Langsung ke konten utama

MUNGKIN NANTI ADA SAATNYA

Bisa jadi ada benarnya. Kita hanya menunggu giliran. Na'udzubillah... jangan sampai terjadi beneran, tapi pernah terpikir begitu enggak? Kita menghadapi pandemi sudah setahun lebih. Dua tahun bahkan. Kebiasaan baru yang sekarang jadi kewajiban. Rasanya insecure banget aktivitas di luar enggak pakai masker. Yah... aku juga tahu, ada beberapa orang yang masa bodoh tentang ini.


Menjaga, berhati-hati, tentu kita lakukan di masa pandemi. Ibarat tupai yang pandai melompat, suatu saat pasti jatuh juga. Itulah yang terjadi padaku. Hari ke-13 di bulan Juli jadi hari pertama aku mengenal kata "isolasi mandiri". Sebelumnya, lebih tepatnya Jumat, aku mulai merasa ada gejala batuk. Tenggorokan rasanya agak gatal. Sabtu, aku batuk. Segera aku beli obat batuk di minimarket seberang jalan itu. Berharap batuk segera hilang. Minggu, aku mulai merasa indera penciumanku enggak sensitif. Aku masih berpikir positif. Enggak, bukan, bukan itu. Belum sepenuhnya penciumanku hilang, tapi beberapa aroma harus benar-benar aku cium banget. Senin, indera perasaku yang enggak sensitif. Sate ayam, nasi goreng, kwetiau, kenapa enggak seenak biasanya? Ditambah lagi rasanya aku capek... banget. Waktu siaran, pengen aku cepetin dan langsung rebahan. Selasa pagi, 13 Juli, aku baca-baca di internet. Salah satu tanda positif Covid adalah gampang merasa lelah. Deg! Aku juga ngerasain.


Sejak hari itu, setelah aku lapor ke Puskesmas Depok 3, aku mengatakan selamat datang buat isolasi mandiri. Empat belas hari aku di kamar aja. Semua aktivitas di luar otomatis berhenti. Dunia luar untuk sementara tertutup bagiku. Aku bersyukur bisa isoman di kost. Teman sebelahku juga bernasib sama denganku. Kami isoman bersama. Kamar di lantai atas dikhususkan buat isoman. Satu penghuni pindah ke kamar di lantai bawah.


Hari pertama isoman, aku masih baik-baik saja. Anggap yang aku lakukan adalah liburan. Aku bisa nonton film sepuasnya di Netflix dan Disney Plus. Aku bisa pesan makanan enak sesukaku. Katanya, saat isoman harus banyak makan enak. Nyatanya, aku justru merasa ditampar sama itu semua. Hari kedua, entah ketiga, atau keempat, dan seterusnya, aku merasa enggak baik-baik saja. Jalan ke toilet membuatku ngos-ngosan. Mandi membuatku ngos-ngosan. Bersyukurnya, aku enggak ada gejala berat. Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, Engkau melindungiku. Gejala yang aku rasain, ngos-ngosan saat bergerak, jalan ke toilet, jalan ngambil Go Food pakai ember yang dikasih tali, mandi. Gejala kedua, batuk dan yang ketiga demam. Alhamdulillah bukan demam tinggi. Puskesmas Depok 3, melalui Bu Ella, mengirim obat: vitamin C, obat batuk, obat nyeri/demam.


Aku yang susah nelen pil, harus berjuang tanpa digerus. Aku mencobanya. Ada kapsul yang harus aku telan. Enggak mungkin digerus. Hari pertama, kedua, mungkin ketiga, aku masih bisa nelen obat kayak orang-orang, walau aku butuh usaha lebih. Aku harus kumur-kumur sampai obatnya pelan-pelan larut dan tertelan. Ini bukan cara minum obat yang menyenangkan. Entah gara-gara minum obat pakai cara ini apa bukan, di hari ke sekian, saat tengah hari, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Keringat mengucur deras. Aku seperti demam. Pikiranku kacau. Semua yang aku dengar terasa serba cepat. Aku takut. Aku telepon Mamah. Aku minta ditenangkan. Pelan... berhasil.


Rasa aneh ini bukan cuma hari itu aku rasakan, tapi di satu subuh, aku merasakannya lagi. Pikiranku kacau kayak lagi demam. Semuanya terdengar begitu cepat. Keringat enggak berhenti mengalir. Aku telepon Mamah. Sama kayak tengah hari itu, pelan aku berhasil tenang. Puncaknya, alhamdulillah setelah ini aku enggak ngerasain lagi, saat tengah malam, pikiran kacau ala demam aku rasain lagi. Aku telepon Mamah lewat Aya. Enggak ada jawaban. Tengah malam. Aku memaklumi. Pikiran kacau semakin menguasaiku. Semua terasa serba cepat membuatku panik dan... takut. Apa yang harus aku lakukan? Aku ambil Al Qur'an. Aku peluk. Aku minta tolong sama Allah. Apa yang terjadi denganku? Aku buka lembaran Al Qur'an dan membacanya. Ketenangan mulai aku rasakan. Aku bernafas lega. Setelah membaca satu lembar ayat, aku kembali tenang.


Banyak yang aku rasakan selama 14 hari isoman. Tidur enggak nyenyak, makan enggak enak, padahal harus banyak makan, dan sederet rasa yang membuatku merasa enggak nyaman. Aku masih beruntung enggak ada gejala berat. Hari demi hari aku lewati. Film-film di Netflix, Disney Plus, iQIYI, WeTV, Goplay, jadi teman isomanku. Demi mengisi hari, aku tambah langganan streaming.


Hari ini aku bersyukur. Empat belas hari sudah aku jalani. Masa isolasi mandiri sudah selesai. Gejala yang sebelumnya aku rasakan sudah hilang. Aku merasa belum 100% tapi kabar baiknya, kondisiku sekarang aman buat kembali beraktivitas. Aku sudah bisa keluar rumah. Aku sudah kembali bersiaran. Aku sangat bersyukur bisa melewati semuanya, dengan cinta kasih Allah. Aku berharap dan berdoa, jangan sampai rasa enggak enak itu kembali aku rasakan. Jangan. Na'udzubillah...


Tetap jaga diri. Tetap kuatkan protokol kesehatan. Pakai maskermu. Pakai masker kita.


(Jogja, 31 Juli 2021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta...

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato...

DI BELAKANG (ADA) ANGKA DUA

Bisa dibilang aku mampir ke sini cuma di momen seperti hari ini. 16 Agustus. Ada momen spesial apa sih di 16 Agustus? Kata Sal Priadi, "...serta mulia, panjang umurnya." Hari lahir. Tahun ini aku melewati hari lahir ke-32. Wow! Ti-ga pu-luh du-a. Sama-sama di belakang ada angka dua tapi beda rasanya ya waktu hari lahir ke-22 dan hari ini. Waktu 22 tahun aku nggak merasa ada tekanan. Kayak berlalu gitu aja. Aku ingat hari lahir ke-22-ku terjadi setahun setelah KKN di Kulonprogo. Pengingatnya adalah waktu KKN aku pernah ditanya ulang tahun ke berapa. Aku jawab, "Bioskop." Twenty one alias 21. Apakah hari lahir kali ini aku merasa tertekan? Ada rasa yang membuatku khawatir tapi let it flow aja. Nggak mau jadi overthinking . Apa yang terjadi nantinya ya dihadapi dengan riang gembira lengkap dengan gedebak-gedebuk nya. Masa ulang tahun nggak ada apa-apa? Nggak mengharapkan juga sih. Nggak mengharuskan juga tapi kalo ada ya aku nikmati dan berterima kasih. Kode banget ni...