Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

ANGKA DELAPAN

Bulan ini bulan delapan. Angka yang bisa dibilang favoritku. Sesuatu yang menurutku penting, kalo diminta masukin angka, bakal aku masukin angka delapan, salah satunya. Bukannya fanatik sama delapan, apalagi percaya sama mitos yang bikin hoki bla bla bla. Suka angka delapan, karena aku lahir di bulan delapan. Jadi merasa spesial aja angka yang satu ini buatku. Delapan. Filosofinya sambung menyambung menjadi satu~ itulah Indonesia~ eh, maksudnya sambung menyambung tanpa putus. Apa ya istilahnya? Ada kok, tapi aku lupa. Enggak ada hubungannya juga aku suka angka delapan sama filosofi ini, tapi karena maknanya bagus, bolehlah... boleh... boleh... Momen khusus yang berhubungan sama angka delapan, enggak ada mungkin, kecuali pas aku lahir. Eh, tapi disambung-sambungin, siaranku juga berhubungan sama angka delapan. Nomor jalan, angka delapan. Eh, cuma itu doang ternyata setelah aku pikir-pikir. Siaran yang relate sama angka delapan yang lain, di luar nama jalan, apa ya? Tepat hari ini, angka...

ORANG-ORANG BILANG

Katanya ngegame mulu bisa bikin bego. Buat pelajar, nilai bisa turun, enggak konsentrasi belajar. Bisa jadi nilai turun kalo enggak diimbangi. Harus seimbang main game sama belajar. Begitu juga buat pekerja a.k.a yang bukan pelajar lagi. Harus seimbang antara game sama kerjaan. Bisa, kerja jadi berantakan kalo ngegame enggak tau aturan. Pernah aku baca lowongan kerja yang syaratnya enggak main game tertentu. Nah... kalo enggak seimbang emang bisa bikin berantakan. Game bikin bego? Enggak juga. Game juga bisa melatih kerja sama tim. Ada yang bisa diambil positifnya dari main game. Bisa melatih menerima kekalahan dengan hati yang lapang. Melatih mengatur strategi. Enggak bikin bego juga. Kalo ngegame mulu sih, bukannya jadi bego, tapi jadi berantakan, entah itu buat pelajar atau pekerja. Aku kenal game mulai dari... gimbot. Ah, ya! Buat "orang kota", mainnya gameboy, tapi waktu itu aku kenalnya gimbot, versi murahnya gameboy. Permainannya kurang lebih samalah. Ada Tetris, ada p...

RUMAH UNTUK PULANG

Sejak SMA, aku udah ngerasain betapa menyenangkannya pulang. Tiap Sabtu, aku semangat banget. Antusias karena hari itu aku pulang. Aku udah jadi anak kost sejak SMA. Makanya, pulang jadi aktivitas yang menyenangkan. Setelah enam hari enggak merasakan nyamannya rumah, begitu waktunya pulang, bahagianya bukan main. Aku pulang tiap Sabtu. Naik angkot. Masih memakai seragam Pramuka. Aku lupa-lupa ingat gimana perasaanku pas udah sampai rumah. Yang aku ingat betul, perasaan bisa pulang tiap Sabtu. Perasaan yang menyenangkan. Memasuki masa kuliah, pulang jadi sesuatu yang sangat berharga. Enggak kayak waktu SMA, bisa pulang tiap Sabtu. Jadi anak kuliah, lebih jauh dari rumah, Kebumen-Jogja cuma tiga jam sih, membuatku enggak bisa tiap akhir pekan pulang. Merasa capek di jalan, walau sebenarnya aku ingin. Sebelum aku bawa motor sendiri, aku pulang naik bus. Pernah juga naik kereta. Perjalanan pulang naik bus butuh waktu lebih lama karena aku bukan naik bus patas, tapi bus biasa yang ada waktu...

DI BALIK PINTU

Satu sore, aku melihat ada sepatu cewek di depan kamar sebelah. Pintunya tertutup. Hening. Oh, mungkin tidur. Mungkin ini... mungkin itu... Cukup. Bukan urusanku. Ya... aku tahu memang bukan urusanku. Buat aku yang masih hijau, apa yang aku lihat sore itu membuatku berpikir ke arah yang... yah... tahu 'kan? Bisa jadi enggak melakukan apa-apa. Bukan seperti yang aku pikirkan. Hei, cukup sampai di sini. Bukan urusanmu 'kan? Orang yang berpacaran selain makan bareng di warung seberang jalan, ngapain aja sih? Setiap orang beda-beda. Enggak jarang, ada sisi yang orang-orang bilang sange . Padahal normal seorang cowok merasakannya ke cewek. Begitu juga sebaliknya. Seharusnya dikendalikan sih, tapi saat rasa ini begitu menguasai, biasanya enggak terpikirkan hal yang lain. Hanya ada dia di depan mata. Seperti harimau jantan melihat betinanya. Aku benar-benar masih hijau. Makanya aku bertanya. Ada milyaran orang yang berpacaran dan ada milyaran hal yang dilakukan. Ada yang menjadikan s...

SAAT LAPAK-LAPAK ITU MASIH ADA

Kangen banget sama majalah-majalah, tabloid, dan teman-temannya yang masih hangat di lapak-lapak majalah. Aku sangat antusias karena ini. Paling bikin happy jelas majalah favoritku. Dari SD sampai kuliah, selalu ada yang jadi favorit. Rasanya bahagia banget lihat majalah favorit tergantung dengan manis di lapak majalah. Waktu SD, majalah favoritku adalah Majalah Bobo. Belinya di satu toko di Pasar Petanahan. Bukan lapak majalah, tapi toko yang menjual kebutuhan sehari-hari, bukan kebutuhan pokok macam beras, sayur, dan kawan-kawan. Lebih ke toko grosir kali ya. Yah... semacam itu. Tiap Kamis, bahagia banget lihat Majalah Bobo edisi terbaru tergantung di sana. Aku enggak segampang bilang sama Mamah minta dibeliin Majalah Bobo. Aku harus nabung dulu dari uang yang minta sama Mamah. Aku juga nabung dari hasil mijitin Mamah yang dikasih Rp500. Mamah enggak support aku buat beli Majalah Bobo. Katanya enggak penting. Padahal penting, karena sekarang aku jadi sadar, literasi sejak kecil itu ...

TETAPLAH DEKAT

Penting banget tetap mendekatkan yang dekat. Jangan sampai yang dekat jadi jauh. Apalagi yang enggak dekat jadi makin jauh. Ini yang aku jaga dengan adik-adikku. Aku enggak mau ada jarak di antara kami. Aku enggak mau status kakak-adik hanyalah tentang hubungan sedarah. Aku ingin tetap dekat, jadi teman ngobrol, dan kalau ada masalah, enggak lari ke mana-mana, tapi datang ke kakak atau adik, satu sama lain. Saling membutuhkan. Saling menyayangi walau enggak terlihat. Aku pernah marahan sama adikku yang cewek. Waktu itu aku merasa dia jutek banget. Aku pengen ngobrol sama adikku. Tiap aku ajak ngomong, jawabannya berasa jutek. Lama-lama aku kesal juga. Tumpahlah kekesalanku. Adikku nangis. Aku marah. Dipikir-pikir lagi, aku terlalu kekanakan waktu itu. Seharusnya aku yang memahami. Bukan aku yang minta dipahami. Secara teori, harusnya saling, bukan cuma salah satu, tapi nyatanya aku merasa aku yang harus memahami. Aku juga enggak apa-apa melakukan ini. Aku sama adikku marahan. Perang di...

MEREKA YANG MENJADI TEMAN

Selama aku menjalani isolasi mandiri, teman yang selalu ada di setiap waktu adalah film dan serial. Hiburan ini menjadi andalanku meningkatkan imunitas, karena katanya dengan happy, menikmati film, imun juga akan naik. Netflix dan Disney Plus jadi andalanku. Dua layanan streaming yang setiap bulan aku selalu berlangganan. Mulai dari Netflix. Sejak masuk masa isoman, aku nonton beberapa film dan serial. Pertama, yang paling aku ingat, Ponyo, sebuah film anime dari Studio Gibli. Sama kayak film Studio Gibli lain, Ponyo juga ngasih jalan cerita yang enggak diduga. Menceritakan tentang Ponyo, ikan, atau sejenis ikan, yang ingin menjadi manusia. Fantasi banget film ini dan aku suka. Lanjut, Aruna dan Lidahnya. Film yang waktu masih promo, aku pengen banget nonton, tapi enggak kesampaian. Menceritakan Aruna yang doyang kulineran dan ditugaskan ke suatu daerah di Jawa Timur dan Indonesia Timur, aku lupa nama kotanya, untuk menyelidiki kasus virus flu burung yang menyerang manusia. Di sini, Ar...