JUAL DIRI

Katanya, penulis (baru bisa dibilang penulis) harus punya buku. Kalau belum punya buku, bukan penulis. Ini semacam label. Orang tahunya, ya penulis punya buku. Walau dia menulis di mana-mana, dimuat (di berbagai) media, tapi belum punya buku (sendiri, bukan keroyokan), bukan penulis namanya. Terus apa dong?

Saya setuju penulis memang harus punya buku, tapi saya risih dengan label 'bukan penulis kalau belum punya buku'. Oke, bikin buku gampang (gampang susah). Terbiasa menulis, pasti bisalah bikin buku. Setelah jadi buku, lalu apa? Menerbitkannya. Oke, diterbitkan. Setelah itu? Sudah, 'cuma' sampai diterbitkan? Nggak pengen gitu jadi mega best seller macam Andrea Hirata, Asma Nadia, JK Rowling, Stephanie Meyer? Ya, pengen sih.. Nah.. ini 'akar'nya. Akar apa? Akar-nya Dee? (jangan ngaco!)

Membuat buku, menerbitkannya, gampang (bukan berarti menggampangkan loh). Nah.. perkara selanjutnya, gimana biar buku yang telah terbit bisa jadi mega best seller (baca: terjual)? Selain gencar promosi, branding penulis juga penting. Branding? Apaan tuh? Semacam kerupuk ya? (hei, please!)

Kenal (paling nggak tahulah) Andrea Hirata, Asma Nadia, JK Rowling, Stephanie Meyer? Siapa mereka? Apa buku-buku mereka? Laskar Pelangi, Assalamu'alaikum Beijing, Harry Potter, Twilight. Bagus Adisatya kenal (tahu) nggak? Oo.. Bagus Adisatya.. Cowok ganteng itu 'kan? (ini cuma pendapat pribadi, bukan narsis :D) Inilah pentingnya branding a.k.a 'citra diri' (bisa dibilang 'jual diri'). Maksudnya, sesuatu yang bisa 'dijual' dari kita.

Branding Andrea Hirata, Asma Nadia, sudah oke. Mereka punya 'nama'. Bikin buku (selain sangat dimudahkan karena branding yang asoy) & jadi mega best seller sangat mungkin buat mereka. Terus kita juga nggak, begitu?
Bisa! Kita bisa bikin buku & jadi mega best seller. Branding diri-sendiri lebih digencarin. Saya sekarang nggak terpikirkan bikin buku. Kalau ada yang nanya, apa project buku saya, jawabannya saya nggak tahu. Saya jelas pengen banget punya buku, diterbitkan, buku berjajar di Gramedia (penting ya sebut merk?), tapi apa cuma sebatas itu? Saya juga pengen buku saya dibeli, dibaca, dinikmati, dan kemudian banyak yang minta tandatangan (jangan diseriusin, kidding kok).

Saya sekarang fokus menulis untuk media massa. Menulis cerpen lebih tepatnya. Kenapa nggak semua jenis tulisan? Katanya penulis? Saya bukan tipikal maruk (baca: serakah) (alibi!) tapi saya memilih fokus. Saya pengen orang mengenal Bagus Adisatya sebagai cerpenis Kompas, cerpenis Republika, cerpenis KR (amiiin! *khusuk*). Saya nggak mengharapkan orang mengenal Bagus Adisatya yang mirip Aliando. Bukan, bukan itu. Saya hanya ingin, sekarang ini (dalam rangka proses branding diri), orang mengenal Bagus Adisatya sebagai penulis cerpen Kompas, penulis cerpen Republika, penulis cerpen media ini.. media itu.. dan banyak.

Setelah 'gelar' itu saya dapatkan, so.. apa yang harus saya lakukan? Terjun ke dunia keartisan? Jadi kembarannya Aliando? You know-lah...

Nah, ingat ya: branding itu.. penting! ^_^

Jogja, 14.03.2016
*cerita selepas Klub Senin Ceria di taman rumput Balairung Utara UGM yang membahas outline buku dan nananinanya

1 komentar: