TETAPLAH DEKAT

Penting banget tetap mendekatkan yang dekat. Jangan sampai yang dekat jadi jauh. Apalagi yang enggak dekat jadi makin jauh. Ini yang aku jaga dengan adik-adikku. Aku enggak mau ada jarak di antara kami. Aku enggak mau status kakak-adik hanyalah tentang hubungan sedarah. Aku ingin tetap dekat, jadi teman ngobrol, dan kalau ada masalah, enggak lari ke mana-mana, tapi datang ke kakak atau adik, satu sama lain. Saling membutuhkan. Saling menyayangi walau enggak terlihat.


Aku pernah marahan sama adikku yang cewek. Waktu itu aku merasa dia jutek banget. Aku pengen ngobrol sama adikku. Tiap aku ajak ngomong, jawabannya berasa jutek. Lama-lama aku kesal juga. Tumpahlah kekesalanku. Adikku nangis. Aku marah. Dipikir-pikir lagi, aku terlalu kekanakan waktu itu. Seharusnya aku yang memahami. Bukan aku yang minta dipahami. Secara teori, harusnya saling, bukan cuma salah satu, tapi nyatanya aku merasa aku yang harus memahami. Aku juga enggak apa-apa melakukan ini.


Aku sama adikku marahan. Perang dingin. Alhamdulillah enggak lama. Enggak berhari-hari, berminggu-minggu, karena pasti akan sangat awkward nantinya. Mungkin saja hubungan kami enggak bisa lagi sama. Aku enggak mau ini terjadi. Hari itu juga, setelah aku menumpahkan kekesalan, aku minta maaf sama adikku. Responnya terkesan ogah-ogahan, tapi aku lega karena sudah minta maaf. Alhamdulillah hubungan kami setelah itu baik-baik saja. Aku juga merasa adikku jadi enggak sejutek itu. Mungkin pola pikirku, sudut pandangku yang berubah.


Aku juga pernah perang dingin sama adikku yang cowok. Penyebab pastinya aku enggak tahu, tapi kata adikku yang cewek, gara-gara Mamah bilang ke adikku yang cowok buat ngomong yang baik-baik sama aku. Akar permasalahannya karena beda pendapat. Aku enggak secara langsung ngomong beda pendapat sama adikku, tapi lewat chat karena kami berjauhan. Setelah itu, chatku enggak dibalas. Dibaca pun enggak. Aku yang harus mengalah. Aku mau melakukan ini. Memang harus ada yang menjadi air. Aku enggak mau masalah ini jadi semakin lama mengendap.


Aku minta maaf. Aku bilang jujur, aku sedih kalau hubungan kami jadi jauh. Aku enggak masalah dengan perbedaan pendapat. Di sini aku belajar banget buat menghargai setiap pandangan di antara kami. Enggak bisa aku memaksakan sama, sekali pun pandangan adikku keliru. Aku harus cari cara lain yang enggak menjauhkan hubungan kami. Setelah aku bilang jujur, lewat chat, adikku membalas chatku. Kami mulai ngobrol kayak biasanya. Aku bersyukur banget. Enggak aku bahas tentang pandangan kami yang berbeda. Biarlah berlalu. Kalau nanti ada cara untuk meluruskan, alhamdulillah.


Aku enggak mau menjadi jauh dengan adik-adikku. Aku enggak mau berjarak dengan keluargaku. Sekarang ada jarak dengan salah satu keluarga. Permasalahannya sangat kompleks. Imbasnya ke semua. Hubungan kami seolah putus. Memang sudah putus sepertinya. Pernah aku dan Mamah mencoba kembali menyambungkan. Mamah sebenarnya enggak sepakat. Biarlah yang ruwet tetap menjadi ruwet, tapi aku enggak mau. Saat itu Lebaran. Kami datang untuk memperbaiki hubungan. Mengatasi benang kusut yang sudah terlalu kusut. Sayangnya, aku sama Mamah enggak dikasih kesempatan. Bahkan sekedar bertemu pun enggak.


Salah satu keluarga yang lain bersedia bertemu, tapi selalu yang dibicarakan adalah masalah yang terjadi. Dikorek terus-terusan. Siapa yang enggak muak? Aku sama Mamah sudah berusaha tulus meminta maaf. Sumber masalahnya bukan aku, tapi karena sangat kompleks, aku juga harus meminta maaf, sekalian ngajakin Mamah. Harus ada yang memulai.


Benang kusut itu masih ada. Mungkin sekarang sudah putus. Aku enggak tahu gimana caranya meluruskan kembali tali hubungan ini. Aku enggak mau kejadian ini terjadi sama aku dan adik-adikku, dan juga keluargaku yang lain. Aku harus menjaga hubungan ini tetap menjadi baik. Aku tahu, pasti ada masalah seiring berjalannya waktu. Pasti ada perubahan.


Aku harus terus menjaganya.


(Jogja, 2 Agustus 2021)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar