MANUSIA DEWASA

Selamat datang di dunia dewasa. Dunia yang penuh tanggung jawab dan rasanya berat. Terkadang, manusia dewasa rindu menjadi manusia remaja. Masa yang penuh gejolak, katanya. Masa yang bisa bebas suka-suka, ada yang bilang begitu sih. Masa yang paling banyak dirindukan. Setiap orang pasti menjadi dewasa. Bukan seberapa banyak angka di atas kue ulang tahun, tapi seberapa jauh pola pikir dalam membentuk kedewasaan.
Dulu berandai-andai menjadi manusia dewasa itu menyenangkan. Bisa bebas melakukan apa saja. Masuk masa menjadi manusia dewasa, rindu dan ingin kembali ke masa sebelumnya. Dewasa, bekerja, tanggung jawab, menjadi manusia seutuhnya, bukan lagi manusia yang didekap ibu-ayahnya, dalam arti secara fisik.
Setiap waktu adalah berharga. Sekali dilempar, enggak akan kembali. Masa menjadi manusia dewasa harus benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan yang enggak cuma mendewasakan diri tapi juga positif untuk citra diri. Jangan sampai nila setitik merusak susu sebelanga. Kita bukan lagi anak kecil yang menangis karena melakukan kesalahan, orangtua memohonkan maaf, dan kesalahan yang kita buat mendapat pemakluman. Dunia dewasa adalah dunia tanggung jawab. Semua yang kita lakukan itulah yang menjadi tanggung jawab, entah baik atau buruk. Kita punya pilihan dan kita bebas memilihnya. Kita, manusia dewasa yang sudah paham betul baik dan buruk, mendapat kebebasan memilih menjadi putih atau hitam. Kita mendapat jalan sendiri, benar-benar sendiri, dan segala tantangan, kejutan, apapun, siap menanti kita di ujung jalan.
Aku punya satu kisah. Ini bukan kisah dariku, tapi dari satu operet majalah anak-anak yang dulu gemerlap dunianya membuat masa anak-anakku menjadi lebih berwarna. Kisah ini tentang Amanita yang takut menjadi dewasa. Amanita ingin selamanya menjadi anak-anak. Amanita yang merasa dunia dewasa begitu menakutkan. Apa keinginan Amanita terkabul? Tentu tidak. Amanita tetap menjadi dewasa dan akhirnya ketakutan-ketakutan itu hilang dan berganti penerimaan. Sukacita menerima.
Kisah Amanita ini bagiku selalu terngiang-ngiang. Apa aku (dan kamu) takut menjadi dewasa? Sama seperti Amanita, menjadi dewasa bukan tentang bayang-bayang akan seperti apa nantinya, tapi begitu masanya datang, menjadi dewasa enggak seburuk yang pernah kita takutkan. Sadar atau enggak, dunia dewasa pelan-pelan mengganti dunia remaja kita. Saat kita menyadarinya, ada semacam rasa yang menciptakan satu kenangan. Rasanya aku (dan kamu) benar-benar ingin kembali ke dalam kenangan itu.
Jogja, 27.01.2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar