Memang susah bersikap netral,
tanpa ada kebencian atau rasa sensi lain. Apalagi kalau pernah drama sama
seseorang. Bakalan makin susah bersikap netral. Selalu mikir negatif tentang dia. Apapun yang dia lakukan selalu dirasa ada cacatnya dan lebih
mengedepankan marah-marah. Aku lagi berusaha buat bersikap netral. Mungkin ada
yang bilang ini cuma bullshit, tapi aku hanya berusaha melihat seseorang dari sisi baik, sisi positif, bukan cuma dari sisi negatifnya.
Setiap orang pasti pernah bikin kesalahan.
Enggak perlu naif. Aku juga pernah. Sangat pernah. Cuma... memang susah, sempurna melupakan sisi negatif seseorang yang bikin kita ikutan drama. Enggak semua orang begini loh ya. Aku cuma yakin pasti ada orang yang susah melupakan “drama” seseorang yang bikin kita terlibat di dalamnya.
Namanya hidup enggak sendiri, pasti pernah drama sama seseorang. Efek drama ini
seringnya bikin baper. Tunggu, jangan bilang alay dulu. Kenapa tiap ada orang
bilang baper, dibilang alay? Manusia ‘kan punya perasaan, wajar ‘kan baper?
Kalau manusia enggak bisa baper, perlu dipertanyakan tuh perasaannya. Masih ada
di tempatnya apa enggak?
Beberapa kali drama sama
seseorang, pasti baper. Langsung kepikiran. Merasa sangat beruntung,
alhamdulillah, baper dan kepikiran tapi enggak lama. Enggak sampai 24 jam juga.
Kelamaan itu. Mungkin 30 menit pertama jadi fase baper paling akut. Setelah itu
mulai lupa... dan.. hilang. Bukan lupa. Cuma tenggelam sama "drama" lain (dan enggak setiap drama bikin baper ya).
Kalau diingat lagi,
bapernya juga balik lagi sih.
Kata orang yang bisa baca
kepribadian, aku ini tipe yang enggak gampang maafin orang. Pendendam?
Bukan! Lebih tepatnya susah maafin. Apalagi sampai sempurna melupakan. Pasti ada masa
aku ingat lagi sama bapernya.
Yah.. sedikit-banyak ada
benarnya juga. Aku baperan, iya. Aku melankolis, iya juga. Sisi emosionalnya
lebih kuat. No body is perfect. Aku bilang
begini bukan berarti pengen nunjukin kelemahan, pengen nunjukin kekurangan.
Hei, ini
bukan kelemahan. Setiap orang pasti punya kepribadian yang berbeda. Apapun, itulah kamu, aku, kita. Aku bilang begini justru karena berusaha
mengenal diri-sendiri. Enggak sedikit loh yang masih belum mengenal dirinya
sendiri. Masih bingung memahami. Padahal yang mengerti kita ya cuma diri kita
sendiri (dan Sang Pencipta tentu).
Memahami diri-sendiri justru
bikin kita tahu menyikapi sesuatu, termasuk sikap menetralkan yang
bagiku masih terasa susah. Sama kayak kertas, sekali diremas enggak bakal bisa
balik mulus lagi. Aku tipikal orang yang sedikit-banyak sama kayak kertas itu, tapi bukan
berarti aku enggak bisa memaafkan. Cuma situasi tertentu (dan juga sama orang
tertentu) aku susah bersikap netral, enggak bawa-bawa sisi negatifnya, tapi aku
tetap berusaha enggak cuma lihat dia dari satu sudut pandang.
Hidup itu belajar dan terus
belajar, termasuk belajar buat melupakan drama yang sesekali mampir.
Sempurna melupakan mungkin susah
tapi seenggaknya enggak cuma melihat seseorang dari sisi negatifnya.
Setiap orang pasti punya kebaikan dalam dirinya 'kan?
Jogja, 21.08.2017
Komentar
Posting Komentar