Langsung ke konten utama

JAM TAYANG DAN DRAMA KEBANYAKAN MICIN

Tayangan TV yang bisa dinikmati berjuta manusia kapan pun dan gratis memang sudah seharusnya memberikan konten yang bermutu, bukan sekedar menghibur. Pemilihan jam tayang juga perlu banget diperhatikan. Negara kita punya Lembaga Sensor Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia yang jadi "polisi" siaga 24 jam. Sekali ada tayangan yang enggak sesuai kepatutan, langsung tegur. Sayangnya ada beberapa tayangan yang seharusnya disensor justru bebas dan tayang prime time pula. Oh My...
Seperti dua sisi mata uang, hidup ini punya kebaikan dan kejahatan yang berdampingan. Sinetron di negara kita banyak yang menampilkan kebaikan melawan kejahatan tapi dengan bumbu yang terlalu banyak. Rasanya? Bukan lagi nikmat, tapi "terlalu". Seperti masakan yang kebanyakan garam, pasti asin. Kebanyakan lada, pasti pedas. Bisakah tayangan-tayangan kebanyakan bumbu ini disiarkan bukan prime time? Midnight sekalian.
Sinetron dan tayangan-tayangan yang sebenarnya enggak patut di prime time itu karena mengejar rating. Harus tayang di jam yang banyak orang menyalakan TV. 18.00 - 22.00 adalah jam emas siaran TV. Iklan bisa berharga selangit dan rating bisa melonjak tinggi. Alasan inilah yang bikin sinetron dan tayangan yang seharusnya cuma buat dewasa ada di prime time. Rating itu penting. Patut atau enggak patut buat dinikmati, diharapkan kebijakan masing-masing. What?
Kita memang butuh hiburan tapi karena terbiasa dengan hiburan yang enggak bermutu itu, hanya haha hihi enggak berfaedah, akhirnya kita juga terbiasa. Kalo ada tayangan yang menampilkan sesuatu yang beda, yang sebenarnya mendidik, justru ditinggalkan karena dianggap enggak menarik.
Sinetron bukan tayangan yang buruk, asal sesuai segmentasi. Sinetron remaja, sesuaikan dengan remaja pada umumnya, bukan remaja yang penuh drama dan bikin kita "apa sih ini". Oke, setiap orang pasti punya masalah. Remaja juga punya masalah. Bisakah masalah yang ditampilkan sinetron remaja itu enggak kebanyakan bumbu? Bully, berkata kasar, sok berkuasa, dan lain-lain, dan kawan-kawan. Realitanya memang ada seperti itu, tapi bisa 'kan tampilkan tayangan yang wajar dan berfaedah? Sangat jarang sinetron yang menampilkan permasalahan sehari-hari tanpa drama berkepanjangan, bahkan ada rentetan rencana jahat yang bikin kita "apa sih ini".


Remote TV memang ada di tangan kita, tapi apa daya jika 90 orang dari 100 orang memilih meninggalkan remote TV dan justru menikmati tayangan-tayangan yang enggak berfaedah itu. Apa yang harus kita lakukan? Demo besar-besaran menuntut tayangan enggak berfaedah berhenti tayang? Atau jadi pengawas aktif yang enggak diam saja dengan tayangan-tayangan enggak bermutu? Menjadi pengawas aktif dan melaporkan setiap pelanggaran tayangan bisa jadi cara menekan tayangan enggak berfaedah. Mengalihkan perhatian orang-orang terdekat dari tayangan macam itu bukan sesuatu yang gampang dilakukan.
Rasanya memang risih dengan tayangan TV yang you know what I mean, tapi kalo kita diam saja, apa jadinya?
Kebumen, 13.01.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan