Langsung ke konten utama

SALAH DAN MAAF

(kpanel.mramagazines.com)
Maaf-memaafkan, apalagi di bulan Ramadan, jadi sikap yang perlu dilakukan. Pengennya skor kesalahan 0-0 memasuki bulan suci, bulan yang sangat dinanti. Dimaafkan atau enggak, hanya kita dan Tuhan yang tahu. Lisan bisa bilang maaf-memaafkan, tapi hati? Belum tentu.
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Pernah menyakiti perasaan. Pernah menghancurkan silaturahim. Yah... karena hidup sangat bervariasi. Enggak melulu yang senang-senang. Ada tingkat kesalahan kecil, bisa dimaafkan dan besoknya lupa. Hubungan kembali normal dan enggak ada efek awkward. Ada juga tingkat kesalahan besar, sekali pun sudah saling maaf-memaafkan tapi situasi awkward enggak bisa dihindari. Hubungan dalam beberapa hal bisa jadi normal, tapi enggak bisa kayak dulu lagi. Lisan memaafkan, tapi hati masih menyisakan luka. Tingkat kesalahan besar ini bisa bervariasi. Banyak penyebab kesalahan yang masing-masing punya pandangan berbeda tentang seberapa besar tingkat kesalahan itu.
Maaf-memaafkan sebenarnya enggak gampang. Hati yang tulus menerima maaf atau mengantarkan maaf, enggak ada dendam sama sekali, hubungan kembali normal, susah... susah banget. Enggak semua orang bisa melakukannya. Berdasarkan hadist (maaf kalau keliru :D), marah sama seseorang batas maksimalnya tiga hari. Siapa sih yang enggak sakit hati jadi korban kesalahan yang dibikin orang lain? Entah jadi korban atau ada penyebab lain yang memunculkan rasa "dia yang salah". Pasti berakhir jadi "perang dingin". Enggak ada lagi komunikasi, saling memandang negatif (apalagi kalau kedua pihak sama-sama punya anggapan "dia yang salah"), dan hubungan semakin renggang, menjauh, dan enggak kenal sama sekali. Ada "perang dingin" yang terjadi bertahun-tahun. Gunung es "permusuhan" semakin tebal. Masing-masing punya ego tinggi. Enggak ada yang mengaku salah, apalagi inisiatif minta maaf duluan. Iya, ada yang minta maaf, tapi kayak sekedarnya dan enggak merasa ada kesalahan pada diri-sendiri. Pada akhirnya... awkward lagi... silaturahim enggak sedekat dulu. Talinya masih bisa nyambung tapi antara putus dan enggak putus.
Masih lebih baik kalau saling memaafkan, berangkulan, dan seenggak-enggaknya tanpa ada permusuhan, walau bisa jadi tetap ada efek awkward. Kalau terus-terusan "perang dingin", siapa yang suka sama kondisi kayak gini? Cuma bikin enek dan muak.
Memang harus ada yang memulai duluan. Bukan tetap keukeuh sama prinsip "dia yang salah". Tergantung kesalahan yang dibikin juga sih.
Bagaimana dengan pelaku bom bunuh diri? Masih ada kata "maaf"?

Jogja, 19 Mei 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta...

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato...

DI BELAKANG (ADA) ANGKA DUA

Bisa dibilang aku mampir ke sini cuma di momen seperti hari ini. 16 Agustus. Ada momen spesial apa sih di 16 Agustus? Kata Sal Priadi, "...serta mulia, panjang umurnya." Hari lahir. Tahun ini aku melewati hari lahir ke-32. Wow! Ti-ga pu-luh du-a. Sama-sama di belakang ada angka dua tapi beda rasanya ya waktu hari lahir ke-22 dan hari ini. Waktu 22 tahun aku nggak merasa ada tekanan. Kayak berlalu gitu aja. Aku ingat hari lahir ke-22-ku terjadi setahun setelah KKN di Kulonprogo. Pengingatnya adalah waktu KKN aku pernah ditanya ulang tahun ke berapa. Aku jawab, "Bioskop." Twenty one alias 21. Apakah hari lahir kali ini aku merasa tertekan? Ada rasa yang membuatku khawatir tapi let it flow aja. Nggak mau jadi overthinking . Apa yang terjadi nantinya ya dihadapi dengan riang gembira lengkap dengan gedebak-gedebuk nya. Masa ulang tahun nggak ada apa-apa? Nggak mengharapkan juga sih. Nggak mengharuskan juga tapi kalo ada ya aku nikmati dan berterima kasih. Kode banget ni...