Enggak sedikit yang bilang, Jogja sekarang enggak seaman dulu. Sekarang jalan sendirian enggak bisa tenang karena ancaman klitih dan segala macam siap mengintai. Kata 'klitih' awalnya bukan sesuatu yang negatif. Info dari kumparan.com, dulu, klitih artinya aktivitas enggak jelas (bukan merugikan orang ya), santai, dan cari barang bekas di Pasar Klitikan. Istilah 'nglitih' dulu artinya justru jalan-jalan santai. Sekarang ada pergeseran makna. Klitih bukan lagi kegiatan santai dan cari barang bekas di Pasar Klitikan, tapi berubah jadi aksi anarkis sekelompok anak muda, biasanya, yang meresahkan banyak orang di malam hari. Sampai tulisan ini ditulis, korban klitih terus bertambah. Bahkan seolah mereka enggak baca berita, atau smartphone mereka cuma buat eksis di media sosial, pelaku klitih juga terus bertambah. Enggak mungkin ada korban kalo enggak ada pelaku 'kan?
Tinggal di Jogja sejak 2011, bikin aku ngerasain efek keenggaknyamanan tinggal di Jogja gegara aksi anarkis klitih. Jangan sampai aku, kamu juga, jadi korban klitih, na'udzubillahimindzalik. Rasanya tetap gemas dan pengen ngelempar para pelaku klitih ke Segita Bermuda. Mau mereka apa? Menyerang orang enggak dikenal tanpa alasan. Cuma demi kesenangan? Apa karena mereka enggak menemukan kenyamanan di rumah? Bisa jadi alasan-alasan ini yang bikin pelaku klitih melancarkan aksinya, tapi satu fakta mengejutkan yang pernah aku baca di satu media massa, orangtua pelaku klitih bahkan ada yang enggak tau anaknya jadi pelaku klitih. Selama di rumah, tingkah lakunya wajar dan normal. Enggak ada yang aneh. Terus kenapa dia jadi pelaku klitih? Salah gaul?
Budaya kekerasan pelajar di Jogja, udah ada sejak tahun 1980-an. Dulu ada dua geng yang terkenal di Jogja, namanya QZRUH (Q-ta Zuka Ribut Untuk Tawuran) dan JOXZIN (Joxo Zinthing atau Pojox Benzin atau Jogja Zindikat). Geng ini, kelihatan dari namanya, emang suka bikin huru-hara. Sayang sekali energi mereka dipake buat sesuatu yang enggak bermanfaat dan merugikan banyak orang. Gimana nasib dua geng ini sekarang? Bisa jadi aksi klitih yang sekarang banyak banget terjadi karena titisan mereka juga. Entah masih eksis atau enggak, kita emang harus hati-hati. Ingat-ingat kata Bang Napi, "Kejahatan itu bukan cuma karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan." Kita enggak bisa menutup mata dari fakta aksi-aksi meresahkan kayak gini.
Klitih itu kalo diperhatikan punya satu kesamaan waktu kejadian. Mereka beraksi dini hari. Enggak menutup kemungkinan selain waktu ini, mereka bakal beraksi juga, tapi sebaiknya kita hindari keluar rumah, apalagi bepergian dini hari, demi keselamatan. Kalo terpaksa banget pergi dinihari, pastikan siap "senjata". Kita harus bawa senjata tajam? Kalo ada razia polisi gimana? Demi keamanan, senjata semacam ini juga bisa kita bawa, tapi sebaiknya, emang jangan pergi sendiri apalagi cuma berdua. Rame-rame lebih baik. Mereka, pelaku klitih itu pengecut. Beraninya rame-rame, nyerang yang sendirian atau berdua, dan pake senjata. Apa ada pelaku klitih yang beraksi pake tangan kosong? Kalo apes ketemu mereka, gertak balik. Harus siap! Ini resiko keluar rumah atau bepergian dinihari. Kalo enggak terlalu penting dan bisa dipending sampai pagi atau setelah dinihari lewat, lebih baik.
Rasanya pengen ngulek-ulek mereka yang sering bikin resah. Greget banget, orang yang enggak tau apa-apa jadi korban klitih. Setelah melakukan aksinya, mereka tertawa-tawa puas, gitu? Giliran berhadapan sama polisi, mengkeret juga mereka.
Api enggak bisa dilawan pake api. Kalo mereka sok jagoan dan meresahkan, apa kita harus membalas mereka? Jangan cuma diam dan pasrah. Mereka juga perlu diberi pelajaran, tapi yang punya kuasa lebih jelas Polisi dan hukum. Biarkan dua ini yang memberi pelajaran lebih buat mereka. Semoga bisa ngasih efek jera. Padahal mereka masih muda. Kenapa menyia-nyiakan kesempatan? Menyesal nanti setelah usia enggak lagi muda?
Tinggal di Jogja sejak 2011, bikin aku ngerasain efek keenggaknyamanan tinggal di Jogja gegara aksi anarkis klitih. Jangan sampai aku, kamu juga, jadi korban klitih, na'udzubillahimindzalik. Rasanya tetap gemas dan pengen ngelempar para pelaku klitih ke Segita Bermuda. Mau mereka apa? Menyerang orang enggak dikenal tanpa alasan. Cuma demi kesenangan? Apa karena mereka enggak menemukan kenyamanan di rumah? Bisa jadi alasan-alasan ini yang bikin pelaku klitih melancarkan aksinya, tapi satu fakta mengejutkan yang pernah aku baca di satu media massa, orangtua pelaku klitih bahkan ada yang enggak tau anaknya jadi pelaku klitih. Selama di rumah, tingkah lakunya wajar dan normal. Enggak ada yang aneh. Terus kenapa dia jadi pelaku klitih? Salah gaul?
Budaya kekerasan pelajar di Jogja, udah ada sejak tahun 1980-an. Dulu ada dua geng yang terkenal di Jogja, namanya QZRUH (Q-ta Zuka Ribut Untuk Tawuran) dan JOXZIN (Joxo Zinthing atau Pojox Benzin atau Jogja Zindikat). Geng ini, kelihatan dari namanya, emang suka bikin huru-hara. Sayang sekali energi mereka dipake buat sesuatu yang enggak bermanfaat dan merugikan banyak orang. Gimana nasib dua geng ini sekarang? Bisa jadi aksi klitih yang sekarang banyak banget terjadi karena titisan mereka juga. Entah masih eksis atau enggak, kita emang harus hati-hati. Ingat-ingat kata Bang Napi, "Kejahatan itu bukan cuma karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan." Kita enggak bisa menutup mata dari fakta aksi-aksi meresahkan kayak gini.
Klitih itu kalo diperhatikan punya satu kesamaan waktu kejadian. Mereka beraksi dini hari. Enggak menutup kemungkinan selain waktu ini, mereka bakal beraksi juga, tapi sebaiknya kita hindari keluar rumah, apalagi bepergian dini hari, demi keselamatan. Kalo terpaksa banget pergi dinihari, pastikan siap "senjata". Kita harus bawa senjata tajam? Kalo ada razia polisi gimana? Demi keamanan, senjata semacam ini juga bisa kita bawa, tapi sebaiknya, emang jangan pergi sendiri apalagi cuma berdua. Rame-rame lebih baik. Mereka, pelaku klitih itu pengecut. Beraninya rame-rame, nyerang yang sendirian atau berdua, dan pake senjata. Apa ada pelaku klitih yang beraksi pake tangan kosong? Kalo apes ketemu mereka, gertak balik. Harus siap! Ini resiko keluar rumah atau bepergian dinihari. Kalo enggak terlalu penting dan bisa dipending sampai pagi atau setelah dinihari lewat, lebih baik.
Rasanya pengen ngulek-ulek mereka yang sering bikin resah. Greget banget, orang yang enggak tau apa-apa jadi korban klitih. Setelah melakukan aksinya, mereka tertawa-tawa puas, gitu? Giliran berhadapan sama polisi, mengkeret juga mereka.
Api enggak bisa dilawan pake api. Kalo mereka sok jagoan dan meresahkan, apa kita harus membalas mereka? Jangan cuma diam dan pasrah. Mereka juga perlu diberi pelajaran, tapi yang punya kuasa lebih jelas Polisi dan hukum. Biarkan dua ini yang memberi pelajaran lebih buat mereka. Semoga bisa ngasih efek jera. Padahal mereka masih muda. Kenapa menyia-nyiakan kesempatan? Menyesal nanti setelah usia enggak lagi muda?
Jogja, 27.11.2017
Komentar
Posting Komentar