Langsung ke konten utama

MERINDU RASA

Dulu membaca buku jadi kegiatan semanis cokelat. Sangat menyenangkan. Masih ingat banget waktu SD sangat antusias saat perpustakaan buka. Apalagi dulu perpustakaan SD-ku enggak setiap hari buka. Waktu SD juga, toko buku adalah "surga yang sangat dirindukan". Masa itu toko buku sekelas Gramedia memang enggak ada di daerahku, atau aku yang enggak tahu? Ingat juga waktu study club SMA ke Jogja dan pertama kali melihat toko buku Gramedia, wow.. I'm so excited! Rasanya pengen mampir, pengen beli buku, walaupun waktu itu enggak mampir sama sekali.
Apa sekarang kegiatan membaca masih senikmat dulu? Enggak. Apa karena gadget? Iya. Blak-blakan saja, gadget memang sangat memengaruhi kebiasaan membaca buku. Menghilangkan rasa semanis cokelat yang dulu pernah ada. Ah, rasa yang sekarang dirindukan.
Dulu membaca buku enggak bergantung penulisnya siapa, rekomendasi siapa, viral atau enggak. Merasa buku itu menarik, langsung dibaca dan tenggelam di dalamnya. Sekarang sangat berubah. Seperti waktu yang terus berputar dan berubah, rasa nikmat membaca sekarang juga berubah. Membaca buku dari penulis yang enggak dikenal, buku yang enggak viral, kok rasanya enggak ada greget sama sekali? Hambar.
Korban gadget? Ya. Setiap hari selalu gadget.. gadget.. gadget.. Sekarang buku enggak selalu dibawa ke mana-mana. Baru membaca beberapa halaman, tanpa sadar kantuk datang. Entah bukunya membosankan atau memang kenikmatan membaca buku sudah menguap? Bukunya memang membosankan sih.
Sehari berapa lembar membaca buku? Apa bisa membiasakan lagi kenikmatan itu? Tiap ada waktu luang bukan lagi dimanfaatkan untuk membaca buku, tapi membuka gadget, sibuk scroll layar empat inchi yang sebenarnya enggak penting. Sedih, tapi begitulah kenyataannya.
Kamu berubah, Gus. Kamu berubah.
Kegelisahan yang sama juga dirasakan beberapa teman. Kenikmatan yang dulu pernah ada, sekarang menghilang. Hanya menyisakan sedikit memori yang bisa sedikit mengingatkan, bukan menyalakan kembali rasa semanis cokelat saat membaca buku.
Ingin sekali kembali menjadikan book is my life. Saat menunggu, bukan lagi asyik dengan gadget, tapi dengan buku. Menyelami dunia di dalamnya seolah dunia itu benar-benar ada di depan mata.
Jangan bandingkan minat membaca buku kita dengan minat membaca buku negara seberang. Percayalah, setelah itu ada sedikit penyesalan karena sudah tahu satu fakta ini.
Bagaimana caranya membiasakan (lagi) membaca buku? Mulai (lagi) dengan buku-buku yang kita suka. Usahakan setiap hari harus ada aktivitas membaca buku, bukan membaca layar empat inchi. Cinta itu hadir karena terbiasa 'kan?
Jangan terlalu bergantung dengan gadget. Luang sebentar, buka gadget. Nunggu ojek online, buka gadget. Without gadget is no day. Sadar atau enggak, gadget justru menjadikan kita sebagai budak. Pelan-pelan gadget mengubah beberapa kebiasaan dan bahkan menghilangkannya.
Membaca buku adalah cara melatih theater of mind, melatih daya imajinasi. Pasti ada sepotong adegan yang berbeda saat satu orang dengan yang lain membaca satu buku yang persis sama.
Buku digital memang membanjir, tapi percayalah kenikmatan membaca buku fisik enggak akan terganti. Mungkin ada yang bilang kuno, tapi koran, majalah, buku (yang secara fisik memang ada) akan selalu menempati posisi pertama (yah.. sejujurnya hanya buat sebagian orang, bukan semuanya).
Aku lebih suka membaca buku fisik daripada membaca buku digital. Ada satu kenikmatan yang berbeda.
Sekarang, membaca buku fisik bukan lagi jadi sesuatu yang diprioritaskan. Bukan juga karena kesibukan yang rapat, tapi karena...
Ya, karena itu.
Jogja, 17.09.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan