Langsung ke konten utama

GAJI

Boros adalah teman setan.

Ngeri banget ya. Kalau selalu ingat istilah ini mungkin enggak ada lagi yang namanya boros. Gimana cara mengatasi boros? Teorinya gampang. Me-na-bung. Memangnya gampang yang namanya me-na-bung? Gampang-gampang susah. Perlu tekad yang kuat menjadikan tabungan benar-benar tabungan, simpanan, bukan sekedar cadangan yang diambil saat kehabisan uang.

Fungsi tabungan memang untuk berjaga-jaga saat menghadapi sesuatu yang enggak terduga, tapi bukan berarti tiap kehabisan uang, tabungan menjadi korban. Bukan juga “menimbun” uang. Teru saja disimpan tapi enggak pernah dipakai. Suatu saat uang tabungan juga akan dipakai, tapi nanti-nanti di masa depan, untuk sesuatu yang lebih penting. Menikah, misal. Cie.. cie.. yang sudah kepikiran me-ni-kah.

Setiap baru gajian, enggak sedikit yang menyanyikan theme song Doraemon, “Aku ingin begini.. Aku ingin begitu.. Ingin ini.. Ingin itu.. Banyak sekali..” Sayangnya realita enggak seindah dunia Nobita yang pengen ini-itu ada kantong ajaib. Pernah merasa siang gajian, sore kelabakan? Buat yang pengen mengubah masa depan menjadi lebih baik, pertama yang dipikirkan setelah gajian adalah menabung. Setelah itu bayar ini, bayar itu, buat beli ini, buat beli itu. Setiap orang berbeda kebutuhan, tapi enggak sedikit yang sama rasanya mengalami “siang gajian, sore kelabakan”. Ke mana uang gaji? Kenapa menguap secepat ini?

Boros juga menjadi salah satu yang terbayang saat menerima gaji, walau enggak sadar itu adalah boros. Teorinya, kebutuhan dan keinginan itu sangat berbeda. Harus benar-benar jeli mengelompokkan kebutuhan dan keinginan. Boros cenderung mengarah ke “keinginan”. Bukan sekali-dua kali setelah beli sesuatu merasa menyesal.

Kenapa beli ini? Sesal kemudian tiada berguna.

Hidup bukan hanya saat baru menerima gaji. Jangan berpikir ingin beli ini-itu saat pertama menerima gaji. Pikirkan apa yang menjadi kebutuhan, pikirkan untuk menabung juga, baru setelah itu memberi satu ruang untuk “keinginan”. Kalau selalu merasa enggak cukup dengan gaji yang diterima, coba dipikir lagi, buat apa saja uang gaji itu? Sudah dialokasikan dengan benar? Sesuai kebutuhan? Atau hanya memuaskan “keinginan”? Atau lebih mengerikannya lagi habis untuk menutup hutang? Gali lubang, tutup lubang. Kapan lingkaran ini akan selesai kalau setiap bulan selalu begitu?

Harus ada perubahan dan dimulai dari sekarang. Pertama, menabung. Kalau belum sempat menabung setiap menerima gaji, cobalah menyisihkan sedikit saja, ya.. sedikiiit saja, uang gaji untuk ditabung. Enggak perlu setengahnya karena harus berbagi dengan yang lain ‘kan? Keperluan ini, keperluan itu, kebutuhan ini, kebutuhan itu (yang bisa saja tersamarkan oleh “keinginan”). Menabung itu memang dibutuhkan komitmen yang kuat. Anggap saja tabungan itu enggak pernah ada. Seenggaknya dengan cara seperti ini akan menghindari “cadangan saat kehabisan uang”. Simpan uang kemudian lupakan.

Kedua, petakan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan. Enggak boleh baper loh ya. Misal, “Aku pengen beli smartphone terbaru itu. Lagi trend sekarang.” Yakin ini kebutuhan? Padahal smartphone yang ada sudah lebih dari cukup (untuk sekedar ber-sosmed ria). Nah.. inilah peran peringatan “jangan baper”. Apa sih yang benar-benar menjadi kebutuhan? Bayar kost, bayar cicilan, bayar hutang, menyenangkan pacar...

Ketiga, setelah kebutuhan-kebutuhan itu tergambar dengan jelas, saatnya mengalokasikan uang gaji untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan yang dekat. Makan, beli perlengkapan mandi, internet. Ah iya, internet! Sekarang kebutuhan sehari-hari bukan cuma makan (buat perut) tapi juga makan buat hati (hubungannya internet sama hati apa?). Ya.. maksudnya internet itu ‘kan sebagai pemuas... keinginan apa kebutuhan ya? Atau justru keharusan? Kalau enggak ada internet... ngng.. sepertinya susah. Semuanya serba internet. Blog ini bahkan untuk bisa update tiap hari harus terkoneksi internet.

Keempat, jangan boros! Percuma mengalokasikan uang gaji untuk kebutuhan yang sebenarnya (bukan cuma "keinginan) kalau justru diri-sendiri yang mencuranginya. Misal uang buat bayar kost dipakai dulu buat beli ini, beli itu. Bayar kost masih besok. Awalnya cuma pakai satu lembar, tapi besoknya lagi.. lagi.. dan habis! Welcome to the satan circle! Ngeri banget ‘kan? Boros adalah teman setan. Sahabat sejati, mungkin.

Komitmen enggak boros demi kehidupan yang lebih baik. Rasanya percuma dan sia-sia kalau setiap bulan uang gaji habis sebelum waktunya ‘kan? Berhutang di sana, berhutang di sini, bahkan memutus urat malu merepotkan orangtua yang seharusnya sekarang enggak bertanggung jawab secara finansial untukmu. Ya, kamu.

Manusia selalu punya rasa enggak puas. Ingin lebih, lebih, dan lebih. Berapapun gaji, pasti akan ada rasa "kurang". Bersyukurlah dengan gaji yang didapatkan. Berapapun itu. Gunakanlah gaji sebijak mungkin. Bukan sekedar memuaskan keinginan.

Berteori memang gampang, tapi bukan berarti mustahil dipraktekkan 'kan?

Jogja, 31.08.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan