Langsung ke konten utama

ORANG-ORANG TUA DENGAN BARANG DAGANGANNYA


Pernah melihat nenek-nenek jualan sapu lidi or something di pinggir jalan? Hati siapa pun pasti terketuk melihatnya. Seharusnya seusia nenek-nenek itu duduk santai di rumah bersama cucu-cucunya. Bukan berjualan di pinggir jalan seperti itu. Apa nenek-nenek itu benar-benar enggak punya pilihan selain berjualan? Kalau cuma melihat dari sudut pandang kita, ya memang seperti itu adanya. Bisa jadi nenek-nenek itu atau siapapun yang tetap menjajakan dagangannya di usia senja bukan karena enggak ada pilihan, tapi justru itulah pilihan yang dipilih.
Saya pernah membaca tulisan seseorang tentang pengakuan seorang nenek yang tetap berjualan di pasar. Nenek itu justru bilang, berjualan adalah pilihannya sendiri. Keluarga masih ada dan enggak ada "drama sabun". Nenek memilih berjualan karena kalau hanya diam di rumah, justru merasa sakit. Tetap beraktivitas seperti ini, berjualan di pasar, justru membuat nenek merasa sehat. Terbiasa kerja keras sejak muda, tentu enggak mudah mengubah kebiasaan itu. Bukan berarti nenek ini enggak menikmati masa tuanya, tapi justru dengan berjualan, inilah cara si nenek menikmati masa tuanya.
Ukuran kebahagiaan setiap orang berbeda-beda sih ya. Kelihatannya si nenek dan orang-orang tua lain yang (masih) juga menjajakan dagangannya enggak bahagia di hari tua. Jangan salah. Bisa jadi memang itulah kebahagiaan mereka. Enggak semuanya begini sih, tapi kalau suatu saat lihat orang tua dengan barang dagangannya, enggak ada salahnya kita datang membeli, terlepas kita butuh atau enggak. Kalau memang mereka berjualan karena desakan ekonomi, bukan cuma karena cara mereka menikmati bahagia, kita bisa membantunya dengan cara membeli barang dagangan mereka. Ada yang bilang, membeli permen di pedagang asongan masih lebih baik daripada memberikan recehan kepada pengemis. Mereka, siapa pun, yang tetap berjualan walau kelihatannya susah, masih lebih baik daripada meminta-minta.
Jogja, 12.03.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan