Langsung ke konten utama

JANJI

"Gus, kamu kok sekarang kurusan?"

Berawal dari 2016, aku berkomitmen untuk berubah. Secara serius. Bukan lagi coba-coba dan berakhir menyerah. Aku enggak bisa begini terus. Aku harus berubah dan hanya aku yang bisa mengubahnya. Aku tahu, kuasa Tuhan sangat menentukan, tapi kalau aku sama sekali enggak berusaha, apa Tuhan akan memberikan kuasa-Nya untuk mengubahku?

Enggak ada yang instan “simsalabim” langsung ada dalam sekejap. Ini bukan dunia dongeng, Bro. Harus ada usaha, harus ada proses, sebelum akhirnya bisa menikmati hasil.

Aku hanya ingin berubah menjadi seperti yang aku impikan. Aku ingin punya tubuh proporsional. Aku ingin atletis. Aku capek terus bermimpi yang enggak juga menjadi nyata. Bagaimana bisa mimpi berubah jadi nyata kalau enggak ada usaha mengubahnya?

Aku berjanji dengan diri-sendiri.

Aku ingin berubah menjadi lebih sehat dengan berat badan ideal. Aku ingin menjadikan tubuhku atletis. Sama seperti mimpi yang terus melayang-layang di anganku. Dulu, duluuu sekali, aku hanya mengagumi tubuh atletis. Sekedar mengagumi dan enggak ada ambisi mendapatkannya. Aku tetap happy dengan jalanku sendiri. Menikmati apa yang aku suka, tanpa menyadari "bom waktu" yang aku ciptakan sendiri. Menunggu untuk meledak.

Aku bersyukur kesadaran itu datang padaku sebelum semuanya terlambat dan hanya ada penyesalan. Aku mulai berkomitmen dan mengikatnya erat-erat. Aku harus berubah, dimulai dari sekarang. Bukan nanti, apalagi besok.

Hari itu, aku mulai mengubah pola hidupku.

Susah? Semuanya berjalan begitu saja.

Pertama yang aku ubah adalah pola makan. Aku harus mengaturnya. Aku mulai menjalani diet. Tanpa nasi dan menggantinya dengan karbohidrat lain: jagung rebus, singkong rebus, ubi rebus. Aku lupa rasanya waktu pertama kali enggak bergantung dengan nasi, tapi aku masih ingat masa SMA dulu pernah “mencoba” diet. Entah pola seperti apa yang aku lakukan, waktu itu diet hanya berjalan satu malam. Mati-matian aku menahan lapar. Besoknya aku kehilangan komitmen. Ah, waktu itu aku enggak berkomitmen. Aku hanya ingin diet. “Hanya ingin”. Itu saja. Tanpa komitmen apapun.

Sekarang aku tetap memegang janjiku. Tetap berkomitmen menjadikan hidupku lebih sehat demi masa depan yang lebih, lebih baik.

Aku tetap menikmati apa yang aku suka.

Dulu, waktu itu, aku enggak suka olahraga. Aku benci pelajaran olahraga. Aku hanya berpura-pura terlihat antusias saat pelajaran olahraga, sama seperti yang lain. Aku membenci pelajaran olahraga karena aku enggak atletis. Aku selalu payah mengikutinya. Lari, senam lantai, atletik, semuanya payah. Karena itulah aku membenci pelajaran olahraga. Ditambah lagi aku enggak pernah berolahraga. Sama sekali.

Memasuki masa kuliah, aku masih sangat ingat waktu itu cek kesehatan untuk persyaratan mahasiswa baru, tubuhku semakin berlemak. Leherku tenggelam. Aku seperti enggak punya leher. Waktu itu aku cuek saja. Aku tetap menikmati apa yang aku suka. Di mataku, enggak ada yang salah dengan posturku. Aku memang gemuk tapi aku merasa baik-baik saja.

Berat badanku waktu itu... 85 kg!

Tinggiku 165 cm waktu itu, ditambah berat badan yang berlebih, aku bisa dibilang obesitas, seandainya ada dokter atau ahli gizi yang mengatakannya padaku waktu itu.

Saat itukah aku shock dengan berat badanku sendiri. Aku harus diet! Aku harus diet!

Kuliah, jauh dari rumah, mengatur semuanya sendiri. Berat badanku berubah tanpa aku sadari. Sepanjang bisa mengingat, aku enggak ada kiat khusus tentang pola makan. Aku ingat, dulu pernah beli L-Men Loose Weight. Sesuai anjuran di kotaknya, aku minum dua sachet susu ini sebagai pengganti sarapan yang tetap membuatku merasa lapar, tapi aku mencoba bertahan karena aku sudah (terlanjur) membeli sekotak susu khusus dengan harga yang enggak sedikit ini.

Waktu itu aku hanya mencoba memperbaiki pola makan. Mengurangi lebih tepatnya. Belum putus dari nasi. Olahraga juga belum.

Awal 2016 itulah yang menjadi permulaan komitmenku. Aku benar-benar serius untuk berubah. Aku harus berubah. Aku bertekad kuat.

Terus berproses...

Terus berproses...

Sekarang pun tetap berproses...

Bukan berarti semuanya terasa mudah, tapi komitmen yang kuat akhirnya mulai membiasakan diri untuk menahan... menahan... dan menahan...

Menikmati apa yang aku suka bukan dengan memperburuk kualitas hidup. Aku masih bisa menikmati apa yang kusuka dengan caraku sekarang. Cara yang lebih baik walau masih banyak koyak di sana - sini.

Aku enggak ingin kurus.

Aku ingin atletis dan proporsional.

Jogja, 24.08.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan