Langsung ke konten utama

RUMAH UNTUK PULANG

Sejak SMA, aku udah ngerasain betapa menyenangkannya pulang. Tiap Sabtu, aku semangat banget. Antusias karena hari itu aku pulang. Aku udah jadi anak kost sejak SMA. Makanya, pulang jadi aktivitas yang menyenangkan. Setelah enam hari enggak merasakan nyamannya rumah, begitu waktunya pulang, bahagianya bukan main.


Aku pulang tiap Sabtu. Naik angkot. Masih memakai seragam Pramuka. Aku lupa-lupa ingat gimana perasaanku pas udah sampai rumah. Yang aku ingat betul, perasaan bisa pulang tiap Sabtu. Perasaan yang menyenangkan. Memasuki masa kuliah, pulang jadi sesuatu yang sangat berharga. Enggak kayak waktu SMA, bisa pulang tiap Sabtu. Jadi anak kuliah, lebih jauh dari rumah, Kebumen-Jogja cuma tiga jam sih, membuatku enggak bisa tiap akhir pekan pulang.


Merasa capek di jalan, walau sebenarnya aku ingin. Sebelum aku bawa motor sendiri, aku pulang naik bus. Pernah juga naik kereta. Perjalanan pulang naik bus butuh waktu lebih lama karena aku bukan naik bus patas, tapi bus biasa yang ada waktunya berhenti nunggu penumpang. Istilahnya "ngetem". Lebih cepat naik kereta, tapi jarak stasiun sama jalur angkot lumayan jauh. Ada ojek, becak, tapi aku enggak memanfaatkannya. Maaf.


Tahun pertama, kedua, ketiga kuliah, pulang selalu jadi momen spesial. Sekarang pun masih sama, tapi sejak aku jadi penyiar radio, pulang enggak bisa sesuka hatiku. Bisa, aku mengagendakan pulang sebulan sekali, tapi jelas harus izin siaran. Libur siaranku sejak pertama jadi penyiar sampai sekarang, enggak pernah lama. Kalo cuma sehari dan aku memutuskan pulang, capek di jalan dong.


Aku ingat waktu Ramadan, momen pulang sangat aku tunggu-tunggu. Sebelum jadi penyiar radio, aku sengaja pulang di pertengahan bulan Ramadan, karena pengen aja. Biar berasa cepat Lebaran. Aku juga jadi ngerasain sensasi mudik. Aku enggak perlu repot pesan tiket kereta karena aku pulang naik motor sendiri. Rasanya selalu menyenangkan pulang di momen mudik.


Sekarang, tiap aku pulang, harus bersiap puasa hape, media sosial, game. Sinyal internet di rumahku enggak bisa diandalkan. Aku harus ke jalan besar dulu, sekitar 100 meter dari rumah biar dapat sinyal. Walau begitu, tetap aja pulang selalu terasa menyenangkan. Ada yang bilang, "Enggak pulang rindu, tapi pulang juga malu." Aku enggak ngerasain ini.


Alhamdulillah aku selalu merasa menyenangkan waktu pulang. Walau sekarang, aku harus siap dengan tanya "kapan nikah". Enggak terlalu diburu-buru karena aku cowok. Seputar ini doang yang bikin momen pulang sedikiiit... menyebalkan, tapi rasa menyenangkannya lebih gede.


Sekarang aku sepertinya homesick. Rindu rumah. Rindu Mamah. Rindu Hamdy. Rindu Aya. Rindu keluarga.


Jogja, 5 Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta...

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato...

DI BELAKANG (ADA) ANGKA DUA

Bisa dibilang aku mampir ke sini cuma di momen seperti hari ini. 16 Agustus. Ada momen spesial apa sih di 16 Agustus? Kata Sal Priadi, "...serta mulia, panjang umurnya." Hari lahir. Tahun ini aku melewati hari lahir ke-32. Wow! Ti-ga pu-luh du-a. Sama-sama di belakang ada angka dua tapi beda rasanya ya waktu hari lahir ke-22 dan hari ini. Waktu 22 tahun aku nggak merasa ada tekanan. Kayak berlalu gitu aja. Aku ingat hari lahir ke-22-ku terjadi setahun setelah KKN di Kulonprogo. Pengingatnya adalah waktu KKN aku pernah ditanya ulang tahun ke berapa. Aku jawab, "Bioskop." Twenty one alias 21. Apakah hari lahir kali ini aku merasa tertekan? Ada rasa yang membuatku khawatir tapi let it flow aja. Nggak mau jadi overthinking . Apa yang terjadi nantinya ya dihadapi dengan riang gembira lengkap dengan gedebak-gedebuk nya. Masa ulang tahun nggak ada apa-apa? Nggak mengharapkan juga sih. Nggak mengharuskan juga tapi kalo ada ya aku nikmati dan berterima kasih. Kode banget ni...