Langsung ke konten utama

RINDU

Rindu yang enggak terkatakan. Ini masih tentang rindu, tapi bukan saat hujan. Salah satu media pengantar rindu ini memang hujan, tapi fokusnya bukan tentang itu. Rindu yang enggak terucap tapi nyata dirasakan. Siapa pemilik rindu ini? Orangtua. Ibu. Ayah. Mungkin Ibu yang paling memendam rindu karena biasanya seorang ibu memiliki ikatan batin yang kuat dengan sang anak. Ayah juga sama menyimpan rindu untuk anaknya, hanya saja sosok lelaki panutan dalam keluarga ini enggak terlalu menunjukkannya. Sama-sama rindu yang enggak terkatakan.

Kapan terakhir kali berkabar kepada orangtua? Kemarin? Kemarinnya lagi? Lewat angin yang berhembus di jendela, rindu itu terbang untuk anak-anaknya. Rindu yang benar-benar enggak dirasakan. Dibalik diam, ada kerinduan di sana. Enggak semua ibu dan ayah bisa dengan bebas menyampaikan rindunya. Terkadang hanya lewat obrolan yang justru enggak disadari. Melihat anaknya bertumbuh dan mempunyai kehidupannya sendiri, tentu jadi sesuatu yang membanggakan, tapi pasti ada rasa ‘ditinggalkan’ saat sang anak benar-benar mempunyai ruangnya sendiri.

Seperti apa ya rasanya melepas sesuatu yang sudah bertahun-tahun dimiliki? Semua anak pasti akan mempunyai hidupnya sendiri. Semua anak juga pasti akan menjadi orangtua. Sepertinya ada rasa yang teriris melihat sang anak bukan lagi anak kecil seperti dulu. Bukan lagi yang selalu dekat lengkap dengan tingkah-polahnya. Akhirnya pasti merelakan. Cepat atau lambat pasti akan seperti itu.

Pernah baca satu postingan di Line tentang anak dan ibunya. Pertemuan di suatu malam, semacam hangout with Mom, yang membuka kerinduan-kerinduan yang mungkin selalu terpendam. Si anak ini adalah mahasiswa kedokteran yang sibuk koas. Sangat jarang ada waktu santai, bahkan sekedar untuk berkumpul bersama keluarga. Sang ibu bercerita tentang masa-masa dulu yang begitu mudahnya bertemu dengan si anak. Enggak perlu jauh-jauh keluar kota. Ada rindu yang terpancar di sana.

Setiap orangtua punya cara yang berbeda dalam menunjukkan kerinduan. Kelihatannya jarang menanyakan kabar si anak, tapi tahukah bahwa dibalik itu semua ada doa yang selalu mengalir? Doa yang dikirim diam-diam tanpa mengharapkan balasan. Doa yang paling tulus. Aku memang belum menjadi orangtua. Aku memang belum menjadi ayah. Aku belum merasakan seperti apa rasanya 'ditinggalkan' buah hati yang bertahun-tahun dijaga sepenuh hati.

Jarak yang memisahkan bukan berarti lepas penjagaan. Orangtua mana pun pasti akan selalu menjaga anak-anaknya, dengan cara yang berbeda. Tentunya enggak sama menjaga si anak yang masih anak-anak dengan si anak yang menjadi dewasa dan siap menghadapi problematika dunia.

Terkadang kita lupa satu rindu yang enggak terkatakan itu. Rindu seorang ibu kepada buah hatinya. Rindu seorang ayah kepada jagoan-jagoannya.

Jogja, 13.09.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta...

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato...

DI BELAKANG (ADA) ANGKA DUA

Bisa dibilang aku mampir ke sini cuma di momen seperti hari ini. 16 Agustus. Ada momen spesial apa sih di 16 Agustus? Kata Sal Priadi, "...serta mulia, panjang umurnya." Hari lahir. Tahun ini aku melewati hari lahir ke-32. Wow! Ti-ga pu-luh du-a. Sama-sama di belakang ada angka dua tapi beda rasanya ya waktu hari lahir ke-22 dan hari ini. Waktu 22 tahun aku nggak merasa ada tekanan. Kayak berlalu gitu aja. Aku ingat hari lahir ke-22-ku terjadi setahun setelah KKN di Kulonprogo. Pengingatnya adalah waktu KKN aku pernah ditanya ulang tahun ke berapa. Aku jawab, "Bioskop." Twenty one alias 21. Apakah hari lahir kali ini aku merasa tertekan? Ada rasa yang membuatku khawatir tapi let it flow aja. Nggak mau jadi overthinking . Apa yang terjadi nantinya ya dihadapi dengan riang gembira lengkap dengan gedebak-gedebuk nya. Masa ulang tahun nggak ada apa-apa? Nggak mengharapkan juga sih. Nggak mengharuskan juga tapi kalo ada ya aku nikmati dan berterima kasih. Kode banget ni...