Ini satu cerita dari seseorang yang atas izinnya, aku boleh
menceritakannya di sini, untuk kamu. Aku harap kamu jangan kaget karena ini
cerita yang dianggap tabu dan seharusnya memang enggak ada. Aku enggak
bermaksud menyakiti seseorang yang sudah mau menceritakan ini padaku dengan
mengatakan cerita ini seharusnya enggak ada. Dia juga sadar, rasa yang selama
ini mengakar di hatinya adalah rasa yang salah.
Apa kamu termasuk orang terbuka dengan sesuatu yang
dianggap tabu? Atau justru langsung menjauhinya? Aku terbuka menerima sesuatu
itu. Terbuka dalam arti secara sosial, aku tetap berinteraksi dan enggak
membatasi diri. Ini adalah cerita tentang seseorang, seorang laki-laki yang
mempunyai getar-getar hangat di hatinya kepada sesamanya. Ya, dia homoseksual. Dia
gay.
Kamu berteman dengan gay, Gus? Aku udah bilang ‘kan untuk
interaksi sosial, aku enggak masalah. Selama dia enggak aneh-aneh, ya.. berinteraksi
biasa saja dan seperlunya. Aku dan dia hanya sebatas kenal, tahu nama, udah itu
aja. Satu hari, kami sedang chat. Entah apa yang dibicarakan waktu itu, aku
rada lupa, tapi waktu itu aku belum tau dia gay. Ngobrol ngalor-ngidul di chat,
ada satu pengakuan yang bikin aku kaget. Ya, gimana enggak kaget? Gay,
homoseksual, yang selama ini aku hanya melihatnya di TV, kali itu benar-benar
nyata dekat denganku. Aku sedang berinteraksi dengannya.
Dia bercerita panjang lebar. Entah apa yang membuat dia
percaya padaku dengan menceritakan aibnya sendiri. Dia enggak marah menyebut
rasa yang salah itu adalah aib. Dia memang menyadarinya. Dia bercerita,
perasaan suka sama cowok, udah dirasakan sejak lama. Sepanjang dia bisa
mengingat, waktu SD udah ada kecenderungan tertarik sama cowok. Waktu itu dia
bilang, enggak menganggap itu rasa yang salah. Masuk masa SMP, oke ini cerita
yang benar-benar tabu, saat dia mimpi basah pertama kalinya, objek yang menjadi
fantasinya adalah cowok, artis di TV, entah siapa namanya, aku lupa. Wow! Aku cuma
bisa menyimak chatnya saat itu. Jujur, aku enggak bisa ngomong apa-apa lagi. Mau
bawa dia kembali ke jalan yang benar? Meluruskan lagi orientasi seksualnya? Aku
enggak ngerti caranya.
Aku pernah baca teenlit tentang gay, judulnya “My Cousin
is Gay” karya Lia Indra Andriana. Sesuai judulnya, teenlit yang terbit tahun 2006 itu banyak kontra. Pro juga ada, tapi berdasarkan yang aku baca dari
curhatan penulisnya, banyak yang bilang tema teenlit seperti itu enggak cocok,
apalagi buat remaja Indonesia. Penasaran pengen baca? Ceritanya enggak sevulgar
yang kamu bayangkan kok, walaupun judulnya ada kata “gay”.
Cerita tentang gay
yang lain? Supernova karya Dee. Lelaki Terindah karya Andrei Aksana. Aku pernah
membaca dua novel ini. Buat yang udah baca, pasti bisa menilai. Supernova
enggak fokus dengan hubungan sesama jenis karakter utamanya. Lelaki Terindah
justru sebaliknya, fokus roman percintaan sepasang lelaki, yang yah.. buat
sebagian orang aku yakin pasti risih membacanya. Oke, ini tabu, tapi aku enggak
menutup diri. Hei, ini pengetahuan, Bro, Sis. Apa salahnya tahu tentang hal-hal
semacam ini? Bahkan hal-hal yang bisa dibilang tabu seperti ini. Bukan berarti ingin membiasakan sesuatu yang tabu, tapi justru dengan kita tahu, kita jadi bisa membentengi diri. Tahu gimana caranya kita enggak terjebak di sana.
Aku pernah baca, seseorang yang anti gay, sama sekali
enggak mau berinteraksi dengan mereka, atau bahkan takut, katanya bisa jadi dia
ada kecenderungan menjadi gay. Benarkah? Entah. Oke, kembali ke cerita tentang
dia. Sewajarnya remaja, pasti udah mulai tertarik dengan lawan jenis. Waktu SMP, dia sempat suka dengan teman cewek sekelasnya. Hanya sekedar suka, enggak
pernah menyatakan. Saat SMP itu juga dia mulai menyadari ada yang berbeda dengan
dirinya. Kenapa dia lebih tertarik dada bidang cowok? Kenapa dia lebih berdesir hatinya melihat cowok telanjang dada? Aku (lagi-lagi) cuma bisa
menyimak. Jadi begitu yang gay lihat dari cowok? Dada bidang lebih menggoda
daripada dada montok? Oke, cukup! Jangan diteruskan, Gus.
Waktu SMA, saat kakak kelasnya, cowok, menginap di
rumahnya, dia pernah hampir melakukan sesuatu yang yah.. mengerikan bisa
dibilang. Saat itu tengah malam dan si kakak kelas lagi lelap-lelapnya dalam
mimpi. Dia yang masih terjaga pelan-pelan mendekatkan tangannya ke arah... Aku
enggak bisa menceritakannya di sini. Gimana ya? Ini udah sesuatu yang
sangat-sangat tabu. Aku juga masih heran kenapa dia mau cerita ini ke aku. Siapa
aku? Psikolog bukan. Ahli masalah begini juga bukan. Waktu itu dia bilang
hampir melakukan, yang artinya belum dilakukan. Oke.
Sampai sekarang dia hanya memendam rasanya. Enggak pernah
menceritakan ini kepada siapapun, kecuali ke orang-orang yang dia anggap bisa
dipercaya. Aku salah satunya? Oke, baiklah. Dia belum pernah pacaran. Dia enggak
ada ketertarikan dengan lawan jenis. Aku harus gimana coba? Apa saran yang bisa
aku katakan buat dia? Bingung. Asli, bingung banget. Dia juga bilang, kecenderungan tertarik dengan sesaa jenis bukan karena pelecehan seksual atau kesalahan lingkungan. Katanya,
rasa itu terjadi begitu saja. Mengalir seperti air, yang entah muaranya ada di
mana.
“Gus, kamu blogger ‘kan? Kamu boleh kok menceritakan
kisahku ini di blogmu, asal kamu jaga rahasia identitasku. Aku ingin
orang-orang lebih terbuka dengan orang-orang sepertiku,” begitu katanya sebelum
chat hari itu berakhir. Inilah yang membuatku enggak ragu menceritakan cerita
ini di sini, untukmu. Apa setelah membaca cerita ini, kamu akan (sedikit) lebih
terbuka dengan orang-orang seperti itu? Aku enggak mendoktrin, apalagi memaksa
buat menerima atau apapun itu bahasanya. Aku hanya bercerita. Itu saja. Aku juga
enggak ngerti gimana menyikapi dia sekarang. Maafkan aku. Bukan berarti aku
anti dengannya. Kalau dia membaca tulisan ini, tolong jangan menganggap aku
memandang aneh setelah tahu satu fakta itu. Aku hanya... hmm.. aku hanya
berharap semoga dia bisa kembali ke fitrahnya. Fitrah seorang laki-laki yang
menyukai perempuan.
Allah Maha Adil. Semua yang ada di dunia ini ada pasangannya. Laki-laki dengan perempuan. Bukan laki-laki dengan laki-laki,
apalagi perempuan dengan perempuan. Kasus seperti ini bukan hanya terjadi di
zaman milenial, tapi jauh sebelum itu, ada kaum yang juga menyukai sesama
jenis. Pernah baca kisah Nabi Luth dengan kaumnya, Kaum Sodom?
Apa rasa yang salah seperti ini ada obatnya? Entah. Apa dia
cuma tersesat dan bisa dikembalikan ke jalan yang lurus? Semoga bisa.
Fiuhh.. benar-benar ini satu pengalaman hidup yang
membuatku berinteraksi dengan... sesuatu yang tabu.
Jogja, 18.10.2017
Komentar
Posting Komentar