#Day_1
Katanya, berbuat baik itu gampang,
tapi faktanya berbuat baik itu susah. Susah menerima komentar orang yang bilang
berbuat baik cuma demi pencitraan. Karena enggak mau dianggap pencitraan,
akhirnya berhenti berbuat baik. Kebaikan seperti apa sih? Baik itu ‘kan
universal. Bukan begitu? Apa semua perbuatan baik dianggap pencitraan?
Enggak juga, cuma kebanyakan orang
mengganggap berbuat baik adalah pencitraan. Seorang teman dekat pasti bilang,
“Jiaah.. sok-sok-an.” Entah serius atau bercanda atau guyon, yang jelas ada yang merasa enggak mau dianggap sok-sok-an,
akhirnya selesai.
Berbuat baik enggak usah pikir ini
dan itu. Komentar orang beragam. Enggak bisa diseragamin. Banyak warna jadi
indah ‘kan? Ada yang bilang sok-sok-an, biarin. Ada yang bilang sok alim,
biarin. Ada yang bilang pamer, biarin. Biarkan komentar itu terus mengalir
seperti kebaikan yang terus dilakukan.
Hidup bakal lebih ‘sesuatu’ banget
saat bisa memberikan contoh kebaikan. Mulai dari sesuatu yang sederhana dan
universal. Sesuatu yang mungkin terlalu sepele. Ada kesempatan berbuat baik,
langsung manfaatkan. Contohnya begini:
Suatu siang di sebuah minimarket yang menjadi tongkrongan
anak muda, ada satu meja yang sangat berantakan. Banyak sampah bekas snack dan
minuman.
Apa yang harus dilakukan? Membiarkan
atau membuang sampah itu di tempatnya? Ada yang langsung membatin:
Ah, biarin. Bukan sampahku kok. Lagian ada petugas kebersihan
‘kan?
Secara umum, orang akan berkata
begitu. Bukan enggak mungkin ada orang yang peduli. Diantara 10 orang, mungkin
hanya satu yang tergerak hatinya dan peduli. Orang yang melihat akan
berkomentar “sok banget sih”, “sok-sok-an” dan semacamnya.
Terus gimana biar berbuat baik enggak
pamer? Luruskan niat. Susah-susah gampang. Memulai sesuatu yang baik pasti ada
tantangannya. Awal memulai bisa jadi pengen “dilihat”. Wajar, namanya juga
manusia. Pasti punya rasa seperti itu juga. Kalau sudah memulai, melanjutkannya
gampang-gampang susah. Gampang karena sudah terbiasa melakukan. Susah karena
setiap komitmen pasti ada saatnya mengendur dan akhirnya pergi.
Menjaga. Ini yang penting. Istiqomah. Kontinyu. Kebaikan yang dilakukan terus menerus nanti juga
akan menjadi kebiasaan. Awalnya yang hanya ingin “dilihat”, nanti akan berubah
“melakukan dari hati”.
7.6.2016
#29HariMenulis
Komentar
Posting Komentar