Momen apa yang biasanya kamu
tungguin banget? Wisuda? Nikah? Usia 20-an pasti sudah kepikiran ini. Wisuda,
nikah, kerja di perusahaan bonafid, dan lain-lain, dan sebagainya. Tahu enggak
momen yang ditungguin banget sama hampir semua usia? Tetot! Benar sekali.
Selamat kamu dapat Rp 1 juta rupiah dipotong pajak. Ha ha. Momen yang selalu
ditunggu semua usia: ulangtahun.
Pasti pernah ‘kan antusias banget
nunggu momen ulangtahun? Entah karena perayaan, perhatian, kejutan, dan bla bla
bla. Hari ini ada yang ulangtahun. Selamat ya! Makan-makannya dong.
Traktirannya dong. Ini dong.. itu dong.. dangdingdong. Itu cuma sebagian dari
euforia ulangtahun. Setiap orang pasti punya cerita sendiri tentang momen setahun sekali ini. Ada bahagia, kesel, marah, bahkan sedih. Semua rasa punya kemungkinan buat
dirasain.
Pertama kali “dikerjain”
ulangtahun, waktu kelas X. Pertama dan terakhir. Momen yang drama banget. Waktu itu
dituduh (jahat banget ya) ngilangin novel seorang teman. Kebetulan banget novel
itu sebelumnya aku yang pinjam. Aku mulai dipojokkan. Harus diganti tapi enggak
pakai uang. Entah waktu itu harus mengganti apa, rada lupa, tapi skenario yang
teman-teman bikin sukses bikin aku baper maksimal (waktu itu sih belum kenal istilah baper) dan enggak sadar lagi
dikerjain. Pake nelepon Bapak segala waktu itu. Bukan, bukan laporan, tapi minta
uang buat ganti novel yang hilang itu. Ini juga rada lupa telepon Bapak minta uang atau apa gitu, tapi masih ingat
banget waktu itu memang telepon Bapak.
Sorenya, setelah pertemuan Rohis,
aku dipanggil kakak kelas yang jadi pemandu waktu MOS. Ada apa ini? Setelah
itu, tepung dan segala macam dilempar dengan riang-gembira ke arahku. Masih
beruntung karena lemparan teman-teman cuma diarahkan ke kaki. Enggak sampai
belepotan kayak adonan bakwan siap digoreng.
Bentuk “ngerjain” kayak gini ada
yang lebih kejam lagi. Entah siapa yang memulai, momen ulangtahun seolah jadi waktu
yang tepat untuk membuat seseorang menderita. Anak SMP-SMA biasanya latah
beginian. Seperti aku dulu. Dikerjain untuk pertama dan terakhir. Setelah itu
enggak ada (lagi). Bahkan ada juga yang semakin parah loh. “Level” ngerjain makin ekstrim setiap tahun. Harus sampai nangis darah termehek-mehek. Pernah dengar 'kan seseorang buta matanya karena "dikerjain" waktu ulangtahun? Na'udzubillah...
Semakin bertambah usia
seseorang, semakin berbeda menyikapi momen ulangtahun. Ada yang tetap dengan
kue, lilin, hadiah, ucapan, tapi ada juga yang "hanya" sebentuk rasa syukur tanpa
semua pernak-pernik itu. Mungkin hanya sekedar ucapan dari beberapa orang.
Kenapa pertambahan usia membuat
seseorang bahagia? Bersyukur, harus! Wajib banget! Berbahagia? Ya.. bahagia,
tapi dibalik itu ada rasa yang berat untuk diterima. Bertambah usia, bertambah
tanggung jawab, bertambah segalanya.
Enambelas tentu berbeda dengan
tujuhbelas. Duapuluh tiga pasti juga berbeda dengan duapuluh empat. Apa harus
berbahagia dengan perbedaan sekaligus pertambahan ini? Kemarin dan hari ini berbeda. Hari ini dan
besok juga berbeda. Siap menerimanya?
Harus. Mau enggak mau harus
menerima. Kok terkesan enggak ikhlas gitu? Just wait and see. Hidup itu terus berjalan kok. Begitu juga penerimaan. Akan ada masanya menerima tanpa harus merasa berat.
Suatu saat...
Jogja, 16.08.2017
Selamat ulangtahun...
Komentar
Posting Komentar