Langsung ke konten utama

SELEKTIF

Tayangan entertainment penting enggak? Penting enggak penting. Loh? Gimana sih? Tegas dong. Tayangan entertainment a.k.a yang banyak dibilang acara gosip itu emang punya dua sisi. Satu menjerumuskan, satunya bermanfaat. Apa manfaat tayangan entertainment? Tentu sebagai public figure, informasi tentang mereka juga dibutuhkan. Public figure bukan cuma artis yang wara-wiri di bioskop dan sinetron, tapi mereka yang dikenal secara luas. Presiden, anggota dewan, selebtweet, selebgram, dan masih banyak lagi. Arti entertainment yang sebenarnya apa sih?
Arti kata entertainment adalah hiburan, pertunjukan. Semua yang berkecimpung di dunia hiburan bisa dibilang ada di dunia entertainment, seorang entertainer. Seharusnya sih tayangan entertainment itu bukan cuma tentang orang yang ada di dunia itu aja, tapi juga public figure yang tentu banyak orang pengen tau sisi lain kehidupannya. Ingat loh, sisi lain, bukan gosip atau sesuatu yang masih samar-samar tentang si public figure ini, atau bahkan berita bohong, tunggu.. bukan berita, tapi informasi bohong.
Sayangnya, enggak semua tayangan entertainment peduli dengan aturan yang satu ini. Hei, apa ini termasuk aturan? Ya, aturan enggak tertulis. Ada beberapa yang masih berselisih pendapat tentang tayangan entertainment. Masuk ranah jurnalistik atau bukan? Syarat informasi jurnalistik adalah fakta, obyektif, berimbang, memenuhi unsur 5W+1H, dan akurat. Oke, mari kita bedah tayangan entertainment. Tayangan jurnalistik atau bukan?
Fakta. Apakah sajian tayangan entertainment adalah fakta? Bukan cuma sekali-dua kali meloloskan informasi yang masih abu-abu. Diduga artis A berselingkuh dengan artis B, artis C diduga ada skandal dengan artis D. Fakta di tayangan entertainment emang ada, tapi enggak sedikit juga demi rating, aturan informasi fakta ini diabaikan. Bahkan ada juga yang memelintir apa yang dikatakan narasumber demi mendongkrak rating.
Obyektif. Bukan dari satu sudut pandang. Bukan pendapat pribadi, apalagi pendapat dari pihak yang enggak suka secara pribadi. Apa masih bisa obyektif? Tentu syarat ini berhubungan dengan berimbang dan akurat. Kalo enggak obyektif, gimana bisa berimbang dan akurat? Asal heboh, asal viral, asal banyak yang suka, asal ini.. asal itu.. asal-asalan.
Unsur 5W+1H enggak terlalu kaku sih. Bisa dibilang setiap tayangan entertainment punya unsur jurnalistik satu ini. Paling enggak, pasti ada unsur “siapa yang diberitakan”. Kalo unsur ini aja enggak ada, apa yang diberitakan? Apa yang diinformasikan?
Selain syarat-syarat di atas yang enggak sedikit diabaikan, tayangan entertainment juga kadang enggak memerhatikan “isi”nya. Seberapa penting sih informasi itu disebarluaskan? Tayangan entertainment pake frekuensi rakyat loh. Yap! Televisi itu pake frekuensi milik kita. Siapa yang harusnya mengendalikan? Kita. Bukan mereka yang mengendalikan kita sebagai pemilik frekuensi itu. Kok kita seperti dijajah ya? Kita tanpa sadar menerima begitu saja apapun yang mereka berikan. Entah itu mengedukasi atau hanya sensasi.
Terkadang aku merasa jengah dengan tayangan entertainment yang isinya... duh! Si artis A baru beli tas ratusan milyar. Lihat koleksi tas-tas mahal seharga satu rumah mewah itu. Wow! Menarik! Informasi ini penting atau enggak? Bisa dibilang penting dan enggak penting. Mungkin informasi ini buat sebagian orang adalah sesuatu yang penting. Aku justru merasa sebaliknya.
Kuncinya adalah be smart people. Satu tayangan entertainment bahkan yang receh sekali pun bisa tetap bertahan karena ada yang menikmati. Smart people pasti paham dengan pilihannya. Kalo satu tayangan entertainment kita rasa enggak penting, ah.. you know informasi tentang huru-hara perceraian artis A dengan si B apakah penting buat kita? Itu masalah mereka dan peran kita apa? Memberikan dukungan moril? Atau justru menebar gosip enggak penting? Nah.. ini yang dikhawatirkan.
Kalo ada tayangan yang bermanfaat buat kita, tentunya sesuatu yang positif, bukan informasi abu-abu, okelah bisa kita terima. Be smart people. Kita yang memilih apa yang pantas kita dapatkan. Kita sendiri yang menyeleksi. Kalo cuma mengandalkan KPI dan pihak yang berwenang, sepertinya terlalu lambat. Bukan.. bukan berarti KPI dan pihak yang berwenang itu enggak kompeten atau terlalu lambat, tapi terkadang tindakan mereka enggak sesuai dengan yang kita harapkan.
Kalo ada tayangan (entah televisi, iklan bilboard, banner, dll) enggak sesuai ketentuan, segera laporkan KPI. Kita yang bertindak. Kita yang memilih. Kita yang menentukan.
Jogja, 07.10.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan