Langsung ke konten utama

CUMA INI YANG PENYIAR RADIO MAU

(http://yesofcorsa.com)
Kebahagiaan hakiki seorang penyiar radio adalah interaksi dari pendengar. Apalagi kalau enggak diminta gabung, tapi secara sukarela pendengar langsung memenuhi kontak SMS/ WA. Kalau enggak ada interaksi dari pendengar, sedih saya tuh. Sepi. Bikin bosan. Siaran bukan lagi sesuatu yang menyenangkan. Kayak onani, rasanya nikmat tapi lama-lama bosan juga 'kan enggak ada lawan main?
Sekarang radio memang enggak sebombastis dulu. Seorang teman pernah bilang, sebelum hape menjamur, pendengar radio yang ingin request lagu harus punya form khusus yang dibeli seharga sekian rupiah. Dulu jadi bonus banget buat stasiun radio. Bisa menjadikan request lagu sebagai bahan penambah pundi-pundi ekonomi. Masa semakin berubah, form khusus kayak gini ditinggalkan dan era hape bahkan smartphone jadi yang cara termudah dan terbanyak buat request lagu. Stasiun radio enggak bisa lagi menjadikan request lagu sebagai bisnis.
Radio sama kayak media massa lain, terus berkembang mengikuti zaman. Dulu ramai banget kirim surat ke radio, berharap bisa dibacain live sama penyiarnya. Rasanya? Bahagiaaa banget! Begitulah momen waktu kiriman pendengar direspon dan dibacain secara langsung sama penyiar radio. Sekarang masih ada 'kah perasaan seperti ini? Rasa excited waktu SMS dibacain, salam disampein dan lagu diputerin. Masih ada, tapi enggak seheboh dulu.
Saya ingat momen jadi pendengar setia radio, waktu itu tahun pertama jadi mahasiswa (dengerin radio karena ada maunya a.k.a pengen jadi penyiar radio). Waktu itu... enggak ramai banget. Sepi juga enggak. Saya dengerinnya radio populer sih. Coba dengerin radio enggak atau kurang populer. Interaksi pendengar pasti cuma itu-itu saja. Hei, jangan salah. Interaksi dari pendengar setia asal banyak, justru bagus. Kebahagiaan sederhana buat seorang penyiar radio bisa jadi nyata.
Kalau mau mendapatkan pendengar baru, interaksi baru, pasti harus mengikuti perkembangan dan perubahan. Identitas radio jelas harus dipertahankan tapi kalau perkembangan dan perubahan ini masih masuk di segmen radio X, kenapa enggak?
Radio sekarang banyak yang onani. Saya enggak ada data angka yang pasti. Hanya sekedar pendapat pribadi. Cuma radio tertentu yang masih tetap hidup dengan banyak interaksi. Bukan cuma dari orang yang itu-itu saja, tapi bisa menjangkau orang yang lebih luas lagi, lebih banyak lagi.
Kebahagiaan hakiki seorang penyiar radio bukan enggak mungkin dilakukan di masa sekarang, cuma... tantangannya lebih berat. Enggak cukup Dilan saja yang menanggungnya.

Jogja, 18 Mei 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan