Langsung ke konten utama

REAL YOU



#Day_13

Benarkah seseorang akan ketahuan seperti apa sifat sebenarnya setelah berurusan dengan uang? Bisa jadi. Uang kadang membutakan segalanya. Uang bikin orang mabuk-kepayang, saling sikut bahkan dengan saudara sendiri. Sudah banyak cerita tentang seseorang membunuh karena uang. Seseorang menghilangkan nyawa ‘hanya’ karena hal sepele. Na'udzubillah...

Uang itu memang racun, berapapun besarnya nominal. Pernah mendengar seseorang membunuh karena uang receh? Hanya seharga sebatang rokok? Dunia memang sudah keblinger. Kemanusiaan bisa dihargai dengan nominal uang.

Hati-hati dengan jerat manis uang yang berduri dibaliknya. Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin manis jerat yang siap menyerang. Coba bayangkan jika kau diserang oleh sesuatu yang justru membuatmu terlena? Apa kau tetap waspada? Atau justru terhanyut?

Maling-maling yang main ‘cantik’ di kursi pemerintahan bukankah dulu, saat menjadi mahasiswa, atau bahkan sesaat sebelum terjerat manisnya uang, adalah orang yang punya idealisme? Mereka, maling-maling itu, paham bahwa mencuri adalah perbuatan nista, tapi mata mereka dibutakan. Sepertinya bagi mereka, kata ‘mencuri’ hanya berlaku untuk sebatang kayu, sebiji cokelat, bukan untuk berlembar-lembar kertas berwarna merah bergambar Presiden pertama RI milik orang banyak.

Miris! Uang bisa memperlihatkan seperti apa dirimu yang sebenarnya. Apakah amanah atau justru khianat? Astaghfirullah...

Uang memang bukan segalanya, orang bijak selalu bilang begitu, tapi mari bicara realita. Kita butuh uang? Iya, butuh. Kita bisa hidup tanpa uang? Bisa hidup, bisa.. tapi jika enggak mengantongi serupiah pun uang, apa bisa ‘hidup’? Jadi bar-bar, iya. Uang memang bisa melenakan, tapi sebagai hamba yang mengharap bisa berkumpul di Tanah Kerinduan, seharusnya benar-benar menjaga hati dari manisnya perangkap bernama uang.

Memang susah, tapi enggak ada yang susah di dunia ini jika terus mengingat Yang Maha Tinggi dan menyerahkan segala perkara tetek-bengek ini kepada-Nya.

Hidup memang selalu ada cobaan. Selalu...

19.6.2016
#29HariMenulisCinta

Komentar

  1. Social climber adalah salah satu fenomena unik yg jamak terjadi hari ini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan