Langsung ke konten utama

KLISE: KALAH SEBELUM KOMPETISI



Sesuatu yang belum dicoba memang bikin ragu-ragu, enggak yakin, memikirkan ini-itu yang belum tentu terjadi. Bukan sesuatu yang negatif atau melanggar norma ya, tapi sesuatu yang positif. Menulis, misal. Enggak semua orang merasa punya ketertarikan lebih sama dunia menulis. Semua orang bisa menulis, asal ada kemauan. Lha wong tiap hari menulis di media sosial. Termasuk menulis juga 'kan?
Keinginan menulis setiap hari, mood bukan lagi jadi alasan. Bukan menunggu mood baik datang, tapi harus memancing mood baik itu keluar kemudian tangkap! Belum juga menulis setiap hari, tapi ada saja pikiran begini dan begitu. Bisa enggak ya? Yakin enggak ya? Mau nulis apa ya?
Contoh lain, seseorang yang akan mencoba peruntungan di dunia bisnis. Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan. Banyak yang ingin berbisnis tapi ragu memulai. Gimana kalau enggak laku? Gimana kalau merugi? Gimana cara marketing-nya? Enggak sedikit yang berpikir semacam ini sebelum melakukan sesuatu yang belum pernah dicoba. Olahraga, membaca buku, tidur enggak larut malam, enggak begadang, dan masih banyak yang bikin kita banyak berpikir sebelum melakukannya. Bukan memikirkan caranya, memikirkan bagaimana melakukannya, tapi memikirkan efeknya, bisa apa enggak, dan begini-begitu yang akhirnya enggak membuat kita take action.
Setiap sesuatu yang kita lakukan, pasti ada hambatannya. Menulis setiap hari, terhambat bingung mau nulis apa. Berbisnis, terhambat penjualan yang tersendat. Olahraga, terhambat mager. Pasti akan selalu ada hambatan. Enggak mungkin bakal mulus-mulus saja. Jalan tol pasti ada kerikil. Hambatan yang akan kita temui bukan jadi skak mat buat take action. Lakukan saja. Hadapi hambatan. Enggak ada halangan yang enggak bisa kita pecahkan.
Klise ya? Sok memotivasi ala Golden Ways? Rasanya memang klise karena orang bijak mana pun pasti juga bilang begitu. Teori gampang, aksi susah. Kalau kita selalu menganggap klise sesuatu yang sebenarnya benar, mau sampai kapan kita jalan di tempat?
Hanya sekedar mengingatkan, bukan sok bijak, sok menggurui. Toh, hidup adalah belajar.
Jogja, 20.01.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan