Langsung ke konten utama

OJEK (ONLINE)

Sebelum ada ojek online, kayaknya enggak kepikiran pake ojek buat ke mana-mana. Biasanya naik ojek karena baru pergi jauh, dari luar kota, misal baru sampai stasiun, terminal, bandara. Bukan transportasi yang jadi alternatif buat sehari-hari. Mungkin ada yang mobilitasnya pake ojek, tapi kayaknya enggak sebanyak sekarang, eranya ojek online. Lebih tepatnya eranya semua-semua dapat dikabulkan dengan kantong ajaib (baca: online).
Sekarang banyak banget driver transportasi kekinian satu ini di beberapa kota besar. Kekinian? Yah.. bisa dibilang seperti itu. Awal kemunculan ojek online dulu cuma di Jakarta, tapi sekarang udah bisa dinikmati di mana-mana. Jenisnya juga banyak, mulai dari Gojek, Grab, Uber, dan lain-lain, dan entah apa lagi. Sebelum ada ojek online, transportasi umum yang bisa order via online kayaknya udah ada. Taksi online? Bisa dipesan lewat telepon? Eh, beda ding. Ini ‘kan pesan lewat telepon, bukan pesan lewat aplikasi. Bukan pake koneksi internet, tapi pake pulsa. Oke, baiklah.
Awal kemunculan ojek online tahun 2010 di Jakarta. Gojek sih. Grab, Uber dan kawan-kawan, silakan Google sendiri. Entah aku yang menganggap Gojek paling banyak atau emang beneran paling banyak, tapi kayaknya jumlah driver Gojek lebih banyak daripada driver Grab dan Uber. Mungkin seimbang. I don’t know. Aku enggak melakukan survey. Cuma berasumsi. Apapun merk ojek online, sama aja. Sama-sama harus order via aplikasi yang diunduh. Harus ada internet (namanya juga online).
Namanya hidup, pasti ada drama. Ojek juga punya drama. Ojek online dan ojek konvensional sampai blog ini ditulis, tetap masih jalan dramanya, entah masuk episode berapa, tapi aku enggak mau ngomongin dramanya. Biarlah. Cuma bisa berharap semoga dramanya cepat kelar.
Sekarang, menjamurnya ojek online di beberapa kota besar, bikin minat jadi driver juga menjamur. Banyak yang menjadikan ojek online sebagai sampingan. Ada juga yang full time. Ada driver yang muda, tua, cowok, cewek, ganteng, cantik, bahkan ada juga driver warga negara asing (walau akhirnya ketauan cuma cari sensasi).
Pertama kali ojek online mulai populer, banyak banget yang daftar jadi driver. Katanya ada dokter yang “sambilan” ojek online. Image ojek perlahan mulai berubah. Bukan lagi pekerjaan yang dipandang sebelah mata. Mungkin karena cara yang dipake beda (baca: online), waktu itu banyak banget yang jadi driver. Ojek online mulai viral, terutama karena driver yang “enggak biasa”. Contohnya, ya dokter itu. Bayangkan ada dokter yang sambilan jadi driver. Mungkin kalo ojek online enggak ada, enggak ada juga dokter nyambi ngojek. Ada yang cuma pencitraan, ada juga yang benar-benar menjadikan ojek online sebagai pekerjaan utama.
Penghasilan driver bisa dibilang lumayan. Katanya. Seorang teman pernah bilang, sehari bisa dapat Rp 200 ribu. Kalo setiap hari selalu sama dapat pendapatan bersih Rp 200 ribu, dalam sebulan dapat berapa? Silakan dihitung sendiri.
Banyak driver, banyak juga sikapnya. Ada yang ngajakin ngobrol customer, ada juga yang kalem, diam, nggak banyak omong. Salah satu khas dari ojek online menurutku karena ada interaksi antara driver dan customer. Pertama kali aku naik ojek online, emang ngobrol-ngobrol sama drivernya. Waktu naik ojek konvensional, enggak kepikiran ngajak ngobrol.
Istilah driver buat ojek kayaknya juga karena ada ojek online. Bukan lagi disebut “tukang ojek”, tapi driver. Nge-Gojek, nge-Grab, nge-Uber. Kehadiran ojek online penting tapi bukan kepentingan yang haqiqi a.k.a penting banget. Bagiku. Maksudnya kalo enggak ada ojek online, enggak terlalu berpengaruh sama mobilitas. Setiap hari juga naik kendaraan sendiri. Order Go-Food (yah.. sebut merk) cuma sesekali karena harga makanan yang jadi lebih mahal berkat ongkir yang dibebankan.
Ojek online udah jadi bagian gaya hidup. Kenapa naik ojek online lebih antusias dibanding naik ojek konvensional? Ya, karena gaya hidup. Ada semacam rasa yang beda naik ojek online. Berbanding terbalik waktu naik ojek konvensional yang rasanya biasa-biasa aja. Aku antusias tiap kali order ojek online. Kenapa antusias? Ya, karena ada rasa yang beda itu. Enggak setiap hari pake ojek online kok. Ya kali.. rugi bandar kalo tiap hari naik ojek online. Sometimes aku naik ojek online. Alasannya, malas bawa kendaraan sendiri. Saat-saat tertentu aja aku pake ojek online. Motor lagi dalam perbaikan, misal. Ngarep juga dapat driver yang “beda”. Naik moge, boleh juga. Wuidiiih... rasanya ngunu piye gitu.
Pertama kali naik ojek online, driver pake motor gede a.k.a motor laki. Driver masih muda. Asalnya dari Bali. Tinggal di Jogja karena kuliah, tapi waktu itu si driver bilang baru lulus kuliah. Kok masih ingat? Mungkin karena yang pertama. Naik taksi online (baca: Go-Car) pertama kali juga karena enggak sengaja. Awalnya naik Go-Ride (ah, sudahlah sebut merk aja), tapi karena hujan enggak selesai-selesai, pilih Go-Car. You know what I feel ketika hujan enggak kunjung berhenti, sementara kamu enggak bawa kendaraan sendiri. Itu juga dapet driver Go-Car lumayan lama. Sempet dapet, tapi hilang, nyari lama (lagi), sebelum akhirnya dapet.
Driver Go-Car ini juga masih muda. Usianya tiga-empat tahun di atasku. Aku tau ya karena kami ngobrol sepanjang perjalanan. Random. Pertama kali naik Go-Car... beuuh.. dingin! AC-nya kenceng banget. Hujan, AC maksimal, berasa kulkas. Coba kalo driver waktu itu peka dengan ngasih pelukan hangat. Gus, tolong jangan halu dan jangan ngawur. Pengen bilang AC dikecilin tapi... Rasanya norak banget kedinginan karena AC mobil. Gigi sampe agak gemeretak waktu itu. Untungnya karena sepanjang perjalanan ngobrol sama driver, dinginnya bisa tersamar. Gigilnya bisa dikamuflase.
Waktu itu kami banyak cerita. Apalagi posisi dalam Go-Car pas banget buat ngobrol. Katanya sebelum nge-Go-Car, driver ini (yang aku enggak ingat namanya) pernah kerja di.. bank kalo enggak salah. Resign karena ada ke-enggak cocok-an sama atasan. Akhirnya “banting setir” jadi driver. Si driver juga cerita tentang kisah cintanya. Katanya barusan cerai dan punya satu anak.
Pernah kepikiran jadi driver ojek online, tapi nantilah kalo badan udah atletis. Biar viral jadi driver unch. Ho ho~
Jogja, 09.10.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta...

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato...

DI BELAKANG (ADA) ANGKA DUA

Bisa dibilang aku mampir ke sini cuma di momen seperti hari ini. 16 Agustus. Ada momen spesial apa sih di 16 Agustus? Kata Sal Priadi, "...serta mulia, panjang umurnya." Hari lahir. Tahun ini aku melewati hari lahir ke-32. Wow! Ti-ga pu-luh du-a. Sama-sama di belakang ada angka dua tapi beda rasanya ya waktu hari lahir ke-22 dan hari ini. Waktu 22 tahun aku nggak merasa ada tekanan. Kayak berlalu gitu aja. Aku ingat hari lahir ke-22-ku terjadi setahun setelah KKN di Kulonprogo. Pengingatnya adalah waktu KKN aku pernah ditanya ulang tahun ke berapa. Aku jawab, "Bioskop." Twenty one alias 21. Apakah hari lahir kali ini aku merasa tertekan? Ada rasa yang membuatku khawatir tapi let it flow aja. Nggak mau jadi overthinking . Apa yang terjadi nantinya ya dihadapi dengan riang gembira lengkap dengan gedebak-gedebuk nya. Masa ulang tahun nggak ada apa-apa? Nggak mengharapkan juga sih. Nggak mengharuskan juga tapi kalo ada ya aku nikmati dan berterima kasih. Kode banget ni...