sama. Setiap hari, dari pagi sampai matahari hampir pergi.

(Masih) mau menjadi pekerja kantoran? Enggak ada salahnya juga 'kan menjadi seorang pekerja kantor? Asal stay on the right track ya.

Jogja, 25.08.2017
Saat "kosong-melompong" menunggu Senin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar